SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 43
BAB I
                                 PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
        Setiap individu bersifat unik. Hal tersebut sangat perlu untuk kita pahami
   sebagai calon pendidik berkaitan dengan bagaimana nantinya kita memberikan
   layanan kepada setiap peserta didik dengan adil, tepat dan sesuai pada
   kemampuan yang mereka miliki. Sehingga kita mampu menjadi fasilitator bagi
   peserta didik untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki. Agar hal
   tersebut dapat tercapai, tentunya terlebih dahulu kita harus mengetahui serta
   memahami karakteristik yang dimiliki oleh setiap individu kita. Karakteristik
   tersebut pun tentu akan berbeda satu sama lainnya. Maka dalam hal ini kita perlu
   memerhatikan perbedaan individu agar dapat memberikan perlakuan yang tepat
   sesuai karakteristiknya. Termasuk dalam hal ini bagi peserta didik yang memiliki
   tingkat kecerdasan yang tinggi, atau dapat kita sebut dengan anak berbakat.
        Perhatian terhadap pendidikan anak berbakat sebenarnya sudah dikenal
  sejak 2000 tahun yang lalu. Misalnya, Plato pernah menyerukan agar anak-anak
  berbakat dikumpulkan dan dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan
  bakal menjadi pemimpin negara dalam segala bidang pemerintahan. Oleh karena
  itu, mereka dibekali ilmu pengetahuan yang dapat menunjang tugas mereka
  (Rohman Natawijaya, 1979).
        Demikian pula di Indonesia, kehadiran mereka sudah dikenal sejak dulu.
  Banyak sekolah yang menerapkan sistem loncat kelas atau dapat naik ke kelas
  berikutnya lebih cepat meskipun waktu kenaikan kelas belum saatnya. Perhatian
  yang lebih serius dan formal tersurat dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 bahwa
  peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak
  memperoleh pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi anak-anak
  tersebut secara optimal.
        Agar anak berbakat yang mempunyai potensi unggul tersebut dapat
  mengembangkan potensinya dibutuhkan program dan layanan pendidikan secara
  khusus. Mereka lahir dengan membawa potensi luar biasa yang berarti telah
  membawa kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah
mengembangkan kebermaknaan tersebut secara optimal sehingga mereka dapat
  berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara.


B. Rumusan Masalah
         Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penyusun merumuskan
  masalah sebagai berikut:
     1. Apa yang dimaksud dengan anak berbakat ?
     2. Apa saja faktor penyebab timbulnya keberbakatan seseorang ?
     3. Apa saja karakteristik anak berbakat ?
     4. Apa saja klasifikasi anak berbakat ?
     5. Bagaimana dampak dari anak berbakat ?
     6. Bagaimana kebutuhan pendidikan anak berbakat ?
     7. Bagaimana fenomena anak berbakat dan penangannya ?
     8. Bagaimana solusi bagi anak berbakat ?
     9. Bagaimana jenis-jenis layanan bagi anak berbakat ?
     10. Bagaimana penerapan pendidikan keberbakatan di Indonesia ?
     11. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak berbakat ?
     12. Bagaimana bimbingan karir bagi anak berbakat ?


  C. Tujuan Makalah

      Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan
  untuk mengetahui tentang:

         a. Definisi anak berbakat.
         b. Faktor penyebab timbulnya keberbakatan seseorang.
         c. Karakteristik anak berbakat.
         d. Klasifikasi anak berbakat.
         e. Dampak dari anak berbakat.
         f. Kebutuhan pendidikan anak berbakat
         g. Fenomena anak berbakat dan penangannya
         h. Solusi bagi anak berbakat
         i. Jenis-jenis layanan bagi anak berbakat
         j. Penerapan pendidikan keberbakatan di Indonesia
k. Permasalahan yang dihadapi anak berbakat
       l. Bimbingan karir bagi anak berbakat ?


D. Kegunaan Makalah

    Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan kegunaan kepada
penyusun dan para pembaca yang sebagai wahana penambah ilmu pengetahuan
mengenai Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Khususnya bimbingan bagi
anak berbakat.




E. Prosedur Makalah

    Makalah ini disusun dengan menggunakan mengumpulkan data dari berbagai
macam sumber-sember, kemudian data-data tersebut dianalisis dan diolah melalui
kegiatan mengeskposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam
konteks tema makalah.
BAB II
                                     PEMBAHASAN


A. DEFINISI ANAK BERBAKAT
          Pengertian dan definisi mengenai anak berbakat sangat beragam.
  Keragaman itu sangat tergantung dari perkembangan pandangan masyarakat
  terhadap keberbakatan. Beberapa definisi keberbakatan dapat dikemukakan
  sebagai berikut.
 1.    Definisi versi Amerika
            Pengertian berbakat di Amerika Serikat pada dasarnya dikaitkan dengan
      skor tes inteligensia Stanford Binet yang dikembangkan oleh Terman setelah
      Perang Dunia I. Dalam hasil tesnya itu, anak-anak yang memiliki skor IQ 130
      atau 140 dinyatakan sebagai anak berbakat (Kirk & Gallagher, 1979:6). Sekitar
      tahun 1950 pengertian tersebut mulai berkembang ketika para pendidik di
      Amerika Serikat berusaha memberikan pengertian yang lebih luas tentang anak
      berbakat.
            Pada waktu itu yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted dan talented)
      ialah mereka yang menunjukkan secara konsisten penampilan luar biasa hebat
      dalam suatu bidang yang berfaedah (Henry, seperti dikutip oleh Kirk dan
      Gallagher, 1979:61). Adapun definisi yang digunakan dalam Public Law 97-135
      yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1981, yang dimaksud
      dengan anak berbakat (gifted and talented) ialah berikut ini.
            Anak yang menunjukkan kemampuan/penampilan yang tinggi dalam
      bidang-bidang, seperti intelektual, kreatif, seni, kapasitas kepemimpinan atau
      bidang-bidang, akademik khusus, dan yang memerlukan pelayanan-pelayanan
      atau aktivitas-aktivitas yang tidak biasa disediakan oleh sekolah agar tiap
      kemampuan berkembang secara penuh (Clark, 1983:5).
            Bertolak dari hasil penelitian tentang proses belajar maka Clark (1983:6)
      mengemukakan definisi keberbakatan sebagai berikut.
Keberbakatan adalah suatu konsep yang berakar biologis, suatu nama dari
     inteligensia taraf tinggi sebagai hasil dari integrasi yang maju cepat dari fungsi-
     fungsi dalam otak meliputi pengindraan (physical sensing), emosi, kognisi, dan
     intuisi. Fungsi yang maju dan cepat tersebut mungkin diekspresikan dalam
     bentuk   kemampuan-kemampuan          yang    melibatkan    kognisi,   kreativitas,
     kecakapan akademik, kepemimpinan atau seni rupa dan seni pertunjukan. Oleh
     karena itu, dengan inteligensia ini individu berbakat menampilkan atau
     menjanjikan harapan untuk menampilkan inteligensia pada taraf tinggi. Oleh
     karena kemajuan dan percepatan perkembangan tersebut, individu memerlukan
     pelayanan dan aktivitas khusus yang disediakan oleh sekolah agar kemampuan
     mereka berkembang secara optimal.
           Definisi formal yang dikemukakan oleh Francoya Gagne adalah sebagai
     berikut: Giftedness berhubungan dengan kecakapan yang secara jelas berada di
     atas rata-rata dalam satu atau lebih rendah (domains) bakat manusia. Talented
     berhubungan dengan penampilan (performance) yang secara jelas berbeda di
     atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia” (Gagne dalam
     Calongelo dan Davis, 1991:65).


2.    Definisi versi Indonesia
           Adapun definisi berbakat versi Indonesia, seperti dirumuskan dalam
     seminar/lokakarya Program alternatives for the gifted and talented yang
     diselenggarakan di Jakarta (1982) bahwa yang disebut anak berbakat adalah
     mereka yang didefinisikan oleh orang-orang profesional mampu mencapai
     prestasi yang tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa.
     Mereka menonjol secara konsisten dalam salah satu atau beberapa bidang,
     meliputi bidang intelektual umum, bidang kreativitas, bidang seni/kinetik, dan
     bidang psikososial/kepemimpinan. Mereka memerlukan program pendidikan
     yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah
     biasa, agar dapat merealisasikan turunan mereka terhadap masyarakat maupun
     terhadap diri sendiri. (Utami Munandar, 1995:41).
           Rumusan di atas mengandung implikasi bahwa (a) bakat merupakan
     potensi yang memungkinkan seorang berpartisipasi tinggi, (b) terdapat
perbedaan antara bakat sebagai potensi yang belum terwujud dengan bakat yang
  sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul, ini berarti anak berbakat
  yang underachiever juga diidentifikasi sebagai anak berbakat, (c) terdapat
  keragaman dalam bakat, (d) ada kecenderungan bahwa bakat hanya akan muncul
  dalam salah satu bidang kemampuan, dan (e) perlunya layanan pendidikan
  khusus di luar jangkauan pendidikan biasa.
        Dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, yang disebut anak berbakat adalah
  “warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa”.
  Kecerdasan berhubungan dengan perkembangan kemampuan intelektual,
  sedangkan kemampuan luar biasa tidak hanya terbatas pada kemampuan
  intelektual. Jenis-jenis kemampuan dan kecerdasan luar biasa yang dimaksud
  dalam batasan ini meliputi (a) kemampuan intelektual umum dan akademik
  khusus, (b) berpikir kreatif-produktif, (c) psikososial/ kepemimpinan, (d)
  seni/kinestetik, dan (e) psikomotor.
        Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa anak
  berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang unggul dari anak rata-
  rata/normal baik dalam kemampuan intelektual maupun nonintelektual sehingga
  mereka membutuhkan layanan pendidikan secara khusus. Moh. Amin (1996)
  menyimpulkan bahwa keberbakatan merupakan istilah yang berdimensi banyak.
  Keberbakatan bukan semata-mata karena seseorang memiliki inteligensia tinggi
  melainkan ditentukan oleh banyak faktor.


B. FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KEBERBAKATAN SESEORANG

1) Hereditas

      Hereditas adalah faktor yang diwariskan dari orang tua, meliputi
 kecerdasan, kreatif produktif, kemampuan memimpin, kemampuan seni dan
 psikomotor. Dalam diri seseorang telah ditentukan adanya faktor bawaan yang ada
 setiap orang, dan bakat bawaan tersebut juga berbeda setiap orangnya. Namun U.
 Branfenbrenner dan Scarr Salaptek menyatakan secara tegas bahwa sekarang tidak
 ada kesangsian mengenai faktor genetika mempunyai andil yang besar terhadap
 kemampuan mental seseorang.
2) Lingkungan

       Lingkungan, hal-hal yang mempengaruhi perkembangan anak berbakat
 ditinjau dari segi lingkungannya (keluarga, sekolah dan masyarakat). Lingkungan
 mempunyai peran yang sangat besar dalam mempengaruhi keberbakatan seorang
 anak. Walaupun seorang anak mempunyai bakat yang tinggi terhadap suatu
 bidang, tanpa adanya dukungan dan perhatian dari lingkungannya seperti,
 masyarakat tempat dia bersosialisasi, keluarga tempat ia menjalani kehidupan
 berkeluarga, tempat dia menjalani kehidupan dan mengembangkan keberbakatan
 itu dapat membantunya dalam mencapai ataupun memaksimalkan bakatnya
 tersebut.

C. KARAKTERISTIK ANAK BERBAKAT
       Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial/emosi, dan
 fisik/kesehatan.
1. Karakteristik Akademik
     Adapun karakteristik yang dimiliki oleh seorang anak berbakat, diantaranya:
   a. memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
   b. keranjingan membaca,
   c. menikmati sekolah dan belajar.
   d. memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus,
   e. memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan
       terminologi dari bidang akademik khusus,
   f. mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus
       yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain,
   g. kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai
       standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik,
   h. memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan
       motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
   i. belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.
   j. mudah menyerap pelajaran.
       Salah satu contoh yang digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa seorang anak
 berbakat berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca
sama dengan anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11
 tahun, anak ini memiliki keberbakatan dalam membaca.


2. Karakteristik Sosial
        Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
  a. Diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa,
  b. Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan
        sumbangan positif dan konstruktif,
  c. Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan
        pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
  d. Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur,
  e. Perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,
  f.    Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional
        sehingga relevan dengan situasi,
  g. Mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang
        dewasa,
  h. Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
  i. Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial
        dengan cerdas, dan humor.
        Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal social dan
 emosi, bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan
 penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif,
 bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik, membantu temannya
 yang    kurang    mampu     dan    akrab    dalam   bermain).   Sikap-sikap   yang
 diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16 tahun.


3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
        Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan :
  (a) memiliki penampilan yang menarik dan rapi,
  (b) kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi longitudinal
        Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa seorang anak berbakat usia 10 tahun
   memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang menunjukkan
   perbedaan adalah koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12 tahun.
   Mereka juga memperlihatkan sifat rapi.
          Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang dikemukakan oleh
   Renzulli, 1981 (dalam Sisk, 1987) menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness)
   menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu (a) kemampuan
   kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas tinggi dan (c) tanggung jawab
   atau pengikatan diri terhadap tugas (task commitment). Masing-masing ciri
   mempunyai peran yang menentukan.
          Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai inteligensia
   tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk menciptakan
   sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat
   hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian
   pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong
   seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan
   hambatan karena ia telah mengikatkan diri pada tugas atas kehendaknya
   sendiri.

4. Karakteristik Intelektual-Kognitif

  a.      Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang
       tidak lazim, pikiran-pikiran kreatif.
  b.      Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi
       suatu konsep yang utuh.

  c.      Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.

  d.      Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang
       sederhana dan mudah dipahami.

  e.      Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.

  f.      Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
g.      Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu
      mengartikulasikannya dengan baik.

 h.      Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau
      merangkai kata-kata.

 i.      Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang
      diberikan.

 j.      Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat.

 k.      Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau
      sains.

 l.      Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.

 m.      Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.

 n.      Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.

 o.      Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu
      yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.

