2. KESEPAKATAN BASEL
Bank For International Strategis (BIS) didirikan pd tgl 17 Mei 1930 dan merupkan
organisasi keuangan tertua.
BIS berfungsi sebgabi bank bagi semua bank sentral.
BIS uni menyediakan sebuah pijakan bagi Kerjasama konsultatif antar semua
bank sentral.
BIS juga bertindak sebagai Lembaga yang mengumpulkan, Menyusun,
menyebarkan statistic ekonomi dan keuangan.
Komite Basel utk pengawasan bank (The Basel CommiteeFor Bank
Supervisor/BCBS) dibentuk pd akhir tahun 1974 oleh gubernur bank dari
negara2 G-10.
Komite ini menerrbitkan sejumlah dokumen tentang pengawasan bank yg
dimulai sejak thn 1975.
3. TUGAS BASEL COMMIITEE
MERUMUSKAN MODAL MINIMUN YANG HARUS DIMILIKI BANK UNTUK
MENUTUP RESIKO YANG BERPOTENSI TERJADI PD OPERASIONAL BANK, YG
DISEBUT DGN KETENTUAN BASEL.
BASEL 1 mengatur bahwa bank perlu menyediakan modal minimun utk
menutupi resiko kredit. BASEL 1 diterapkan sepenuhnya pd 1992
Ketika terjadi krisis Bearing bank pd 1995, yang menyangkut perdagangan
instrument pasar modal, BASEL mengeluarkan revisi BASEL 1 yang disebut
BASEL 1.5, yang mewajibkan bank menyediakan modal untuk menutup
ressiko pasar.
4. SISTEM TIGA PILAR BASEL II
Secara resmi BASEL II dikeluarkan thn 2004, yang mengharuskan bank
menyediakan modal untuk meneutupi resiko kredit, resiko pasar, dan
resiko operasional serta memperkenalkan orinsip tiga pilar.
Kesepakatan BASEL II, tiga pilar yang saling menguatkan:
1. supervisory review, 2. market discipline, 3. regulatory minimun capital
requirement (three mutually reinforcing pillars, 2006)
BASEL II merupakan kesepakatan menyeluruh yg menetepkan spektrum
lebih sensistif terhadap resiko dalam perhitungan persyaratan modal
minimun ban k, menyediakan proses review dlm rangka pengawasan
bank dlm rangka permodalan, dan mendorong disiplin paar dgn
memmpersyaratkan pengungkapan informasi yang berkaitan.
5. TUJUAN BASEL II
Salah satu tujuan dari BASEL II adalah utk meningkatkan praktik
manajemen resiko dariASEL II adala meningkatkan praktik manajemen
resiko bati bank2 yang aktif secara internasional, sekaligus meningkatkan
kualitas dan stabilitas keuangan secara internasional.
Mengembangkan kapabilitas internal untuk assesment thd resiko
MANAJEMEN RESIKO DARI 3 PERSFEKTIF:
1) Metodelogi mjm resiko yg lebih baik dgn inovasi terkini financial engineering
2) Memberikan sebuah rangkaian luas indicator yg digunakan regulator
3) Pentingnya pelapooran (reporting0 dgn menyertakan keterbukaan pasar
(market disclosure)
6. BASEL II >> CAR 8%
Dlm konteks ini modal bank dibagi menjadi sbb:
1) Modal Tier 1, mrpkn modal dasar, yaitu saham ditambah saham preferen
nonkumulatif ditambah cadangan2 dikurangi goodwill
2) Modal Tier 2, terdiri dari nilai revaluasi asset ditambah cadangan2 atau
instrument modal hybrit dan utang subordinasi
3) Modal Tier 3, hanya digunakan utk memenuhi proporsi persyaratan modal
bank utk resiko pasar, terdiri atas instrument utang subordinasi jangka
pendek dgn karakter khusus
4) Modal dasar hrs memenuhi sekurang2nya 50% dari permodalan bank,
diikuti modal Tier 1 yang tdk boleh melebihi 50% dari permodalan
7. BASEL II – PENGHITUNGAN RESIKO
KREDIT
Dgn salah satu cara:
1. Standard Approad (SA), bank mengunakan daftar pembobotan resiko
dlm penghitungan resiko kredit dari asset-asset bank. Pembobotan resiko
dikatikan dengan peringkat (rating) yg dibuat oleh Lembaga pemeringkat
eksternal yg diakui oleh regulator
2. Internal Rating Based Approad (IRB), mengunakan bank utk mengunakan
peringkat internal mereka terhadap eksposur kredit dan menghasilkan
tingkat permodalan yang lebih sesuai dgn tingkat resio yang dihadapi.
