Pemetaan risiko secara partisipatif buat pengurangan risiko bencana. Sistem ini mempermudah pemetaan tanpa perlu keahlian gis.
sistem ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengetahui ancaman di area mereka dan bagaimana menyusun rencana penanggulangan bencana desa.
2. Widianto Soekarnen
Widhie
Menggeluti experiential learning sejak akhir dekade 90-
an, Widhie berkembang menjadi seorang trainer bukan
hanya berbasis outdoor/adventure base learning tetapi
juga indoor base learning. Menggunakan mix method
antara experiential learning dengan beberapa metoda
lainnya.
Tersertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi di
bidang Metoda Pelatihan dan Fasilitator Experiential
Learning level Utama, Widhie banyak memberikan
pelatihan di bidang interpersonal skill, leadership, team
building, dan organizational development. Disamping itu
Widhie juga dikenal sebagai researcher di bidang
kesehatan dan praktisi manajemen kebencanaan baik di
tingkat nasional maupun internasional. Saat ini Widhie
juga merupakan seorang Asesor Kompetensi dibawah
Badan Nasional Sertifikasi Profesi
Widhie merupakan Sekretaris Forum Pengurangan Risiko
Bencana (FPRB) Provinsi Jawa Barat dan owner dari
Mahawangga, Bandung, sebuah social- entrepreneurship
yang bergerak di bidang peningkatan kapasitas dan
konsultan pemberdayaan masyarakat.
3. Tujuan
Membuat peta daerah rawan bahaya dengan
metode yang sederhana
Menjelaskan peta tingkat kerawanan dari
masing masing daerah
Bagaimana mengintegrasikan peta rawan
bahaya dan peta tingkat kerawanan menjadi
peta resiko bahaya
4. • Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin
tentang daerah yang mau di petakan;
Cakupan lokasi bahaya/potensi bencana
• Informasi terkait dgn penduduk, demografi,
sumber daya, bencana dan juga potensi
dari masing masing desa; potensi jumlah
korban, potensi kerusakan prasarana dan
sarana, gangguan thdp fungsi pelayanan
umum dan pemerintahan, kemampuan
sumberdaya,
Sebelum melakukan pemetaan resiko bahaya,
sebaiknya sudah melakukan hal berikut ini:
5. Apakah yang dimaksud dengan
Pemetaan Resiko Bahaya?
Pemetaan resiko bahaya hanya fokus pada
karakteristik bahaya saja dan TIDAK pada
dampak bahaya (bencana), baik fisik, sosial
maupun lingkungan.
6. Langkah pemetaan resiko Bahaya:
1. Mengutamakan rawan bahaya yang
lebih dari satu jenis (multi-hazard
environment)
2. Membuat prioritas jenis bahaya
(hazard priority)
3. Membuat tingkat kerawanan bahaya
(Hazard Severity)
4. Menganalisa kerentanan
(vulnerability assessment)
5. Mengintegrasikan tingkat kerawanan
dengan analisa kerentanan dan
kapasitas masyarakat
6. Ada peta wilayah/desa (map)
7. Melakukan Analisa PRIORITAS bahaya
Hazard Priority
1. Mengumpulkan informasi mengenai kondisi bahaya
Contoh:
Jenis Bahaya Frekuensi dan waktu
bahaya
Tingkat keparahan
Longsor Satu tahun sekali pada
waktu musim hujan
Satu meter, kecepatan
longsoran 2 m.detik
Banjir Dua kali setahun pada
waktu musim hujan
Tinggi air 4 meter dan
bisa bertahan sampai 1
minggu
8. Tingkat frekuensi
bencana (A)
Keterangan
1 Sepuluh tahun sekali atau lebih
2 Sekali dalam 5-10 tahun
3 Sekali dalam 3-5 tahun
4 Sekali dalam 1-2 tahun
5 Dua kali atau lebih dalam satu tahun
Nilai tingkat frekuensi berdasarkan kesepakatan dengan kelompok masyarakat
dan pengalaman bencana sebelumnya. Facilitator hanya membantu dan
mengarahkan bagaimana membuat dan mengisi secara konsisten
10. Jenis
bahaya
Frekuansi
kejadian dan
waktunya
Nilai
Frekuensi
(tabel A)
Area yang
terkena
bahaya
Tingkat
Keparahan
bahaya
Nilai
tingkat
keparaha
n (tabel
B)
Total nilai
(Nilai
frekuensi x
Nilai
keparahan) =
(A)x (B)
Longsor Sekali dalam
satu tahun
waktu musim
hujan
4
Sebagian
desa
Kedalaman
1 mt
dengan
kecepatan
longsoran
2 m/detik
2 8
Banjir Dua kali dalam
satu tahun
waktu musim
hujan
5
Seluruh desa Tinggi air
mencapai 4
meter
3 15
2. Nilai Tingkatan bencana
Tingkat
frekuensi
bahaya (A)
Keterangan
1 Sepuluh tahun sekali atau lebih
2 Sekali dalam 5-10 tahun
3 Sekali dalam 3-5 tahun
4 Sekali dalam 1-2 tahun
5 Dua kali atau lebih dalam satu tahun
Tingkat
keparahan
bahaya (B)
Kondisi Bahaya
1 < 0.5 meter longsoran material/tanah
2 > 0.5 to ≤ 2.0 meter
3 > 2.0 to ≤ 3.0 meter
4 > 3.0 to ≤ 4.0 meter
5 > 4.0 meter
Banjir Merupakan prioritas bahaya yang perlu di antisipasi
11. Melakukan Assessment Bahaya
Ketika prioritas jenis bahaya sudah diketahui,
kita bisa meneruskan dengan melakukan survey dan analisa lanjutan, misalnya BANJIR
Daerah banjir Kondisi banjir Lama banjir Tingkat
keparahan
Sepanjang DAS 3 meter 5 hari 6
Jalan depan desa 2 meter 2 hari 3
Sawah 1 meter 3 hari 1
Perkampungan 3 meter 2 hari 5
Buat Ranking berdasarkan tingkat keparahan
1 = < 1 meter max 2 hari
2 = < 1 meter lebih dari 2 hari
3 = 1 – 3 meter max 2 hari
4 = 1-3 meter lebih dari 2 hari
5 = > 3 meter max 2 hari
6 = > 3 meter lebih dari 2 hari
Prosedur:
Dari data yang dikumpulkan berdasarkan
pengalaman banjir Sebelumnya, buat nilai tingkat
keparahan didalam peta. Harus konsisten
12. Bagaimana memetakan daerah
Rawan berdasarkan skala?