5. Karakteristik Persepsi/Emosi

 a.      Sangat peka perasaannya.
 b.      Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak lazim (sinis, tepat
      sasaran dalam menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasa dapat menyakiti
      perasaan orang lain).

 c.      Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi orang lain (peka dengan
      sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang lain).

 d.      Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu.

 e.      Peka dengan adanya perubahan kecil dalam lingkungan sekitar (suara,
      aroma, cahaya).

 f.      Pada umumnya introvert.
g.      Memandang suatu persoalan dari berbagai macam sudut pandang.

  h.      Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal baru

  i.      Alaminya memiliki ketulusan hati yang lebih dalam dibanding anak lain.

6. Karakteristik Motivasi dan Nilai-Nilai Hidup

  a.      Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu (perfectionistic).
  b.      Memiliki dan menetapkan standar yang sangat tinggi bagi diri sendiri dan
       orang lain.

  c.      Memiliki rasa ingin tahu dan kepenasaran yang sangat tinggi.

  d.      Sangat mandiri, sering merasa tidak perlu bantuan orang lain, tidak
       terpengaruh oleh hadiah atau pujian dari luar untuk melakukan sesuatu (self
       driven).

  e.      Selalu berusaha mencari kebenaran, mempertanyakan dogma, mencari
       makna hidup.

  f.      Melakukan sesuatu atas dasar nilai-nilai filsafat yang seringkali sulit
       dipahami orang lain.

  g.      Senang menghadapi tantangan, pengambil risiko, menunjukkan perilaku
       yang dianggap “nyerempet-nyerempet bahaya” .

  h.      Sangat peduli dengan moralitas dan nilai-nilai keadilan, kejujuran,
       integritas.

  i.      Memiliki minat yang beragam dan terentang luas.

7. Karakteristik Aktifitas

  a.      Punya energi yang seolah tak pernah habis, selalu aktif beraktifitas dari
       satu hal ke hal lain tanpa terlihat lelah.
  b.      Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih sedikit
       dibanding anak normal.
c.      Sangat waspada.

  d.      Rentang perhatian yang panjang, mampu berkonsentrasi pada satu
        persoalan dalam waktu yang sangat lama.

  e.      Tekun, gigih, pantang menyerah.

  f.      Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam, selalu
        memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan.

  g.      Spontanitas yang tinggi.



D. KLASIFIKASI ANAK BERBAKAT

        Anak yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok, seperti dikemukakan oleh Sutratinah Tirtonegoro (1984;
29) yaitu; Superior, Gifted dan Genius. Ketiga kelompok anak tersebut memiliki
peringkat ketinggian intellegnsi yang berbeda.
1. Genius :

         Genius ialah anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, sehingga dapat
 menciptakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya. Intelligence Quotien-nya (IQ)
 berkisar antara 140 sampai 200. Anak genius memiliki sifat-sifat positif sebagai
 berikut; daya abstraksinya baik sekali, mempunyai banyak ide, sangat kritis,
 sangat kreatif, suka menganalisis, dan sebagainya. Di samping memiliki sifat-sifat
 positif juga memiliki sifat negatif, diantaranya; cenderung hanya mementingkan
 dirinya sendiri (egois), temperamennya tinggi sehingga cepat bereaksi
 (emosional), tidak mudah bergaul, senang menyendiri karena sibuk melakukan
 penelitian, dan tidak mudah menerima pendapat orang lain.
2. Gifted :

         Anak ini disebut juga gifted and talented adalah anak yang tingkat
 kecerdasannya (IQ) antara 125 sampai dengan 140. Di samping memiliki IQ
 tinggi, juga bakatnya yang sangat menonjol, seperti ; bakat seni musik, drama, dan
 ahli    dalam   memimpin     masyarakat.   Anak    gifted   diantaranya   memiliki
karakteristik; mempunyai perhatian terhadap sains, serba ingin tahu, imajinasinya
 kuat, senang membaca, dan senang akan koleksi.
3. Superior

     Anak superior tingkat kecerdasannya berkisar antara 110 sampai dengan 125
 sehingga prestasi belajarnya cukup tinggi. Anak superior memiliki karakteristik
 sebagai berikut; dapat berbicara lebih dini, dapat membaca lebih awal, dapat
 mengerjakan pekerjaan sekolah dengan mudah dan dapat perhatian dari
 temantemannya. Secara umum anak berbakat memiliki kemampuan yang tinggi
 jika dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya.
     Hasil studi lain menemukan bahwa “Anak-anak berbakat memiliki
 karakteristik belajar yang berbeda dengan anak-anak normal. Mereka cenderung
 memiliki kelebihan menonjol dalam kosa kata dan menggunakannya secara luwes,
 memiliki informasi yang kaya, cepat dalam menguasai bahan pelajaran, cepat
 dalam memahami hubungan antar fakta, mudah memahami dalil-dalil dan
 formulaformula, tajam kemampuan analisisnya, membaca banyak bahan bacaan
 (gemar membaca), peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, kritis dan
 memiliki rasa ingin yang sangat besar.



E. DAMPAK DARI ANAK BERBAKAT

       Dampak dari segi prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik,
 psikologis, akademik dan sosial.

 1. Prestasi fisik yang dapat dicapai oleh anak-anak berbakat ialah mereka
    memiliki daya tahan tubuh yang prima serta koordinasi gerak fisik yang
    harmonis (French, 1959).

    Anak berbakat mampu berjalan dan berbicara lebih awal dibandingkan dengan
    masa berjalan anak-anak normal (Swanson, 1979).

 2. Prestasi psikologis anak berbakat memiliki kemampuan emosi yang unggul dan
    secara sosial pada umumnya mereka adalah anak-anak yang populer serta lebih
    mudah diterima (Gearheart, Heward,1980).
3. Prestasi akademik, anak berbakat pada dasarnya memiliki sistem syaraf pusat
    (otak dan spinal cord) yang prima. Oleh karena itu anak-anak berbakat dapat
    mencapai tingkat kognitif yang tinggi. Menurut Bloom kognitif tingkat tinggi
    meliputi berfikir aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi dan kognitif tingkat rendah
    terdiri dari berfikir mengetahui dan komprehensif.

     Selain memiliki keunggulan-keunggulan diatas anak-anak berbakat
 mempunyai dampak dalam karakteristik yang negatif (menurut Swassing):

 1. Mampu mengaktualisasikan pernyataan secara fisik berdasarkan pemahaman
    pengetahuan yang sedikit

 2. Dapat mendominasi diskusi

 3. Tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya

 4. Sukaribut

 5. Memilih kegiatan membaca dari pada berparfsipasi aktif dalam kegiatan
    masyarakat, atau kegiatan fisik

 6. Suka melawan aturan, petunjuk-petunjuk atau prosedur tertentu

 7. Jika memimpin diskusi akan membawa situasi diskusi ke situasi yang harus
    selalu tuntas.

 8. Frustasi disebabkan tidak jalannya aktivitas sehari-hari

 9. Menjadi bosan karena banyak hal yang diulang-ulang



F. KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
    Keanekaragaman yang ditemui diantara anak-anak termasuk anak berbakat
mencerminkan jenis dan jumlah adaptasi yang perlu diadakan sekolah untuk
memenuhi kebutuhan khusus mereka. Kebutuhan pendidikan anak berbakat dapat
ditinjau dari 2 kepentingan berikut.
1. Kebutuhan Pendidikan dari Segi Anak Berbakat itu Sendiri
         Oleh karena potensi yang dimiliki anak berbakat sedemikian hebatnya jika
   dibandingkan dengan anak biasa maka untuk mengembangkan potensinya
   mereka membutuhkan hal-hal berikut ini.
a. Anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensinya
     melalui penggunaan fungsi otak yang efektif dan efisien. Mereka tetap
     membutuhkan pengembangan fungsi otaknya walaupun telah memiliki otak
     yang hebat. Apalagi penggunaan kapasitas otak itu hanya 5% dari fungsi
     keseluruhannya (Conny Semiawan, 1995). Melalui pendidikan terjadi
     interaksi antara potensi bawaan individu dengan lingkungannya.
  b. Membutuhkan peluang untuk dapat berinteraksi dengan anak-anak lainnya
     sehingga mereka tidak menjadi manusia yang memiliki superioritas
     intelektual saja tetapi merupakan manusia yang mempunyai tingkat
     penyesuaian yang tinggi pula.
  c. Membutuhkan peluang untuk mengembangkan kreativitas dan motivasi
     internal untuk belajar berprestasi karena usaha pengembangan anak berbakat
     tidak semata-mata hanya pada aspek kecerdasan saja.
       Dengan memenuhi kebutuhan tersebut diharapkan anak berbakat          tidak
 hanya menjadi insan yang superior karena gagasan dan pemikirannya yang
 cemerlang, tetapi ia juga dapat menjadi manusia harmonis dalam bergaul. Anak
 berbakat adalah individu yang utuh yang dalam kesehariannya membutuhkan
 orang lain.


2. Kebutuhan Pendidikan yang Berkaitan dengan Kepentingan Masyarakat
        Kehadiran anak berbakat dengan potensinya yang bermakna sangatlah
  merugikan jika potensi yang dimiliki anak tersebut tidak diakomodasi dan
  didorong untuk berkembang sehingga dapat berguna dalam pengembangan
  bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan anak berbakat membutuhkan
  dukungan dari masyarakat, antara lain sebagai berikut.
 a. Membutuhkan kepedulian dari masyarakat terhadap pengembangan potensi
    anak berbakat. Apabila kepedulian ini kurang atau tidak ada maka potensi anak
    tersebut menjadi mubazir, maksudnya anak berbakat berada di bawah potensi
    kemampuannya. Kepedulian ini digambarkan oleh Moh. Amin (1996) dengan
    mengatakan bahwa sejak dahulu Plato telah menyerukan agar anak-anak
    berbakat dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan akan menjadi
    pemimpin dalam segala bidang.
b. Membutuhkan pengembangan sumber daya manusia berbakat. Usaha
       pengembangan sumber daya manusia berbakat merupakan pengakomodasian
       serta pengembangan aset bangsa karena anak-berbakat ini dapat menjadi
       penopang dan pendorong kemajuan bangsa karena potensi yang dimilikinya
       berkembang secara optimal.
 c. Anak berbakat membutuhkan keserasian antara kemampuannya dengan
       pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan perlu mewujudkan lingkungan
       yang kaya pengalaman sehingga dapat memenuhi perkembangan anak
       berbakat. Anak-anak berbakat memiliki perspektif masa depan yang jauh
       berbeda dengan orang lain.
 d. Membutuhkan usaha untuk mewujudkan kemampuan anak berbakat secara
       nyata (rill) melalui latihan yang sesuai dengan segi keberbakatan anak berbakat
       itu sendiri.



G. FENOMENA ANAK BERBAKAT DAN PENANGANANNYA

 “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
 memperoleh pendidikan khusus” (Pasal 5, ayat 4).

 Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
 pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya” (pasal
 12, ayat 1b).

 (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional)

 Mengapa keberadaan anak berbakat terkadang luput dari perhatian pihak
 sekolah? Setidaknya ada dua alasan untuk bisa menjelaskannya, yaitu :

  1.        Generalisir bukan uniquely

             Perlakuan guru sebagai personal maupun sekolah sebagai lembaga masih
       memperlakukan siswa sama halnya seperti tukang sablon kaos. Setiap baju
       harus disablon dengan warna, gambar dan model yang sama, sehingga
       terciptalah ribuan baju yang sama dengan proses yang sama pula. Padahal
       kenyataanya tidak semua baju bisa disablon, sablon hanya cocok dengan baju
       berbahan kaos, itupun tidak semua kaos cocok untuk disablon.
Artinya perlakuan yang sama terhadap semua siswa akan memandulkan
 potensi anak itu sendiri. Seperti anak yang diibaratkan kaos rombeng compang
 camping,   yaitu   anak    yang   kesehariannya    sama    sekali   tidak   ada
 keistimewaaanya, sering jadi “trouble maker”, selalu mendapat nilai jelek, bila
 terus dipaksakan disablon seperti kaos yang lainnya, maka hasilnya tak akan
 bagus, malah sebaliknya.

      Begitu pula dengan anak berbakat yang diibaratkan baju safari, bila
 diperlakukan sama seperti kaos yang lain dengan disablon maka akan merusak
 baju safari tadi. Kesimpulannya setiap siswa adalah unik, jangan digeneralisir.
 Proseslah mereka sesuai dengan potensi dan bakatnya masing-masing
 seharusnya : uniquely bukan generalisir !

2. Pemahaman keliru

      Banyak orang dewasa menghargai prestasi anak hanya dari tingginya
 nilai raport, sebaliknya anak akan kurang mendapat apresiasi bila semua nilai
 di raportnya jeblok, seakan tidak ada kebanggan di sana. Padahal siapa tahu
 diantara anak yang nilainya jeblok itu terdapat anak yang berbakat. Berapa
 banyak anak berbakat yang memiliki kecerdasan naturalis dan berpotensi
 menjadi ahli botani, animalogi atau peneliti. Namun, karena tak bisa
 menjawab perhitungan rumit matematika atau tak kuasa menghafal tahun dan
 peristiwa bersejarah, maka ia luput dari perhatian orang dewasa di sekitarnya.
 Atau anak yang dicap pendiam, menarik diri, pemalu dengan prestasi yang
 biasa-biasa saja, padahal sebenarnya ia adalah anak berbakat yang memiliki
 kecerdasan eksistensial, laiknya plato atau Socrates! Jadi tak selamanya anak
 berbakat hanyalah sekumpulan anak dengan IQ tinggi, bisa menghitung cepat,
 mampu merecall semua data entry, dsb. Sebagai contoh; Galang Rambu Anarki
 putra Iwan Fals, sama sekali tidak menonjol di sekolah, semua nilainya hancur,
 sekolahpun jarang masuk. Namun di usia sangat muda (SD) ia sudah bisa
 memainkan berbagai alat musik, membuat lagu, mengaransemen, dan tampil di
 berbagai panggung. Artinya ia adalah anak berbakat di bidangnya yaitu musik.
 Demikian pula dengan Ali (bukan nama sebenarnya) kapten tim kesebelasan
AC   Milan    Indonesia   yang   berhasil   menjuarai   turnamen    sepakbola
       Internasioanal di Italia. Ia adalah anak dari orang tua tidak mampu, dengan
       prestasi sekolah yang tidak baik pula. Tapi sebenarnya ia adalah anak berbakat
       di bidangnya, yaitu sepak bola. Jadi, ubahlah paradigma bahwa anak berbakat
       hanyalah anak yang memiliki prestasi akedemis yang tinggi di sekolah.