8. MODAL--- RESIKO PASAR
Persyaratan permodalan bank utk resiko psar ditetapkan dgn 2 metode:
1) Standardised Approach, mengadopsi pendekatan building book utk
transaksi yg berkaitan dgn suku bunga dan instrument ekuitas, yg
membedakan persyaratan modal (beban modal) utk resiko spesifik dari
resiko pasar secara umum
2) Internal Model Approach, ygn memungkinkan bank utk mengunakan
metode yg dikembangkan sendiri atas value at risk (VaR) yg hrs
memenuihi kriteria kualitatif dan kuantitatif yg ditetapkan Basel
Committee, dan mengacu pd persetujuan otoritas pengawas.
9. MODAL--- ESIKO OPERASIONAL
Tiga pendekatan dlm penetapan resiko, yaitu:
1) Basic Indicator Approach (BIA), sebesar gross incomemenetapkan beban
modal utk resiko operasional sebesar gross income rata2 3 thn terakhir
dikalikan factor alpha=15%
2) Standarised Approach mensyaratkan suatu institusi utk memisahkan bisnis
menjadi 8 lini bisnis menjadi lini bisnis standar, spt perbankan ritel,
pembiayaan korporasi, dll. Beban modal utk tiap2 lini bisnis dihitung dgn
mengalikan gross income dengan nilai beta=12%-18%
3) Advance Measurement Approach, perhitungan kebutuhan modal akan
sama dengan pengukuran resiko yg dihasilkan dari system pengukuran
resiko operasional yg digunakan secara internal oleh bank.
10. BASEL II – CAR 8%
Suatu Bank memiliki ATMR sebesar Rp.10T beban modal utk resiko pasar
Rp.250M dan beban modal utk resiko operasional sebesar Rp.150M.
Kebutuhan modal meinimun utk bank tsb adalah:
CAR = (10T + 12,5* (250M+150M)*8%
= 15T*8% = 1.2 Triliun
11. PERUBAHAN BASEL I DAN BASEL II
Basel I:
❑ fokus pd
pengukuran tunggal
❑ Pendekatan
sederhana thd
sensitivitas resiko
❑ Pendekatan one
single size fits all pd
resiko dan modal
Basel II:
❖ Fokus pd internal
metodelogi
❖ Tingkat sensitivitas
resiko lbh tinggi
❖ Fleksibilitas
disesuaikan utk
kebutuhan bank yg
berbeda2
❖ Mengukur resiko
kredit, pasar,
operasional dan
lainnya
12. PRINSIP PERUBAHAN BASEL III
Secara prinsip BASEL III bertujuan utk mengatasi masalah2, antara lain:
1) Meningkatkan kemampuan sektorperbankan utk menyerap potensi resiko
kerugian akibat krisis keuangan dan ekonomi serta mencagah krisis
keuangan menjadi krisis ekonomi
2) Meningkatkan kualitas manajemen resiko, governonce, transparansi dan
keterbukaan dan memberikan perlindungan thd potensi resiko dari
kegagalan bank yang tergolong sistemik
13. BASEL III– CAR 13%-15,5%
BANK perlu memenuhi kebutuhan
modal minimun dari 8% menjadi 13%
atau 15% bagi bank yang dinilai
sistemis.
14. PRINSIP IFSB– MANAJEMEN RESIKO
IFSB (Islamic Fiancial Service Board) secara resmi didirikan pada 3 Nov
2002 dan mulai beroperasi pada 23 Maret 2003 merupakan Lembaga
internasional berkantor di Kuala Lummpur.
Folus kegiatan IFSB sebgai Lembaga setting standar setting internasional
dibidang pengaturan dan pengawasan keuangan Syariah melakukan
penyusunan standar kehati2an dan transparansi bagi Lembaga
keuangan Syariah internasional yang mencakup perbankan, pasar modal
dan asuransi Syariah.
15. PRINSIP MANAJEMEN RESIKO DALAM
PERBANKAN SYARIAH
1. Lemabaga Keuangan Syariah (LKS) harus memiliki manajemen resiko
2. Resko Kredit, LKS harus ada di tempat strategis utk pembiayaan yg sesuai
instrument Syariah
3. Resiko Investasi Ekuitas, LKS harus memiliki strategi yg tepat dalam
menejemen resiko
4. Resiko Pasar, LKS harus tepat dlm mengelola resiko pasar
5. Resiko Likuiditas, LKS harus memiliki kerangka pengelolaan likuiditas
6. Rate of Return, LKS harus menilai dampak potensial dari potensi pasar
7. Resiko Operasional, LKS harus memiliki system control yang memadai
termasuk memiliki DPS.