Peta !!!!
Peta bisa didapat dari Desa, kecamatan,
kabupaten, PU, atau internet
16. Analisa kerentanan (Vulnerability)
Analisa kerentanan menjawab pertanyaan
mengenai:
Siapa atau apa saja yang akan terkena dampak
bencana? Berapa orang, seberapa besar dampak
dari bencana tersebut ke orang atau masyarakat di
daerah yang terkena bencana.
19. Jenis Bahaya: Banjir
Jenis Kerentanan: Orang
Dewasa Balita Anak-
anak
Remaja Orang
tua
(>60th)
Ibu hamil Orang perlu
perhatian
khusus
Orang
sakit
Total nilai
Rumah 1 4 1 1 2 1 11
Rumah 2 2 2 1 1 8
Rumah 3 1 3 2 1 9
Rumah 20 2 1 1 1 1 7
Rumah 50 2 1 1 1 1 1 8
TOTAL 11 5 4 7 5 2 2 2 38
Nilai kerentaan bisa berdasarkan kesepakatan. Misalnya orang dewasa nilai=1, balita=2, ibu hamil=2, orang tua =1
Anak dan remaja =1. lalu jumlahkan nilai tersebut menjadi total nilai kerentaan dari setiap rumah.
Matrik ini juga mambantu kita untuk mengetahui jumlah orang/jiwa dengan detail dan lebih akurat dibanding data
Dari kantor desa atau kecamatan.
20. SIMBOL dan ARTI
Satu Orang Dewasa
Satu Anak
Ibu Hamil
Orang Tua
Balita
Disabled
Hewan piaraan
Aset misal. mobil
$ Bisnis / Ada Usaha
22. Total Kerentanan Tingkat
Kerentanan
Kurang /sama
dengan 5
1
6-10 2
11-15 3
16-20 4
Lbih dari 20 5
Hasil ranking: Semakin besar nomernya artinya semakin besar tingkat kerentanan
23. Capacity Assessment (C)
Jenis Bahaya: YA TIDAK
Kapasitas yang ada
Sistem peringatan dini
Tempat aman evakuasi
Sistem komunikasi peringatan berjalan
Tim SAR
Masyarakat tahu yang harus dilakukan jika ada bencana
Masyarakat pergi jika diminta mengevakuasi diri sendiri
Ada sistem kepemimpinan yang berjalan
Ada tenaga medis atau terlatih untuk PPPK
Ada cadangan makanan yang cukup jika terjadi bencana
Ada sumber/orang/lembaga yang bisa di mobilisasi jika
ada bencana
Score:
Nilai 1 = Ya 2
Nilai 2 = Ya 4
Nilai 3 = Ya 6
Nilai 4 = Ya 8
NIlai 5 = Ya >8
24. Menilai Resiko:
Mengintegrasikan tingkat kerawanan
dan analisa kerentaan menjadi
Analisa resiko bencana dengan rumus sederhana:
Jenis Bahaya Tingkat
Kerawanan(A)
Tingkat
Kerentaan (B)
Kapasitas
(C)
Resiko
[(A) x (B)] / (c)
Dusun X 3 2 1 6
Dusun Y 2 5 5 2
Dusun Z 1 2 4 0.2
Tingkat Kerawanan (A) x Tingkat Kerentanan (B) = Disaster Risk (R)
Capacity (C)
Tingkat kerawanan: bahaya 1=1, bahaya 2=2, bahaya 3=3
25. Menyiapkan Peta RESIKO
Resiko ranking Tingkat Resiko
>0.0 sampai < 2 Rendah
>2 sampai < 4 Sedang
> 4 Tinggi
PIlih semua nomor 0, kemudian nomor 2, nomor 4
dan sampai lebih dari 4 letakkan di dalam peta dan diwarnai sesuai dengan kesepakatan
27. Catatan
1. Nilai nilai angka dalam matrik tergantung dari
kesepakatan dengan peserta/masyarakat.
2. Analisa kapasitas. Sebelum membuat penilaian,
diskusikan dulu dengan peserta/masyarakat apa yang
dimaksud dengan kapasitas?
Kapasitas adalah sumberdaya atau sistem organisasi
di dalam kelompok masyarakat yang siap dan dapat diakses
jika diperlukan untuk kegiatan tanggap darurat.
28. KESIMPULAN
• PEMETAAN RISIKO BWNCANA
DAPAT DILAKUKAN SECARA
PARTISIPATIF
• PEMETAAN RISIKO BENCANA
DILAKUKAN PER ANCAMAN
• TERDAPAT 3 PETA DASAR
YAITU PETA ANCAMAN, PETA
KERENTANAN, DAN PETA
KAPASITAS UNTUK
MEMBENTUK SUATU PETA
RISIKO BENCANA