H. SOLUSI ANAK BERBAKAT

         Anak berbakat akan merasa frustasi bila diperlakukan sama dengan anak
 lainnya, seperti perumpamaan “sablon kaos” di atas. Robert Boyle, bapak ilmu
 kimia yang menemukan “Hukum Boyle” saja memutuskan untuk keluar SD,
 karena merasa bosan dan jenuh di sekolah karena dalam banyak hal pemikiran dan
 kemampuannya di atas teman-temannya, bahkan guru-gurunya pun merasa
 kewalahan dengan sikap kritisnya. Oleh karenanya harus ada penanganan khusus
 bagi anak anak berbakat, seperti :

 1) Menyiapkan perangkat khusus di sekolah bagi anak berbakat, sehingga tanpa
    harus dipisahkan dari anak lainnya, kemampuan dan bakatnya tetap dapat
    dimaksimalkan

 2) Program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat

 3) Home-schooling, pendidikan non formal di luar sekolah (Thomas Alva
    Edison, Hellen Keller, Robert Boyle adalah siswa home schooling di
    masanya)

 4) Menyiapkan guru yang dapat melakukan pendekatan individual, walau harus
    mengajar di kelas konvensional, dilengkapi dengan program sekolah yang
    jelas sofe ware/hard warenya.

 5) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat.

         Kelimanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun
 setidaknya ada usaha untuk tidakterjadi proses pembiaran terhadap para anak
 berbakat ini, sehingga bakat dan potensinya tidak hilang percuma.



  I.          JENIS-JENIS LAYANAN BAGI ANAK BERBAKAT
Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam memberi layanan
 kepada anak berbakat adalah sebagai berikut.
1. Komponen sebagai Persiapan Penentuan Jenis Layanan
      Sebelum menentukan jenis layanan pendidikan bagi anak berbakat, perlu
 memperhatikan beberapa hal yang penting, antara lain sebagai berikut.
 a. Pengidentifikasian anak berbakat
        Mengidentifikasi anak berbakat bukanlah hal yang mudah. Oleh karena
   banyak anak-anak berbakat di sekolah tidak menampakkan bakat mereka dan
   tidak dipupuk. Banyak diantara mereka berasal dari golongan ekonomi rendah,
   mengalami masalah emosional yang menyamarkan kemampuan intelektualnya
   atau subkultur yang menekan kemampuan bicara. Langkah pertama dalam
   pengenalan anak berbakat adalah menentukan alasan atau sebab untuk mencari
   mereka. Jika kita memilih kelompok matematika maka pendekatan akan
   berlainan kalau kita mencari siswa yang mempunyai keterampilan menulis
   kreatif atau untuk kemampuan seni pementasan, kepemimpinan, dan lain-lain.
        Alat-alat yang digunakan dalam identifikasi berfokus pada beberapa hal,
   seperti yang dikemukakan oleh Kirk (1986), yaitu kelancaran (kemampuan
   untuk memberikan jawaban bagi pertanyaan yang diberikan), kelenturan
   (kemampuan untuk memberikan berbagai macam jawaban atau beralih dari
   satu macam respons ke respons yang lain), dan kemurnian (kemampuan untuk
   memberikan respons yang unik dan layak). Namun, hal-hal yang ditemukan
   oleh guru, orang tua, perlu dicek dengan tes standar dan pengukuran
   kemampuan objektif lainnya oleh para ahli dalam bidang tersebut.
        Selanjutnya Renzulli, dkk., seperti dikutip Conny Semiawan (1995)
   mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat harus mewakili kawasan-
   kawasan kemampuan intelektual umum, komitmen terhadap tugas, dan
   kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus dipengaruhi oleh
   motivasi yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya dan ketiga dimensi itu
   saling berhubungan. Prosedur identifikasi dengan sendirinya memperhatikan
   faktor intelektual dan non intelektual. Pendekatan Renzulli ini penting karena
   dapat membedakan anak-anak berbakat dari mereka yang biasa-biasa saja
   terutama dilihat dari faktor motivasi dan kreativitas.
b. Tujuan umum pendidikan anak berbakat
        Tujuan program pendidikan anak berbakat adalah (1) anak-anak berbakat
  harus menguasai sistem konseptual yang penting ada pada tingkat kemampuan
  mereka dalam berbagai bidang mata pelajaran, (2) anak-anak berbakat harus
  mengembangkan keterampilan dan strategi yang memungkinkan mereka
  menjadi mandiri, kreatif, dan memenuhi kebutuhan dirinya, dan (3) anak-anak
  berbakat harus mengembangkan suatu kesenangan dan kegairahan tentang
  belajar yang akan membawa mereka melalui kerja keras dan kerutinan yang
  merupakan bagian proses yang tidak dapat dihindarkan (Samuel A. Kirk, 1986).


 c. Kebutuhan pendidikan anak berbakat baik itu kepentingan individu anak
   berbakat itu sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat
      Dari analisis komponen-komponen tersebut diciptakan jenis         layanan
   pendidikan yang merupakan alternatif dalam implementasi pendidikannya.


2. Komponen sebagai Alternatif Implementasi Jenis Layanan
      Berikut ini akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan implementasi
 layanan pendidikan anak berbakat.
a. Ciri Khas Layanan yang sesuai dengan Kebutuhan Anak Berbakat
  1) Adaptasi lingkungan belajar
           Ada beberapa alasan dalam mengadaptasi lingkungan belajar, yaitu (a)
     untuk memberi kesempatan anak berbakat dalam berinteraksi dengan teman
     yang seusia, (b) untuk memudahkan guru dalam mengajar karena
     berkurangnya keanekaragaman siswa, dan (c) untuk menempatkan siswa
     berbakat dengan pengajar yang yang mempunyai keahlian khusus dalam
     menangani anak berbakat. Sehubungan dengan adaptasi lingkungan belajar
     ini Gallagher, dkk. (1983) mengemukakan ada beberapa cara sebagai berikut.
     a) Kelas pengayaan, guru kelas melaksanakan suatu program tanpa bantuan
        petugas dari luar.
     b) Guru konsultan, pelaksanaan program pengajaran dalam kelas biasa
        dengan bantuan konsultan khusus yang terlatih.
c) Ruangan sumber belajar, siswa berbakat meninggalkan ruang kelas biasa
     ke ruangan sumber untuk menerima pengajaran dari guru yang terlatih.
  d) Studi mandiri, siswa memilih proyek-proyek dan mengerjakannya di
     bawah pengawasan seorang guru yang berwewenang.
  e) Kelas khusus, siswa berbakat dikelompokkan bersama-sama di sekolah
     dan diajar oleh guru yang dilatih khusus.
  f) Sekolah khusus, siswa berbakat menerima pengajaran di sekolah
     khusus dengan staf guru yang dilatih secara khusus.
        Selanjutnya,   Utami    Munandar     (1996)   mengemukakan     bahwa
  alternatif lingkungan belajar/tempat belajar anak berbakat dapat berupa
  sekolah unggulan yang dapat menampung anak-anak berprestasi tinggi
  dari daerah sekitarnya. Di sekolah unggulan itu mereka dihadapkan
  dengan program yang memungkinkan akselerasi dan pengayaan.


2) Adaptasi Program
     Adaptasi program dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya sebagai
 berikut.
 a) Melalui percepatan/akselerasi siswa
    Stanley (1979) mengemukakan beberapa cara percepatan, yaitu:
 (1) pemasukan ke sekolah pada usia dini, anak yang memperlihatkan
     kematangan sosial dan intelektual diperbolehkan memasuki Taman Kanak-
     kanak pada usia lebih muda dari anak pada umumnya;
 (2) pelompatan tingkat/kelas, anak dengan cepat naik kelas pada kelas/tingkat
     berikutnya walaupun belum saatnya kenaikan kelas;
 (3) percepatan materi, anak mengikuti materi standar dengan waktu yang
     lebih singkat, misalnya belajar di Sekolah Menengah Pertama hanya dua
     tahun;
 (4) penempatan yang maju, siswa mengambil pelajaran di Perguruan
     Tinggi sementara ia masih di Sekolah Menengah Atas; dan
 (5) pemasukan ke Perguruan Tinggi yang lebih awal, seorang siswa yang
     sangat maju bisa masuk Perguruan Tinggi dalam usia 13, 14 atau 15 tahun.

 b) Melalui pengayaan
Pengayaan isi (mata pelajaran) memberi kesempatan pada siswa untuk
 mempelajari materi secara luas, seperti menggunakan ilustrasi khusus,
 membuat contoh-contoh, memperkaya pandangan, dan menemukan sesuatu.
c) Pencanggihan materi pelajaran

          Materi pelajaran harus menantang anak berbakat untuk menggunakan
 pemikiran yang tinggi agar mengerti ide, dan memiliki abstraksi yang tinggi.
 Materi pencanggihan ini tidak terdapat dalam kurikulum/program pendidikan
 biasa.
d) Pembaruan

          Pembaruan isi pelajaran adalah pengenalan materi yang biasanya tak
 akan muncul dalam kurikulum umum karena keterbatasan               waktu atau
 abstraknya sifat isi pelajaran. Tujuan pembaruan ini ialah untuk membantu
 anak-anak berbakat menguasai ide-ide yang penting. Jenis pembaruan materi
 pelajaran, misalnya guru mengajak siswa untuk memikirkan konsekuensi
 kemajuan teknologi (AC, komputer, TV, dan lain-lain).
e) Modifikasi kurikulum sebagai alternatif
  (1) Kurikulum plus
          Herry Widyastono (1996) mengemukakan bahwa kurikulum plus
          dikembangkan dari kurikulum umum (nasional) yang diperluas dan
          diperdalam (pengayaan horizontal dan vertikal), agar siswa mampu
          memanifestasikan (mewujudkan) potensi proses berpikir tingkat tinggi
          (analisis, sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah) yang dimiliki,
          tidak sekadar proses berpikir tingkat rendah (ingatan/pengetahuan,
          pemahaman, dan penerapan), seperti anak pada umumnya yang sebaya
          dengannya.
  (2) Kurikulum berdiferensiasi
          Conny    Semiawan     (1995)    mengemukakan      bahwa    kurikulum
          berdiferensiasi dirancang dengan mengacu pada penanjakan kehidupan
          mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan kreativitas
          serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual tingkat tinggi.
          Kurikulum ini tidak memerlukan sekolah khusus anak berbakat. Dalam
          model ini, anak berbakat yang menonjol dalam bidang tertentu bisa
memperoleh materi yang lebih banyak sehingga bakatnya menonjol.
           Dalam pengayaan, bukan materi dan jam pelajarannya yang ditambah
           secara kuantitatif tetapi yang paling penting adalah suatu desain yang
           secara kualitatif berbeda dengan anak normal.
           Kurikulum ini memungkinkan guru untuk mendiferensiasi kurikulum
           tanpa mengganggu kelancaran pembelajaran di dalam kelas.


b. Strategi Pembelajaran dan Model Layanan

 1) Strategi pembelajaran
      Strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berbakat sangat
  mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Beberapa hal yang perlu
  diperhatikan dalam menentukan strategi pembelajaran adalah sebagai berikut.
  a) Pembelajaran anak berbakat harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat
     kompleksitas yang lebih sesuai dengan kemampuannya yang lebih tinggi dari
     anak normal.
  b) Pembelajaran pada anak berbakat tidak saja mengembangkan kecerdasan
     intelektual semata, tetapi pengembangan kecerdasan emosional juga patut
     mendapat perhatian. Utami Munandar (1996) mengemukakan bahwa
     kreativitas dan motivasi internal anak berbakat perlu dikembangkan untuk
     belajar berprestasi.
  c) Pembelajaran anak berbakat berorientasi pada modifikasi proses, isi/content,
     dan      produk.   Sehubungan    dengan     itu,      M. Soleh       YAI (1996)
     mengemukakan 3 jenis modifikasi sebagai berikut. Modifikasi proses adalah
     metodologi atau cara guru mengajar termasuk cara mempresentasikan isi
     materi kepada siswa yang berorientasi kepada berpikir tingkat tinggi,
     banyak      pilihan, mengupayakan penemuan, mendukung penalaran atau
     argumentasi, kebebasan memilih, interaksi kelompok dan simulasi, serta
     kecepatan dan variasi proses. Modifikasi isi adalah modifikasi dalam
     materi     pembelajaran   baik berupa     ide,       konsep       maupun    fakta.
     Pembelajaran dimulai dari hal yang konkret, menuju ke hal yang kompleks,
     abstrak dan bervariasi. Modifikasi   produk        atau   hasil   adalah   produk
     kurikulum yang tidak dapat dipisahkan dari isi materi dan proses
pembelajaran yang dikembangkan dan merupakan hasil dari proses yang
      dievaluasi untuk menentukan efektivitas satu program.


2) Model-model layanan
  Model-model layanan yang dimaksud dalam tulisan adalah ini model yang
  mengarah     pada    perkembangan        anak   berbakat    diantaranya   layanan
  perkembangan kognitif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus. Berikut
  ini akan dikemukakan apa dan bagaimana implementasi dari model-model itu
  (adaptasi dari Conny Semiawan, 1995):
  a) Model layanan kognitif-afektif
         Sasaran akhir dari model ini adalah pengembangan bakat. Oleh karena
   itu, dalam proses pembelajaran sangat memperhitungkan kreativitas dan sisi
   kognitif afektif yang merupakan dinamika dari proses perkembangan bakat
   tersebut. Metode atau cara dalam melaksanakan model tersebut, yaitu dengan
   cara pemberian stimulus langsung pada belahan otak kanan, dan metode tak
   langsung dengan menghayati pengalaman belajar atau percakapan tertentu
   secara mendalam.
  b) Model layanan perkembangan moral
         Sasaran   model    ini   adalah    tercapainya   kemandirian   moral   atau
   tanggung jawab moral yang diperoleh melalui sosialisasi dan individualisasi
   dalam kaitan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai
   makhluk individu ia berhak mencipta, menyatakan diri secara mandiri,
   namun sebagai makhluk sosial ia harus dapat meletakkan kepentingannya
   dalam kepentingan masyarakat. Pendidikan moral anak berbakat seyogianya
   harus jauh lebih luas dari yang diperoleh di kelas. Usaha mengimplementasikan
   model ini adalah sekolah harus menciptakan suasana dengan mengacu pada
   kemampuan berpikir, yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip dan
   kepedulian terhadap yang lain. Oleh karena itu, Vare dalam Khatana, 1992
   mengusulkan strategi untuk mengembangkan moral adalah: mengadakan
   diskusi dengan teman sebaya mengenai dilema atau klarifikasi nilai,
   membaca hasil penelitian tentang moral, bermain peran, simulasi, drama kreatif
   dan permainan, penelitian kelompok atau kelas mengenai ketentuan hukum
(strategi yuridisprudensial),    dan diskusi dengan lingkungan masyarakat
   tentang isu sekolah.
c) Model perkembangan nilai
         Model ini memperhatikan peranan kehidupan afektif (emosional) sehari-
   hari, seperti rasa senang, sedih, takut, bangga, malu, rasa bersalah, dan
   bosan. Perasaan-perasaan ini membentuk sikap seseorang dan sebaliknya
   perkembangan      nilai   erat   hubungannya dengan perkembangan sikap dan
   merupakan kerangka pembentukan moral seseorang. Oleh karena itu, strategi
   pengembangan nilai erat kaitannya dengan strategi perkembangan moral.
d) Layanan berbagai bidang khusus
  Bidang-bidang khusus ini adalah kepemimpinan, seni rupa dan seni pertunjukan.
  (1) Kepemimpinan
     Kepemimpinan menurut Stogdill (1977) adalah kemampuan, hasil belajar,
     tanggung jawab, partisipasi, status, dan situasi.
     (a) Kemampuan kepemimpinan terkait dengan inteligensia, kepekaan dan
         penilaian. Sifat-sifat ini dapat diamati dalam kegiatan    ekstrakurikuler
         (bagi anak remaja).
     (b) Hasil belajar, terkait dengan pengetahuan, kemajuan persekolahan atau
         data authentic. Hal ini dapat dilatih dibangku sekolah melalui
         berbagai pengalaman belajar dan dapat dilihat dari kinerja pesertanya.
     (c) Tanggung jawab, terkait dengan prakarsa, percaya diri dan keinginan
         melebihi teman-temannya. Ini dapat dilatih melalui tugas kelompok, dan
         tugas konstruksi tertentu yang dapat       menampilkan   keinginan   untuk
         melebihi, dan mudah dapat diciptakan.
     (d) Partisipasi, menunjuk pada keaktifan, keluwesan, bergaul, kerja sama,
         kemampuan menyesuaikan diri dan humor. Kemampuan itu dapat
         dilatihkan melalui berbagai permainan, seperti penugasan membuat
         karangan tentang diri sendiri yang dapat menampilkan sifat kepemimpinan
         tersebut.
     (e) Status, terkait dengan potensi sosial ekonomis dan popularitas. Hal ini
         dapat diamati dalam pergaulan sehari-hari.
(f) Situasi, terkait dengan tingkat mental, keterampilan, kebutuhan, dan
         interest. Biasanya informasi tentang kualitas situasi ini diperoleh melalui
         analisis sosiometrik.
  (2) Kelompok seni dan pertunjukan
           Seni rupa dan pertunjukan adalah sifat-sifat pribadi khusus dan
     produktivitas. Pendekatan biasanya dilakukan melalui pengamatan dan layanan
     bersifat khusus melalui kinerja atau pertunjukan. Layanan perilaku musik dapat
     diadakan dengan menyelesaikan melodi musik menurut fantasinya sendiri,
     meniru langsung tanpa tanda baca not balok di alat music tertentu, latihan
     irama, mengingat lagu atau melodi tertentu tersebut.


c. Layanan perkembangan kreativitas
  Pengembangan kreativitas terdiri dari beberapa tingkat, seperti berikut.
  1) Tingkat kreativitas pertama, ditandai oleh fleksibilitas, originalities, serta
     keterbukaan terhadap masalah yang disertai keberanian mengambil risiko.
     Latihannya adalah berilah secarik kertas kepada anak dengan pertanyaan
     ”Siapa Anda”. Tugasilah anak menulis sembilan jawaban tentang dirinya yang
     tidak boleh dilihat oleh temannya. Suruhlah mereka periksa secara cermat,
     barangkali ada jawaban yang ingin diubahnya karena dirasakannya tidak
     sesuai dengan dirinya. Setelah selesai bagilah murid menjadi 5 atau 8 orang per
     kelompok dan suruhlah mereka saling membicarakan jawabannya. Tujuannya
     adalah untuk saling menghayati keunikan dirinya. Selanjutnya dapat diberi
     pertanyaan secara terbuka.
  2) Tingkat kreativitas kedua, ditandai oleh adanya pemetaan masalah dengan
     mencari pemecahan masalah secara teratur (organized). Misalnya, “Lima
     hari sekolah” dapat dipetakan dalam kelompok masalah dan bagaimana
     perlakukan subjek terhadap masalah tersebut. Kemudian, guru                    dapat
     memberikan beberapa pertanyaan yang menuntut pemikiran evaluatif atau
     aneh seperti persamaan dan perbedaan raksasa dan orang kerdil.
  3) Tingkat     kreativitas     ketiga,    dengan    mengadakan     perumusan    masalah
     berdasarkan asumsi tertentu, seperti mencari berbagai informasi tentang hal
     tertentu,   analisis      desain      yang   sistemik   serta   meramalkan   sesuatu
(hipotesis), membuktikan kebenaran suatu ramalan, dan membuat projek
       mandiri tentang topik tersebut. Selanjutnya, dapat dibuka berbagai pusat
       kegiatan, misalnya pusat sains dan pusat pengembangan pengabdian pada
       masyarakat.


d. Stimulasi imajinasi dan proses inkubasi
        Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengembangkan stimulasi imajinasi
  kreatif dan proses inkubasi.
  1) Stimulasi       imajinasi       kreatif    adalah    proses    mental      manusiawi     yang
       menjadikan semua kekuatan motif berprestasi untuk menstimulasi dan
       memberi energi pada tindakan kreatif. Hal ini dapat dilakukan dengan
       mengembangkan fungsi otak kiri dan faktor khusus, seperti kualitas
       suasana     rumah,     pola     asuh      ibu-anak   atau     bapak-anak,     komunikasi
       antarkeluarga sehingga terjadi interaksi anak dengan lingkungannya.
  2)     Proses inkubasi adalah tahap berpikir kreatif dan pengatasan masalah
       (problem solving) dimana fungs mental yang tadinya digerakkan oleh
       persiapan yang direncanakan secara intensif sehingga tercapai pemahaman
       yang mengarah pada pemecahan masalah.


e. Desain pembelajaran
         Sebagaimana         kita     ketahui     bahwa     anak      berbakat     terus-menerus
  memerlukan stimulus untuk mencapai perkembangan yang optimal. Oleh
  karena itu, kita perlu merencanakan desain pembelajaran yang khusus.
  Renzulli mengemukakan bahwa langkah-langkah penting untuk diperhatikan
  dalam mendesain pembelajaran adalah sebagai berikut: Seleksi dan latihan
  guru, pengembangan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan belajar dalam
  segi akademik maupun seni, prosedur identifikasi jamak, pematokan sasaran
  program,       orientasi    kerja     sama      antarpersonel,      rencana     evaluasi,    dan
  peningkatan administratif.
         Hal-hal     tersebut       dapat      dikelompokkan       menjadi   karakteristik     dan
  kebutuhan belajar anak, persiapan tenaga guru, pengembangan kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan anak, adanya kerja sama antarpersonel, pola
  administrasi, dan rencana evaluasi yang digunakan.
         Selanjutnya, dalam menentukan alternatif pembelajaran M. Soleh (1996)
  mengemukakan bahwa ada pilihan khusus, seperti (1) mengemas materi
  bidang studi tertentu agar sesuai dengan kebutuhan belajar anak berbakat,
  kemudian berangsur-angsur ke bidang studi lain; (2) melatih teknik mengajar
  tertentu kepada guru bidang studi seperti teknik pembelajaran pengembangan
  kreativitas; dan (3) mencobakan beberapa model pembelajaran di sekolah
  atau   daerah   tertentu    dan   jika   diperoleh   hasil   yang   baik,   kemudian
  menyebarluaskannya ke sekolah lain.


f. Evaluasi
         Proses evaluasi pada anak berbakat tidak berbeda dengan anak pada
  umumnya, namun karena kurikulum atau program pelajaran anak berbakat
  berbeda dalam cakupan dan tujuannya maka dibutuhkan penerapan evaluasi yang
  sesuai dengan keadaan tersebut.
         Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar anak berbakat.
  Sehubungan dengan hal itu Conny Semiawan (1987, 1992) mengemukakan bahwa
  instrumen dan prosedur yang digunakan mengacu pada ketuntasan belajar adalah
  pengejawantahan dari kekhususan layanan pendidikan anak berbakat, hasil umpan
  balik untuk keperluan tertentu, pemantulan tingkat kemantapan penguasaan suatu
  materi sesuai dengan sifat, keterampilan, dan kemampuan maupun kecepatan
  belajar seseorang. Model pengukuran seperti tersebut di atas adalah pengukuran
  acuan kriteria (criterion-reference). Sebaliknya ada pengukuran acuan norma yang
  membandingkan keberbakatan seseorang dengan temannya. Kedua cara tersebut
  tidak selalu menunjuk hasil akhir yang diinginkan, melainkan merupakan
  petunjuk bidang mana yang sudah dikuasai individu sehingga memberikan
  keterangan mengenai        taraf kemampuan yang dicapai tanpa tergantung pada
  kinerja temannya. Penting untuk diperhatikan bahwa sebaiknya disertai dengan
  saran mengenai model evaluasi yang perlu diterapkan,apakah tes atau nontes.



   J. PENERAPAN PENDIDIKAN KEBERBAKATAN DI INDONESIA
Meskipun secara jelas dicantumkan dalam Undang Undang No 2 tahun
1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai adanya hak bagi peserta
didik untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus bagi yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa, masih sedikit yang memenuhinya
bahkan dari sekolah milik pemerintah sekalipun.
     Sejarah pendidikan di Indonesia pada era orde baru mencatat berbagai
upaya dari berbagai tokoh pendidikan bangsa ini untuk menerapkan hakikat
pendidikan dan prinsip-prinsip demokratisasi pendidikan bagi anak-anak
berbakat, jauh sebelum dikeluarkannya peraturan perundang-undangan tersebut.
Misalnya seperti terdapat dalam uraian tentang perjalanan sejarah pengananan
anak-anak berbakat berikut :
1. Awal tahun 1970, di kenal istilah PP II (proyek perintis II) dilaksanakan oleh
  institud pertanian bogor. Mahasiswa yang di terima melalui jalur PP II di
  rekrut langsung dari sekolah asalnya tanpa mengikuti ujian masuk seperti
  mahasiswa biasa (reguler) gagasan ini datang dari prof.DR. Andi Hakim
  Nasution.
2. Tahun 1982, di pendidikan dasar dan menengah mulai di ujicobakan layanan
  pendidikan bagi anak berbakat. Proyek ini mencakup jenjang SD,SLTP,SMA
  yang berlokasi di perkotaan (jakarta) dan pedesaan (cianjur). Para siswa di
  identifikasi melalui proses tes dan nontes dengan bentuk pelayanan program
  pengayakan dan kelas kusus di luar waktu sekolah(puul out progame). Karena
  keterbatasan dana sekolah rintisan ini hanya mampu berjalan tiga tahun.
  3. Tahun 1987,merupakan tahun awal kebangkitan kesadaran sekolah swasta
  untuk “ melanjutkan layanan program anak pendidikan bagi anak berbakat”
  SD ade irma suryana nasution, jakarta dan sekolah-sekolah di bawah naungan
  al ashar kemang sifa budi, jakarta merupakan sekolah propor bagi pendidikan
  anak berbakat. Para siswa di seleksi dengan pendekatan konsep Renzuli.
4. Tahun 1989, Menhankam Jendral Benny Murdani menyarankan untuk
  mencari bibit unggul dari seluruh plosok nusantara dan sekaligus pendidiknya
  dalam suatu tempat kusus. Wujud gagasan ini berupa lahirnya SMU Taruna
  Nusantara di Malang yaitu sekolah berassrama yang menitiberatkan pada
  pengembangan potensi pribadi secara optimal termasuk kepemimpinan
5. Tahun ajaran 1994/1995, departemen pendidikan dan kebudayaan dibawah
  prof. DR. Wardiman djoyo negoro memperkenalkan konsep sekolah unggul/
  shcool of excellence. Konsep ini mengakomodasi kebutuhan siswa-siswi
  dalam katagori siwa cepat( fast learners), dan siswa berbakat(gifted) dari hasil
  penelitian oleh reni akbar hawadi, dkk. (1997 pada 20 smu unggulan di 16
  profinsi, terdapat 25 % siswa SMU unggulan yang memiliki taraf kecerdasan
  umum yang berfungsi di bawah rata-rata, sedangkan mereka yang memenuhi
  persaratan yang diminta (sebagai anak berbat dan siswa cepat) hanya 9.5%.
  Penegasan secara eksplisit dinyatakan pada pasal 24, yaitu setiap peserta
  didik pada satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai berikut :
         Ayat (1) mendapat perilakuan sesuai dengan bakat , minat dan
  kemampuanya.
         Ayat (2) mengikuti progam pendidikan yang bersangkutan dengan
  dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan
  diri, maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang
  telah diberlakukan;
         Ayat (6) menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari dari waktu
  yang                              telah                             ditentukan”
     Amanat tersebut ditinjak lanjuti dengan PP Nomor 28 tahun 1990 tentang
  pendidikan dasar dan Kep. Mendikbud nomor 0487/U/1992 untuk Sekolah
  Dasar. Dalam Kep. Mendikbut tersebut, pasal 15 ayat (2) menyatakan bahwa”
  pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat istimewa dan
  kecerdassan luar biasa dapat melalui jalur pendidikan sekolah dengan
  menyelenggarakan program percepatan, dengan ketentuan telah mengikuti
  pendidikan SD dengan sekurang-kurangnya lima tahun”
         Untuk SLTP di tindak lanjuti dengan Kep. Mendikbud nomor
  054/U/1993. Kep. Mendikbud pasal16 ayat (1) menyebutkan bahwa” siswa
  yang memiliki bakat istimewa dan kecerdassan luar biasa dapat
  menyelesaikan program belajar lebih awal dari yang telah ditentukan, dengan
  ketentuan telah mengikuti pendidikan SLTP sekurang-kurangnya dua tahun.”
     Sementara itu khusus pendidikan menengah , diatur dalam PP nomor29
  tahun 1990 yang ditindaklanjuti dengan Kep. Mendikbud nomor 054/U/1992
untuk SMU. DALAM Kep. Mendikbud tersebut , pasal 16 ayat (1)
   menyebutkan bahwa” siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdassan
   luar biasa dapat menyelesaikan program belajar lebih awal dari yang telah
   ditentukan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan SMU sekurang-
   kurangnya dua tahun.”
        Tingkat keseriusan pemerintah tampak dalam pemberian pelayanan
   pendidikan anak berbakat yag selalu dituangkan dalam GBHN periode lima
   tahunan. Dalam GBHN tahun 1998 dinyatakan bahwa “ peserta didik yang
   memiliki tingkat kecerdasan luar biasa mendapat perhatian dan pelajaran
   lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa
   mengabaikan potensi peserta didik lainya”.
        Bertolak dari amanat-amanat itu, Menteri Pendidikan Nasional pada
   Rakernas tahun 2000, yang bertepatan dengan hari pendidikan nasional
   mencanangkan program percepatan belajar untuk SD,SLTP, dan SMU.
        Pada tahun pelajaran 2001/2002, pemerintah, melalui direktorat
   pendidikan luar biasa, menetapkan kebijakan untuk melakukan sosialisasi
   atau melaksanakan pemetaan untuk sekolah yang mengajukan proposal untuk
   menyelenggarakan program percepatan belajar, khususnya di ibu kota
   beberapa propinsi yang diantara tujuannya adalah:
   1. Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki karakteristik
      khusus dari aspek kognitif dan afektifnya.
   2. Memenuhi hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan
      dirinya
   3. Memenuhi minat intelektual dan prespektif masa depan peserta didik
   4. Menyiapkan peserta didik menjadi pemimpin masa depan
   5. Menghargai peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar
      biasa untuk bisa menyelesaikan pendidikan lebih cepat
   6. Memacu kualitas atau mutu siswa dalam meningkatkan kecerdasan
      spiritual, intelektual, dan emosional secara berimbang
   7. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran peserta didik.


K. Permasalahan yang Dihadapi Anak Berbakat
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak berbakat di antaranya
adalah :
1. Labeling
Memberikan label pada anak berbakat bahwa ia berbakat dapat menimbulkan
harapan terhadap kemampuan anak tersebut dan dapat mengakibatkan beban
mental bilamana anak tersebut tidak dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh si
pemberi label.
2. Memberi nilai (grading) dalam bentuk angka
Pemberian angka bagi anak berbakat dapat menimbulkan permasalahan bilamana
angka yang dimilikinya tidak menggambarkan kemampuannya. Angka seringkali
tidak cermat, artinya sering kurang mencerminkan kemampuan yang sebenarnya.
Terutama bagi anak berbakat, penilaian
dalam bentuk angka turut berbicara, karena mereka sangat sensitive, angka ini
menjadi kepedulian yang besar yang kadangkala juga terlalu berlebihan. Oleh
karena itu, pemberian angka harus dilakukan secara hati-hati dan lebih mengacu
kepada penilaian berdasarkan criteria.
Mengatasi penilaian yang kurang cermat bagi anak berbakat dapat dilakukan
dengan self-diagnose. Pemeriksaan kembali pekerjaan dapat menjadikan siswa
menyadari apa kesalahannya dan mengapa kesalahan-kesalahan tersebut
dibuatnya.
3. Underachievement
Underachievement diantara anak berbakat adalah kinerja yang secara signifikan
berada di bawah potensinya (Kitano and Kirty, 1986). Hal ini dapat terjadi karena
anak berbakat mengalami berbagai tekanan baik dari rumah, sekolah maupun
teman sebayanya. Tekanan-tekanan yang
dialami anak berbakat antara lain :
a. Perasaan bahwa ia harus menjadi manusia sempurna dan sangat inteligen.
b. Keinginan untuk menjadi sangat kreatif dan luar biasa, yang kemudian
diterjemahkan sebagai manusia yang lain dari yang lain.
c. Kepedulian untuk dikagumi oleh teman sebaya karena penampilannya dan
popularitasnya. (Colangelo, 1991) Tekanan yang dialami anak berbakat
diinternalisasikan pada dirinya karena orang-orang disekitarnya telah mengagumi
mereka karena keluarbiasaan kemampuannya. Hal ini membuat mereka merasa
sulit untuk mencapai kemajuan bila tidak dipuji. Kekuatan intrinsic reinforcement
tergantung pada kekuatan extrinsic reinforcement.
4. Konsep diri
Konsep diri terbentuk bukan hanya dari bagaimana orang lain memandang tentang
dirinya, tetapi juga bagaimana dia sendiri menghayati pengalaman tersebut. Anak-
anak yang berbakat sangat ambivalent sikapnya terhadap keberbakatannya, dan
cenderung anak berbakat mempersepsikan dirinya secara positif, namun
mengganggap bahwa lingkungannya yaitu teman sebaya dan gurunya memiliki
pandangan negatif terhadap dirinya.


L. Bimbingan Karir Anak Berbakat
Karir merupakan suatu proses adaptasi seumur hidup yang terkait dengan
penyiapan diri terhadap kerja, dunia kerja dan berganti posisi kerja, maupun
meninggalkan dunia kerja. Karir mempersoalkan bagaimana seseorang bertindak
dalam setiap posisi yang ia duduki (Healy, 1982). Pengembangan karir merujuk
pada pilihan tertentu dari suatu alternative pilihan yang tersedia. Pilihan pekerjaan
tertentu harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki seseorang dengan
kecocokan dari tuntutan pekerjaannya. Hal yang harus diperhatikan dalam
pengembangan karir adalah adanya pemahaman, kemampuan dan ketetapan hati
terhadap pilihan karir, oleh karena itu seseorang yang menempuh karir harus :
1. Terbuka dan awas untuk mengenal kemungkinan-kemungkinan yang ada,
2. Mempergunakan kesempatan yang sesuai dengan kemampuan yang ada,
3. Menerapkan kemampuan dan mewujudkan diri usai memilih (Healy, 1982).
Anak berbakat harus belajar bagaimana memperoleh kemampuan menguasai
karirnya dan tidak mengalami kesulitan dalam menghadapinya. Super (1957
dalam Healy,1982) mengemukakan lima tahap karir yang umum berlaku, yaitu :
1. Masa pertumbuhan (0,0 – 14 tahun). Pada masa ini anak perlu memiliki
peralatan, kebiasaan teratur, kesadaran, pembentukan sikap dan kesempatan untuk
mulai meminati suatu karir tertentu,
2. Masa penjelajahan (eksplorasi) (15 – 24 tahun). Masa dimana remaja mengkaji
berbagai kesesuaian dari berbagai kemungkinan dalam mempersiapkan alternatif
tertentu.
3. Masa penegakan (25 – 44 tahun). Pada masa ini manusia dewasa muda
meningkatkan keterampilan dan kemampuannya untuk memastikan posisinya.
4. Masa mempertahankan (45 – 65 tahun). Merupakan masa konsolidasi dan
penyempurnaan kemampuan, pekerjaan dan kedudukannya.
5. Masa penurunan (65 tahun). Masa mengurangi kegiatan dan mempersiapkan
diri meninggalkan pekerjaan sehingga dapat
menggunakan sisa energinya untuk berbagai aktivitas dasar kehidupan lainnya.
Konsep tahap perkembangan karir ini menjadi dasar bagi pengembangan strategi
konseling karir. Bagi perkembangan kemampuan anak berbakat, stimulasi
lingkungan diperlukan dalam eskalasi ke arah berfungsinya tingkat tinggi
kreativitas dalam upaya pencapaian aktualisasi diri. Sampai dimana pengaruh
stimulasi ini memiliki efek minimum atau maksimum sangat tergantung dari
posisi individu dalam siklus tersebut . Eskalasi dari tahap perkembangan yang
satu ke tahap perkembangan berikutnya pada anak berbakat sering kali mengalami
diskontinuitas. Perkembangan kognitif maupun afektif untuk mencapai tingkat
kreativitas seringkali mengalami dysplasia, yaitu terjadi halangan (block) yang
mencegah eskalasi mencapai kreativitas. Dysplasia ini bisa bersifat tuggal ataupun
jamak, artinya bisa karena segi kognitifnya ketinggalan dalam perkembangan atau
karena segi afektifnya yang ketinggalan, ataupun karena kedua-duanya mengalami
keterlambatan dalam perkembangan. Upaya untuk meningkatkan proses eskalasi
mencapai    kreativitas   perlu   memperhatikan      pengatasan     diskontinuitas
perkembangan (developmental discontinuity). Penanganan konseling sedini
mugkin perlu dilakukan dalam mengatasi dysplasia yang mungkin dialami anak
berbakat yang dapat mengakibatkan terhambatnya kemampuan anak berbakat
untuk mencapai perkembangannya seoptimal mungkin. Perbedaan konseling karir
anak berbakat dengan anak lainnya dapat terlihat karena anak berbakat memiliki
karakteristik, kebutuhan, perkembangan dan permasalahan yang berbeda dengan
anak-anak lainnya, sehingga penanganannyapun perlu diberikan berbeda.
Penemuan berbagai masalah khas anak berbakat memunculkan fungsi konseling
anak berbakat yang berbeda dengan fungsi konseling anak lainnya. Hal yang
harus diperhatikan dalam fungsi konseling keberbakatan yaitu :
1. Konseling menjangkau lebih banyak orang daripada konselor dan konselie
sendiri, bahkan mencakup juga orang –orang yang tidak professional dalam
rangka membangun komunikasi yang baik antara lingkungan dan mereka yang
berbakat.
2. Rentangan waktu konseling tersebut juga mencakup jangka waktu yang
panjang, artinya penyelesaian persoalan memakan waktu lebih panjang dan
bahkan lebih sering menuntut tindak lanjut di luar jam konseling itu sendiri,
bahkan bisa mencakup seluruh waktu hidupnya. (Conny Semiawan, 1996).
Diskontinuitas dalam perkembangan yang dihadapi anak berbakat yang
disebabkan ketidakrataan dari akselerasinya tetap menuntut untuk mencapai
aktualisasi diri, oleh karena itu fungsi utama dari konseling keberbakatan adalah :
1. Membantu perkembangan pribadi anak berbakat dan membantu mengatasi
kendala-kendala emosional maupun kendala lingkungan
2. Membantu memaksimalkan kemajuan belajarnya dan penempatannya pada
perguruan tinggi, serta kemudian menempuh karir professional sesuai bakat dan
minatnya (Gourau, 1979 dalam Gallaghan, 1979). Kecemasan (anxiety), stress
maupun aspek emosional lainnya juga merupakan masalah yang acapkali dialami
anak berbakat, hal ini tentu saja akan sangat mengganggu perkembangan pribadi
anak berbakat mengambil keputusan (indecisiveness) mencapai kesehatan mental,
kreativitas dan aktualisasi diri. Situasi konseling karir dapat membantu anak
berbakat dalam menghadapi situasi-situasi psikologis yang dihadapinya. Jacoba
(1958, dalam Khatena, 1992) mengungkapkan perlu adanya penyesuaian yang
cocok terhadap kesehatan mental (appropriate adjustment toward mental health),
yaitu :
1. Adanya kesadaran diri tentang kecermatan, perasaan tentang diri dan identitas.
2. Konsep diri, proses motivasi dan investasi dalam kehidupan
3. Keseimbangan dan kekuatan psikis dalam individu, yaitu adanya tekanan pada
integrasi aspek kognitif dan penolakan terhadap stress
4. Pengaturan perilaku diri menjadi perilaku mandiri
5. Persepsi realita (persepsi dari distorsi kebutuhan dan sensitivitas sosial.
6. Penguatan lingkungan kemampuan, menyayangi pekerjaan dan permainan,
pandai bergaul, efisien dalam memenuhi tuntutan situasional, kemampuan
beradaptasi dan efisien dalam mengatasi masalah.
Interaksi-interaksi konseling dapat mencegah kendala-kendala emosional dengan
cara :
1. Pengembangan keterampilan interpersonal (interpersonal skills)
2. Penggunaan kemampuan intelektual (intellectual abilities), dan
3. Mekanisme penyesuaian (coping mechanism) yang lain.
a. Pengembangan keterampilan interpersonal
Bimbingan dalam hal ini diarahkan pada upaya membantu anak berbakat untuk
mampu meletakkan kepentingannya dalam kepentingan kelompok yang lebih luas
dengan bersikap jujur, bersungguh-sungguh, terarah namun diplomatis. Semakin
anak berbakat mampu mencapai kematangan intelektual, semakin cermat ia
mengamati sikap, inters dan kemampuan orang lain, sehingga terjadi interaksi
dengan cara yang lebih konstruktif.
b. Penggunaan kemampuan intelektual
Menurut Torrance (1965, dalam Khatena 1992) untuk membentuk perilaku
konstruktif, terutama dalam menghadapi stress, dibutuhkan kemampuan kognisi,
memori, berfikir konvergen, berfikir divergen dan evaluasi. Kognisi dapat
membantu individu mengenali situasi serius dengan mengambil tindakan adaptif
dengan    mengidentifikasi    komponen-komponennya.        Memori   merupakan
kemampuan yang sangat penting yang terkait dengan stress, dengan mengingat
kembali pengalaman yang menyebabkan stress dan perlakuannya pada saat itu,
pengalaman yang lalu dapat mempengaruhi situasi stress yang baru. Berfikir
konvergen merupakan cara yang termudah dan tercepat dalam mengatasi stress,
karena menganut konformitas kelompok Berfikir divergen berperan dalam upaya
menghadapi perubahan yang cepat dan bertubi-tubi yang dihadapi individu.
Dengan berfikir divergen, individu mampu mengalihkan dan memiliki
kemungkinan alternatif dalam menyelesaikan suatu masalah. Berfikir evaluatif
berperan untuk mengenali seberapa seriusnya suatu masalah atau situasi yang
dialami individu. Berfikir evaluatif mencakup hubungan dengan lingkungan dan
menstruktur situasi untuk mengantisipasi konsekuensi dari suatu tindakan. Dalam
pengambilan keputusan, individu mengenali dan menerima keterbatasan
kemampuan dalam situasi tertentu.
c. Mekanisme penyesuaian yang lain
Mekanisme lain yang dapat digunakan dalam upaya mengatasi masalah yang
menyebabkan stress, yaitu mengambil resiko atau menghindarinya, menguasai
atau mengalami kegagalan, memberi muatan melebihi kekuatan (overloading)
atau membongkar muatan (unloading), menyangkal kebutuhan (denying need),
atau berdamai, mendorong melanjutkan upaya mengatasi
masalah. Anak berbakat umumnya memiliki kemampuan untuk berani mengambil
resiko, namun ada kalanya muncul keraguan dalam mengambil suatu keputusan.
Konseling dapat dilakukan dalam upaya membantu anak berbakat untuk
mengambil keputusan sementara sebelum sampai pada suatu keputusan akhir.
Technique of limited commitment merupakan suatu cara yang dapat dilakukan
untuk memberi kesempatan pada anak berbakat untuk tidak menggunakan semua
sumber penyelesaian yang ada, melainkan memberikan beberapa alternatif yang
dipandang perlu. Konselor membantu anak berbakat dalam menguasai strategi
mengambil resiko atau menghindarinya dengan menunjukkan hubungan antara
tindakan dan konsekuensinya, dan merumuskan berbagai keterbatasan situasi
maupun keterbatasan kemampuan, di samping mengembangkan kebiasaan berfikir
tentang sebab dan sekuensi perilaku seseorang (Redl & Wattenburg, 1959,
Torrance, 1965 a, dalam Khatena, 1992) Pengalaman kerja perlu didahului oleh
berbagai persiapan kerja dan pengalaman belajar. Anak perlu dibekali pengalaman
ini dengan cara menstruktur dan merestruktur pengalaman kerja dengan
memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan untuk pengalaman yang akan
datang. Untuk mengatasi ketegangan yang dihadapi anak, dapat dilakukan dengan
cara “membongkar muatan”, yaitu dengan cara membiarkan anak berbicara bebas
menyatakan isi hatinya. Pemberian struktur terhadap ungkapan anak dapat berarti
memberikan pemahaman kepadanya yang mengakibatkan reorganisasi emosional.
Menstruktur dan merestruktur situasi dapat memberikan kemampuan mengatasi
masalah. Konflik antara kebutuhan dan tuntutan situasi dapat mengakibatkan
frustasi yang dapat menimbulkan penilaian yang kurang cermat dan kadang-
kadang seseorang menyangkal kebutuhannya. Informasi yang obyektif dan adanya
pengakuan bahwa dalam mengatasi masalah memerlukan energi dan upaya mental
yang lebih merupakan strategi-stategi yang perlu diimplementasikan dalam
pengambilan keputusan tertentu. Dorongan dan bantuan kelompok sangat
membantu anak berbakat untuk tidak putus asa dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya. Melalui proses konseling, anak berbakat ini dapat belajar bagaimana
menggunakan sumber-sumber pribadi seperti religi, nilai moral, humor,
penerimaan diri dan orang lain dengan lebih efektif. Dalam upaya membantu anak
berbakat mengambil suatu keputusan, maka konselor dapat menggunakan
pendekatan multipotensial (multipotential approach) yang memiliki 5 fase, yaitu :
kesiapan, kesadaran, penjelajahan, kajian realitas dan konfirmasi (Frederickson,
1979, dalam Khatena, 1992).
1. Kesiapan (readiness) merupakan fase pertama dalam mengambil suatu
keputusan. Untuk mengimplementasikan keputusan, individu harus mencapai
tingkat kematangan yang menjadikan dia bertanggung jawab terhadap keputusan
karirnya.
2. Kesadaran (awareness) merupakan tahap berikutnya dalam proses pengambilan
keputusan yang beranjak dari asumsi bahwa kesadaran diri dan kesadaran kerja
yang mendorong minat individu untuk memperoleh sikap dan keterampilan yang
diperlukan untuk pengembangan karir yang bermakna.
3. Eksplorasi (exploration) mencakup rencana yang sistematis inkuiri yang
menuntut reviu dan pengkajian berbagai alternatif okupasi
4. Kajian teoritis (reality-testing) terkait dengan pemantapan pilihan okupasi yang
berdasarkan pada dasar pengkajian resiko sumber dan semangat personal. Juga
mencakup pengalaman kerja yang disimulasikan ataupun yang nyata.
5. Konfirmasi (confirmation) merupakan suatu tahap akhir dalam proses
pengambilan keputusan tentang karir, yang disertai persiapan yang sesuai untuk
menperoleh pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan pekerjaan tertentu.
BAB III
                                  KESIMPULAN


A. Kesimpulan
       Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman yang memadai
  mengenai anak berbakat akan mendukung keberhasilan layanan pendidikan bagi
  anak-anak tersebut. Pengertian anak berbakat dalam perkembangannya telah
  mengalami perubahan dari pengertian yang berdasarkan pada pendekatan faktor
  tunggal (berdasarkan IQ) ke pendekatan yang bersifat multi dimensional (faktor
  jamak). Faktor tunggal menggunakan kriteria keberbakatan berdasarkan
  inteligensia yang tinggi, sedangkan faktor jamak menggunakan kriteria
  keberbakatan tidak semata-mata ditentukan oleh faktor inteligensia, tetapi juga
  hasil perpaduan atau hasil interaksi dengan lingkungan.
Demikian pula dalam memandang tentang karakteristik anak berbakat yang
tidak hanya ditinjau dari keberbakatan akademik, tetapi ditinjau pula dalam
keberbakatan sosial, emosional, penampilan dan pemeliharaan kesehatan. Anak
berbakat pada umumnya memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan anak-
anak normal sehingga mereka membutuhkan program dan layanan pendidikan
secara khusus dengan melalui adaptasi pendidikan bagi anak-anak berbakat
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian M. Soleh, dkk., populasi anak berbakat
adalah 3% dari anak seusianya dan 3-8 % dari mereka berada di sekolah biasa.
Dari data tersebut, sangat mungkin apabila di kelas-kelas kita akan hadir anak
berbakat yang selama ini dihadapkan dengan kurikulum yang umum dan waktu
belajar yang sama dengan teman sekelasnya atau dengan jenis layanan yang relatif
sama dengan teman sekelasnya. Alangkah ruginya anak berbakat jika dihadapkan
dengan situasi demikian secara terus-menerus.
      Kebutuhan pendidikan anak berbakat ditinjau dari kepentingan anak
berbakat      itu   sendiri   adalah   yang    berhubungan      dengan   pengembangan
potensinya yang hebat. Untuk mewujudkan potensi yang hebat itu anak berbakat
membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensi yang dimilikinya
melalui penggunaan fungsi otak, peluang untuk berinteraksi, dan pengembangan
kreativitas     dan    motivasi    internal    untuk      belajar berprestasi. Dari segi
kepentingan         masyarakat,    anak       berbakat     membutuhkan       kepedulian,
pengakomodasian, perwujudan lingkungan yang kaya dengan pengalaman, dan
kesempatan anak berbakat untuk berlatih secara nyata.
      Selanjutnya, dalam menentukan jenis layanan bagi anak berbakat perlu
memperhatikan beberapa komponen berikut. Komponen persiapan penentuan
jenis layanan, seperti Mengidentifikasi anak berbakat merupakan hal yang
tidak mudah karena banyak anak berbakat                    yang tidak     menampakkan
keberbakatannya dan tidak dipupuk. Untuk mengidentifikasi anak berbakat
Anda perlu menentukan alasan atau sebab mencari mereka sehingga dapat
menentukan alat identifikasi yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Tujuan
pendidikan anak berbakat adalah agar mereka menguasai sistem konseptual yang
penting       sesuai   dengan     kemampuannya,          memiliki   keterampilan   yang
menjadikannya mandiri dan kreatif, serta mengembangkan kesenangan dan
     kegairahan belajar untuk berprestasi.
              Selanjutnya, komponen alternatif implementasi layanan meliputi ciri khas
     layanan, strategi pembelajaran dan evaluasi. Hal-hal yang diperhatikan dalam ciri
     khas layanan adalah adaptasi lingkungan belajar, seperti usaha pengorganisasian
     tempat belajar (sekolah unggulan, kelas khusus, guru konsultan, ruang sumber).
     Selain itu, ada adaptasi program, seperti usaha pengayaan, percepatan,
     pencanggihan, dan pembaruan program, serta modifikasi kurikulum (kurikulum
     plus dan berdiferensiasi).
              Berkaitan dengan strategi pembelajaran bahwa strategi pembelajaran yang
     dipilih harus dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan non intelektual
     serta dapat mendorong cara belajar anak berbakat. Oleh karena itu, anak berbakat
     membutuhkan model layanan khusus, seperti bidang kognitif afektif,        moral,
     nilai,    kreativitas,   dan bidang-bidang khusus. Evaluasi pembelajaran anak
     berbakat menekankan pada pengukuran dengan acuan kriteria dan pengukuran
     acuan norma.




                                    DAFTAR PUSTAKA


Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI Press.


Wardani, dkk. 2008. Materi Pokok Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:
     Universitas Terbuka.
ANAK BERBAKAT
                    MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
        Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus
        Dosen : Dra. Hj. Entang Kartika, M.Pd.




                   Disusun Oleh :
Sri Wahyuni                (100    )
     Tita Novianty              (1003648)
     Vinni Hidayati             (100    )
     Viandari Maretty           (1003681 )
                                (100    )
                                (100    )


           Kelas D Semester 5


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
          KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
              BANDUNG
                     2012

Más contenido relacionado

La actualidad más candente

Perkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan bahasa peserta didikPerkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan bahasa peserta didik
Poetra Chebhungsu
 
Pembelajaran Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika di SD
Pembelajaran Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika di SDPembelajaran Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika di SD
Pembelajaran Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika di SD
NASuprawoto Sunardjo
 
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
Nur Arifaizal Basri
 
Bidang garapan manajemen pendidikan
Bidang garapan manajemen pendidikanBidang garapan manajemen pendidikan
Bidang garapan manajemen pendidikan
Indra Arrohman
 
Konsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikKonsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan Holistik
LSP3I
 

La actualidad más candente (20)

Perkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan bahasa peserta didikPerkembangan bahasa peserta didik
Perkembangan bahasa peserta didik
 
Pembelajaran Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika di SD
Pembelajaran Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika di SDPembelajaran Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika di SD
Pembelajaran Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika di SD
 
Hasil Observasi Anak Tunarungu
Hasil Observasi Anak TunarunguHasil Observasi Anak Tunarungu
Hasil Observasi Anak Tunarungu
 
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
TES, PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI (DINI&ORNELA)
 
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
6. RPL BIMBINGAN KLASIKAL (POP)
 
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)
 
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
 
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
STUDI KASUS (DIAGNOSIS,PROGNOSIS, TREATMENT, FOLLOW UP)
 
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
 
Kemampuan Awal Peserta Didik
Kemampuan Awal Peserta DidikKemampuan Awal Peserta Didik
Kemampuan Awal Peserta Didik
 
Peta konsep pertumbuhan dan perkembangan
Peta konsep pertumbuhan dan perkembanganPeta konsep pertumbuhan dan perkembangan
Peta konsep pertumbuhan dan perkembangan
 
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar Biasa
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar BiasaInstrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar Biasa
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar Biasa
 
Bidang garapan manajemen pendidikan
Bidang garapan manajemen pendidikanBidang garapan manajemen pendidikan
Bidang garapan manajemen pendidikan
 
Pengertian perencanaan pendidikan
Pengertian perencanaan pendidikanPengertian perencanaan pendidikan
Pengertian perencanaan pendidikan
 
Peta konsep evaluasi pengajaran
Peta konsep evaluasi pengajaranPeta konsep evaluasi pengajaran
Peta konsep evaluasi pengajaran
 
Makalah Tes dan Nontes
Makalah Tes dan NontesMakalah Tes dan Nontes
Makalah Tes dan Nontes
 
RPL BIMBINGAN KELOMPOK (POP)
RPL BIMBINGAN KELOMPOK (POP)RPL BIMBINGAN KELOMPOK (POP)
RPL BIMBINGAN KELOMPOK (POP)
 
CONTOH RPL POP
CONTOH RPL POPCONTOH RPL POP
CONTOH RPL POP
 
Konsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikKonsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan Holistik
 
“TEORI PERKEMBANGAN KARIR GINZBERG”
“TEORI PERKEMBANGAN KARIR GINZBERG”“TEORI PERKEMBANGAN KARIR GINZBERG”
“TEORI PERKEMBANGAN KARIR GINZBERG”
 

Destacado (9)

Makalah pendidikan anak berbakat mys
Makalah pendidikan anak berbakat mysMakalah pendidikan anak berbakat mys
Makalah pendidikan anak berbakat mys
 
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN ANAK BERBAKAT
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN ANAK BERBAKATANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN ANAK BERBAKAT
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN ANAK BERBAKAT
 
Akselerasi pembelajaran
Akselerasi pembelajaranAkselerasi pembelajaran
Akselerasi pembelajaran
 
As media studies evaluation (with word links)
As media studies evaluation (with word links)As media studies evaluation (with word links)
As media studies evaluation (with word links)
 
Buku saku psikologi anak berbakat
Buku saku psikologi anak berbakatBuku saku psikologi anak berbakat
Buku saku psikologi anak berbakat
 
JURNAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN PASIEN DALAM TINDAKAN KEMOTE...
JURNAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN PASIEN DALAM TINDAKAN KEMOTE...JURNAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN PASIEN DALAM TINDAKAN KEMOTE...
JURNAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN PASIEN DALAM TINDAKAN KEMOTE...
 
Power point makalah
Power point makalahPower point makalah
Power point makalah
 
Teori emosional emotif terapi
Teori emosional emotif terapi Teori emosional emotif terapi
Teori emosional emotif terapi
 
Totbahanajarkurikulum2013 131023083806-phpapp01
Totbahanajarkurikulum2013 131023083806-phpapp01Totbahanajarkurikulum2013 131023083806-phpapp01
Totbahanajarkurikulum2013 131023083806-phpapp01
 

Similar a Makalah anak berbakat jadiii

Perkembangan bakat khusus dan proses pembelajaran
Perkembangan bakat khusus dan proses pembelajaranPerkembangan bakat khusus dan proses pembelajaran
Perkembangan bakat khusus dan proses pembelajaran
Dedi Yulianto
 
PERKEMBANGAN BAKAT ANAK DAN CARA PENGUKURANNYA
PERKEMBANGAN BAKAT ANAK DAN CARA PENGUKURANNYAPERKEMBANGAN BAKAT ANAK DAN CARA PENGUKURANNYA
PERKEMBANGAN BAKAT ANAK DAN CARA PENGUKURANNYA
Wayan Permadi
 
Pendidikan sebagai pemangkin pembangunan kecermelangan insan dan negara
Pendidikan sebagai pemangkin pembangunan kecermelangan insan dan negaraPendidikan sebagai pemangkin pembangunan kecermelangan insan dan negara
Pendidikan sebagai pemangkin pembangunan kecermelangan insan dan negara
Linda Zain
 
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemStrategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Tjoetnyak Izzatie
 
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemStrategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Tjoetnyak Izzatie
 

Similar a Makalah anak berbakat jadiii (20)

Pendidikan ABK Modul 3.ppt
Pendidikan ABK Modul 3.pptPendidikan ABK Modul 3.ppt
Pendidikan ABK Modul 3.ppt
 
ABK MODUL 3.pptx
ABK MODUL 3.pptxABK MODUL 3.pptx
ABK MODUL 3.pptx
 
Perkembangan bakat khusus dan proses pembelajaran
Perkembangan bakat khusus dan proses pembelajaranPerkembangan bakat khusus dan proses pembelajaran
Perkembangan bakat khusus dan proses pembelajaran
 
Makalah ppd
Makalah ppdMakalah ppd
Makalah ppd
 
4 a13dd01
4 a13dd014 a13dd01
4 a13dd01
 
4 a13dd01
4 a13dd014 a13dd01
4 a13dd01
 
PERKEMBANGAN BAKAT ANAK DAN CARA PENGUKURANNYA
PERKEMBANGAN BAKAT ANAK DAN CARA PENGUKURANNYAPERKEMBANGAN BAKAT ANAK DAN CARA PENGUKURANNYA
PERKEMBANGAN BAKAT ANAK DAN CARA PENGUKURANNYA
 
Pendidikan sebagai pemangkin pembangunan kecermelangan insan dan negara
Pendidikan sebagai pemangkin pembangunan kecermelangan insan dan negaraPendidikan sebagai pemangkin pembangunan kecermelangan insan dan negara
Pendidikan sebagai pemangkin pembangunan kecermelangan insan dan negara
 
perkembangan peserta didik
perkembangan peserta didikperkembangan peserta didik
perkembangan peserta didik
 
tik herlinda
 tik herlinda tik herlinda
tik herlinda
 
pendidikanabkmodul3-220930081634-693181c0.pptx
pendidikanabkmodul3-220930081634-693181c0.pptxpendidikanabkmodul3-220930081634-693181c0.pptx
pendidikanabkmodul3-220930081634-693181c0.pptx
 
Tugas anak talented
Tugas anak talentedTugas anak talented
Tugas anak talented
 
hakikat pendidikan.docx
hakikat pendidikan.docxhakikat pendidikan.docx
hakikat pendidikan.docx
 
MINAT DAN BAKAT ANAK PRA SEKOLAH
MINAT DAN BAKAT ANAK PRA SEKOLAHMINAT DAN BAKAT ANAK PRA SEKOLAH
MINAT DAN BAKAT ANAK PRA SEKOLAH
 
484744459-5-PERANAN-BAKAT-DALAM-BELAJAR-ppt.ppt
484744459-5-PERANAN-BAKAT-DALAM-BELAJAR-ppt.ppt484744459-5-PERANAN-BAKAT-DALAM-BELAJAR-ppt.ppt
484744459-5-PERANAN-BAKAT-DALAM-BELAJAR-ppt.ppt
 
Psikologi jadi
Psikologi jadiPsikologi jadi
Psikologi jadi
 
Psikologi jadi
Psikologi jadiPsikologi jadi
Psikologi jadi
 
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemStrategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
 
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malemStrategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
Strategi pembelajaran anak berkebutuhan khusus di mis mon malem
 
G/LD dan AUTIS
G/LD dan AUTISG/LD dan AUTIS
G/LD dan AUTIS
 

Último

Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Último (20)

Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 

Makalah anak berbakat jadiii

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu bersifat unik. Hal tersebut sangat perlu untuk kita pahami sebagai calon pendidik berkaitan dengan bagaimana nantinya kita memberikan layanan kepada setiap peserta didik dengan adil, tepat dan sesuai pada kemampuan yang mereka miliki. Sehingga kita mampu menjadi fasilitator bagi peserta didik untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki. Agar hal tersebut dapat tercapai, tentunya terlebih dahulu kita harus mengetahui serta memahami karakteristik yang dimiliki oleh setiap individu kita. Karakteristik tersebut pun tentu akan berbeda satu sama lainnya. Maka dalam hal ini kita perlu memerhatikan perbedaan individu agar dapat memberikan perlakuan yang tepat sesuai karakteristiknya. Termasuk dalam hal ini bagi peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, atau dapat kita sebut dengan anak berbakat. Perhatian terhadap pendidikan anak berbakat sebenarnya sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu. Misalnya, Plato pernah menyerukan agar anak-anak berbakat dikumpulkan dan dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan bakal menjadi pemimpin negara dalam segala bidang pemerintahan. Oleh karena itu, mereka dibekali ilmu pengetahuan yang dapat menunjang tugas mereka (Rohman Natawijaya, 1979). Demikian pula di Indonesia, kehadiran mereka sudah dikenal sejak dulu. Banyak sekolah yang menerapkan sistem loncat kelas atau dapat naik ke kelas berikutnya lebih cepat meskipun waktu kenaikan kelas belum saatnya. Perhatian yang lebih serius dan formal tersurat dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 bahwa peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi anak-anak tersebut secara optimal. Agar anak berbakat yang mempunyai potensi unggul tersebut dapat mengembangkan potensinya dibutuhkan program dan layanan pendidikan secara khusus. Mereka lahir dengan membawa potensi luar biasa yang berarti telah membawa kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah
  • 2. mengembangkan kebermaknaan tersebut secara optimal sehingga mereka dapat berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penyusun merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan anak berbakat ? 2. Apa saja faktor penyebab timbulnya keberbakatan seseorang ? 3. Apa saja karakteristik anak berbakat ? 4. Apa saja klasifikasi anak berbakat ? 5. Bagaimana dampak dari anak berbakat ? 6. Bagaimana kebutuhan pendidikan anak berbakat ? 7. Bagaimana fenomena anak berbakat dan penangannya ? 8. Bagaimana solusi bagi anak berbakat ? 9. Bagaimana jenis-jenis layanan bagi anak berbakat ? 10. Bagaimana penerapan pendidikan keberbakatan di Indonesia ? 11. Apa saja permasalahan yang dihadapi anak berbakat ? 12. Bagaimana bimbingan karir bagi anak berbakat ? C. Tujuan Makalah Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui tentang: a. Definisi anak berbakat. b. Faktor penyebab timbulnya keberbakatan seseorang. c. Karakteristik anak berbakat. d. Klasifikasi anak berbakat. e. Dampak dari anak berbakat. f. Kebutuhan pendidikan anak berbakat g. Fenomena anak berbakat dan penangannya h. Solusi bagi anak berbakat i. Jenis-jenis layanan bagi anak berbakat j. Penerapan pendidikan keberbakatan di Indonesia
  • 3. k. Permasalahan yang dihadapi anak berbakat l. Bimbingan karir bagi anak berbakat ? D. Kegunaan Makalah Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan kegunaan kepada penyusun dan para pembaca yang sebagai wahana penambah ilmu pengetahuan mengenai Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Khususnya bimbingan bagi anak berbakat. E. Prosedur Makalah Makalah ini disusun dengan menggunakan mengumpulkan data dari berbagai macam sumber-sember, kemudian data-data tersebut dianalisis dan diolah melalui kegiatan mengeskposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.
  • 4. BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI ANAK BERBAKAT Pengertian dan definisi mengenai anak berbakat sangat beragam. Keragaman itu sangat tergantung dari perkembangan pandangan masyarakat terhadap keberbakatan. Beberapa definisi keberbakatan dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Definisi versi Amerika Pengertian berbakat di Amerika Serikat pada dasarnya dikaitkan dengan skor tes inteligensia Stanford Binet yang dikembangkan oleh Terman setelah Perang Dunia I. Dalam hasil tesnya itu, anak-anak yang memiliki skor IQ 130 atau 140 dinyatakan sebagai anak berbakat (Kirk & Gallagher, 1979:6). Sekitar tahun 1950 pengertian tersebut mulai berkembang ketika para pendidik di Amerika Serikat berusaha memberikan pengertian yang lebih luas tentang anak berbakat. Pada waktu itu yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted dan talented) ialah mereka yang menunjukkan secara konsisten penampilan luar biasa hebat dalam suatu bidang yang berfaedah (Henry, seperti dikutip oleh Kirk dan Gallagher, 1979:61). Adapun definisi yang digunakan dalam Public Law 97-135 yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1981, yang dimaksud dengan anak berbakat (gifted and talented) ialah berikut ini. Anak yang menunjukkan kemampuan/penampilan yang tinggi dalam bidang-bidang, seperti intelektual, kreatif, seni, kapasitas kepemimpinan atau bidang-bidang, akademik khusus, dan yang memerlukan pelayanan-pelayanan atau aktivitas-aktivitas yang tidak biasa disediakan oleh sekolah agar tiap kemampuan berkembang secara penuh (Clark, 1983:5). Bertolak dari hasil penelitian tentang proses belajar maka Clark (1983:6) mengemukakan definisi keberbakatan sebagai berikut.
  • 5. Keberbakatan adalah suatu konsep yang berakar biologis, suatu nama dari inteligensia taraf tinggi sebagai hasil dari integrasi yang maju cepat dari fungsi- fungsi dalam otak meliputi pengindraan (physical sensing), emosi, kognisi, dan intuisi. Fungsi yang maju dan cepat tersebut mungkin diekspresikan dalam bentuk kemampuan-kemampuan yang melibatkan kognisi, kreativitas, kecakapan akademik, kepemimpinan atau seni rupa dan seni pertunjukan. Oleh karena itu, dengan inteligensia ini individu berbakat menampilkan atau menjanjikan harapan untuk menampilkan inteligensia pada taraf tinggi. Oleh karena kemajuan dan percepatan perkembangan tersebut, individu memerlukan pelayanan dan aktivitas khusus yang disediakan oleh sekolah agar kemampuan mereka berkembang secara optimal. Definisi formal yang dikemukakan oleh Francoya Gagne adalah sebagai berikut: Giftedness berhubungan dengan kecakapan yang secara jelas berada di atas rata-rata dalam satu atau lebih rendah (domains) bakat manusia. Talented berhubungan dengan penampilan (performance) yang secara jelas berbeda di atas rata-rata dalam satu atau lebih bidang aktivitas manusia” (Gagne dalam Calongelo dan Davis, 1991:65). 2. Definisi versi Indonesia Adapun definisi berbakat versi Indonesia, seperti dirumuskan dalam seminar/lokakarya Program alternatives for the gifted and talented yang diselenggarakan di Jakarta (1982) bahwa yang disebut anak berbakat adalah mereka yang didefinisikan oleh orang-orang profesional mampu mencapai prestasi yang tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa. Mereka menonjol secara konsisten dalam salah satu atau beberapa bidang, meliputi bidang intelektual umum, bidang kreativitas, bidang seni/kinetik, dan bidang psikososial/kepemimpinan. Mereka memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat merealisasikan turunan mereka terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri. (Utami Munandar, 1995:41). Rumusan di atas mengandung implikasi bahwa (a) bakat merupakan potensi yang memungkinkan seorang berpartisipasi tinggi, (b) terdapat
  • 6. perbedaan antara bakat sebagai potensi yang belum terwujud dengan bakat yang sudah terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul, ini berarti anak berbakat yang underachiever juga diidentifikasi sebagai anak berbakat, (c) terdapat keragaman dalam bakat, (d) ada kecenderungan bahwa bakat hanya akan muncul dalam salah satu bidang kemampuan, dan (e) perlunya layanan pendidikan khusus di luar jangkauan pendidikan biasa. Dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, yang disebut anak berbakat adalah “warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa”. Kecerdasan berhubungan dengan perkembangan kemampuan intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual. Jenis-jenis kemampuan dan kecerdasan luar biasa yang dimaksud dalam batasan ini meliputi (a) kemampuan intelektual umum dan akademik khusus, (b) berpikir kreatif-produktif, (c) psikososial/ kepemimpinan, (d) seni/kinestetik, dan (e) psikomotor. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang unggul dari anak rata- rata/normal baik dalam kemampuan intelektual maupun nonintelektual sehingga mereka membutuhkan layanan pendidikan secara khusus. Moh. Amin (1996) menyimpulkan bahwa keberbakatan merupakan istilah yang berdimensi banyak. Keberbakatan bukan semata-mata karena seseorang memiliki inteligensia tinggi melainkan ditentukan oleh banyak faktor. B. FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KEBERBAKATAN SESEORANG 1) Hereditas Hereditas adalah faktor yang diwariskan dari orang tua, meliputi kecerdasan, kreatif produktif, kemampuan memimpin, kemampuan seni dan psikomotor. Dalam diri seseorang telah ditentukan adanya faktor bawaan yang ada setiap orang, dan bakat bawaan tersebut juga berbeda setiap orangnya. Namun U. Branfenbrenner dan Scarr Salaptek menyatakan secara tegas bahwa sekarang tidak ada kesangsian mengenai faktor genetika mempunyai andil yang besar terhadap kemampuan mental seseorang.
  • 7. 2) Lingkungan Lingkungan, hal-hal yang mempengaruhi perkembangan anak berbakat ditinjau dari segi lingkungannya (keluarga, sekolah dan masyarakat). Lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam mempengaruhi keberbakatan seorang anak. Walaupun seorang anak mempunyai bakat yang tinggi terhadap suatu bidang, tanpa adanya dukungan dan perhatian dari lingkungannya seperti, masyarakat tempat dia bersosialisasi, keluarga tempat ia menjalani kehidupan berkeluarga, tempat dia menjalani kehidupan dan mengembangkan keberbakatan itu dapat membantunya dalam mencapai ataupun memaksimalkan bakatnya tersebut. C. KARAKTERISTIK ANAK BERBAKAT Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial/emosi, dan fisik/kesehatan. 1. Karakteristik Akademik Adapun karakteristik yang dimiliki oleh seorang anak berbakat, diantaranya: a. memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar, b. keranjingan membaca, c. menikmati sekolah dan belajar. d. memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus, e. memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminologi dari bidang akademik khusus, f. mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain, g. kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik, h. memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan i. belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus. j. mudah menyerap pelajaran. Salah satu contoh yang digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa seorang anak berbakat berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca
  • 8. sama dengan anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun, anak ini memiliki keberbakatan dalam membaca. 2. Karakteristik Sosial Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu: a. Diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa, b. Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan sumbangan positif dan konstruktif, c. Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya, d. Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur, e. Perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa, f. Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan dengan situasi, g. Mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang dewasa, h. Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan i. Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial dengan cerdas, dan humor. Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal social dan emosi, bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik, membantu temannya yang kurang mampu dan akrab dalam bermain). Sikap-sikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16 tahun. 3. Karakteristik Fisik/Kesehatan Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan : (a) memiliki penampilan yang menarik dan rapi, (b) kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi longitudinal Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986).
  • 9. Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi. Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang dikemukakan oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk, 1987) menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness) menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu (a) kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas tinggi dan (c) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas (task commitment). Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan. Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai inteligensia tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan karena ia telah mengikatkan diri pada tugas atas kehendaknya sendiri. 4. Karakteristik Intelektual-Kognitif a. Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak lazim, pikiran-pikiran kreatif. b. Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu konsep yang utuh. c. Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi. d. Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang sederhana dan mudah dipahami. e. Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah. f. Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
  • 10. g. Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu mengartikulasikannya dengan baik. h. Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-kata. i. Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan. j. Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat. k. Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains. l. Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat. m. Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain. n. Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam. o. Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya. 5. Karakteristik Persepsi/Emosi a. Sangat peka perasaannya. b. Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak lazim (sinis, tepat sasaran dalam menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasa dapat menyakiti perasaan orang lain). c. Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi orang lain (peka dengan sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang lain). d. Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu. e. Peka dengan adanya perubahan kecil dalam lingkungan sekitar (suara, aroma, cahaya). f. Pada umumnya introvert.
  • 11. g. Memandang suatu persoalan dari berbagai macam sudut pandang. h. Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal baru i. Alaminya memiliki ketulusan hati yang lebih dalam dibanding anak lain. 6. Karakteristik Motivasi dan Nilai-Nilai Hidup a. Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu (perfectionistic). b. Memiliki dan menetapkan standar yang sangat tinggi bagi diri sendiri dan orang lain. c. Memiliki rasa ingin tahu dan kepenasaran yang sangat tinggi. d. Sangat mandiri, sering merasa tidak perlu bantuan orang lain, tidak terpengaruh oleh hadiah atau pujian dari luar untuk melakukan sesuatu (self driven). e. Selalu berusaha mencari kebenaran, mempertanyakan dogma, mencari makna hidup. f. Melakukan sesuatu atas dasar nilai-nilai filsafat yang seringkali sulit dipahami orang lain. g. Senang menghadapi tantangan, pengambil risiko, menunjukkan perilaku yang dianggap “nyerempet-nyerempet bahaya” . h. Sangat peduli dengan moralitas dan nilai-nilai keadilan, kejujuran, integritas. i. Memiliki minat yang beragam dan terentang luas. 7. Karakteristik Aktifitas a. Punya energi yang seolah tak pernah habis, selalu aktif beraktifitas dari satu hal ke hal lain tanpa terlihat lelah. b. Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih sedikit dibanding anak normal.
  • 12. c. Sangat waspada. d. Rentang perhatian yang panjang, mampu berkonsentrasi pada satu persoalan dalam waktu yang sangat lama. e. Tekun, gigih, pantang menyerah. f. Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam, selalu memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan. g. Spontanitas yang tinggi. D. KLASIFIKASI ANAK BERBAKAT Anak yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, seperti dikemukakan oleh Sutratinah Tirtonegoro (1984; 29) yaitu; Superior, Gifted dan Genius. Ketiga kelompok anak tersebut memiliki peringkat ketinggian intellegnsi yang berbeda. 1. Genius : Genius ialah anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, sehingga dapat menciptakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya. Intelligence Quotien-nya (IQ) berkisar antara 140 sampai 200. Anak genius memiliki sifat-sifat positif sebagai berikut; daya abstraksinya baik sekali, mempunyai banyak ide, sangat kritis, sangat kreatif, suka menganalisis, dan sebagainya. Di samping memiliki sifat-sifat positif juga memiliki sifat negatif, diantaranya; cenderung hanya mementingkan dirinya sendiri (egois), temperamennya tinggi sehingga cepat bereaksi (emosional), tidak mudah bergaul, senang menyendiri karena sibuk melakukan penelitian, dan tidak mudah menerima pendapat orang lain. 2. Gifted : Anak ini disebut juga gifted and talented adalah anak yang tingkat kecerdasannya (IQ) antara 125 sampai dengan 140. Di samping memiliki IQ tinggi, juga bakatnya yang sangat menonjol, seperti ; bakat seni musik, drama, dan ahli dalam memimpin masyarakat. Anak gifted diantaranya memiliki
  • 13. karakteristik; mempunyai perhatian terhadap sains, serba ingin tahu, imajinasinya kuat, senang membaca, dan senang akan koleksi. 3. Superior Anak superior tingkat kecerdasannya berkisar antara 110 sampai dengan 125 sehingga prestasi belajarnya cukup tinggi. Anak superior memiliki karakteristik sebagai berikut; dapat berbicara lebih dini, dapat membaca lebih awal, dapat mengerjakan pekerjaan sekolah dengan mudah dan dapat perhatian dari temantemannya. Secara umum anak berbakat memiliki kemampuan yang tinggi jika dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil studi lain menemukan bahwa “Anak-anak berbakat memiliki karakteristik belajar yang berbeda dengan anak-anak normal. Mereka cenderung memiliki kelebihan menonjol dalam kosa kata dan menggunakannya secara luwes, memiliki informasi yang kaya, cepat dalam menguasai bahan pelajaran, cepat dalam memahami hubungan antar fakta, mudah memahami dalil-dalil dan formulaformula, tajam kemampuan analisisnya, membaca banyak bahan bacaan (gemar membaca), peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, kritis dan memiliki rasa ingin yang sangat besar. E. DAMPAK DARI ANAK BERBAKAT Dampak dari segi prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik, psikologis, akademik dan sosial. 1. Prestasi fisik yang dapat dicapai oleh anak-anak berbakat ialah mereka memiliki daya tahan tubuh yang prima serta koordinasi gerak fisik yang harmonis (French, 1959). Anak berbakat mampu berjalan dan berbicara lebih awal dibandingkan dengan masa berjalan anak-anak normal (Swanson, 1979). 2. Prestasi psikologis anak berbakat memiliki kemampuan emosi yang unggul dan secara sosial pada umumnya mereka adalah anak-anak yang populer serta lebih mudah diterima (Gearheart, Heward,1980).
  • 14. 3. Prestasi akademik, anak berbakat pada dasarnya memiliki sistem syaraf pusat (otak dan spinal cord) yang prima. Oleh karena itu anak-anak berbakat dapat mencapai tingkat kognitif yang tinggi. Menurut Bloom kognitif tingkat tinggi meliputi berfikir aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi dan kognitif tingkat rendah terdiri dari berfikir mengetahui dan komprehensif. Selain memiliki keunggulan-keunggulan diatas anak-anak berbakat mempunyai dampak dalam karakteristik yang negatif (menurut Swassing): 1. Mampu mengaktualisasikan pernyataan secara fisik berdasarkan pemahaman pengetahuan yang sedikit 2. Dapat mendominasi diskusi 3. Tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya 4. Sukaribut 5. Memilih kegiatan membaca dari pada berparfsipasi aktif dalam kegiatan masyarakat, atau kegiatan fisik 6. Suka melawan aturan, petunjuk-petunjuk atau prosedur tertentu 7. Jika memimpin diskusi akan membawa situasi diskusi ke situasi yang harus selalu tuntas. 8. Frustasi disebabkan tidak jalannya aktivitas sehari-hari 9. Menjadi bosan karena banyak hal yang diulang-ulang F. KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT Keanekaragaman yang ditemui diantara anak-anak termasuk anak berbakat mencerminkan jenis dan jumlah adaptasi yang perlu diadakan sekolah untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka. Kebutuhan pendidikan anak berbakat dapat ditinjau dari 2 kepentingan berikut. 1. Kebutuhan Pendidikan dari Segi Anak Berbakat itu Sendiri Oleh karena potensi yang dimiliki anak berbakat sedemikian hebatnya jika dibandingkan dengan anak biasa maka untuk mengembangkan potensinya mereka membutuhkan hal-hal berikut ini.
  • 15. a. Anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensinya melalui penggunaan fungsi otak yang efektif dan efisien. Mereka tetap membutuhkan pengembangan fungsi otaknya walaupun telah memiliki otak yang hebat. Apalagi penggunaan kapasitas otak itu hanya 5% dari fungsi keseluruhannya (Conny Semiawan, 1995). Melalui pendidikan terjadi interaksi antara potensi bawaan individu dengan lingkungannya. b. Membutuhkan peluang untuk dapat berinteraksi dengan anak-anak lainnya sehingga mereka tidak menjadi manusia yang memiliki superioritas intelektual saja tetapi merupakan manusia yang mempunyai tingkat penyesuaian yang tinggi pula. c. Membutuhkan peluang untuk mengembangkan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar berprestasi karena usaha pengembangan anak berbakat tidak semata-mata hanya pada aspek kecerdasan saja. Dengan memenuhi kebutuhan tersebut diharapkan anak berbakat tidak hanya menjadi insan yang superior karena gagasan dan pemikirannya yang cemerlang, tetapi ia juga dapat menjadi manusia harmonis dalam bergaul. Anak berbakat adalah individu yang utuh yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain. 2. Kebutuhan Pendidikan yang Berkaitan dengan Kepentingan Masyarakat Kehadiran anak berbakat dengan potensinya yang bermakna sangatlah merugikan jika potensi yang dimiliki anak tersebut tidak diakomodasi dan didorong untuk berkembang sehingga dapat berguna dalam pengembangan bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan anak berbakat membutuhkan dukungan dari masyarakat, antara lain sebagai berikut. a. Membutuhkan kepedulian dari masyarakat terhadap pengembangan potensi anak berbakat. Apabila kepedulian ini kurang atau tidak ada maka potensi anak tersebut menjadi mubazir, maksudnya anak berbakat berada di bawah potensi kemampuannya. Kepedulian ini digambarkan oleh Moh. Amin (1996) dengan mengatakan bahwa sejak dahulu Plato telah menyerukan agar anak-anak berbakat dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan akan menjadi pemimpin dalam segala bidang.
  • 16. b. Membutuhkan pengembangan sumber daya manusia berbakat. Usaha pengembangan sumber daya manusia berbakat merupakan pengakomodasian serta pengembangan aset bangsa karena anak-berbakat ini dapat menjadi penopang dan pendorong kemajuan bangsa karena potensi yang dimilikinya berkembang secara optimal. c. Anak berbakat membutuhkan keserasian antara kemampuannya dengan pengalaman belajar. Oleh karena itu, pendidikan perlu mewujudkan lingkungan yang kaya pengalaman sehingga dapat memenuhi perkembangan anak berbakat. Anak-anak berbakat memiliki perspektif masa depan yang jauh berbeda dengan orang lain. d. Membutuhkan usaha untuk mewujudkan kemampuan anak berbakat secara nyata (rill) melalui latihan yang sesuai dengan segi keberbakatan anak berbakat itu sendiri. G. FENOMENA ANAK BERBAKAT DAN PENANGANANNYA “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus” (Pasal 5, ayat 4). Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya” (pasal 12, ayat 1b). (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Mengapa keberadaan anak berbakat terkadang luput dari perhatian pihak sekolah? Setidaknya ada dua alasan untuk bisa menjelaskannya, yaitu : 1. Generalisir bukan uniquely Perlakuan guru sebagai personal maupun sekolah sebagai lembaga masih memperlakukan siswa sama halnya seperti tukang sablon kaos. Setiap baju harus disablon dengan warna, gambar dan model yang sama, sehingga terciptalah ribuan baju yang sama dengan proses yang sama pula. Padahal kenyataanya tidak semua baju bisa disablon, sablon hanya cocok dengan baju berbahan kaos, itupun tidak semua kaos cocok untuk disablon.
  • 17. Artinya perlakuan yang sama terhadap semua siswa akan memandulkan potensi anak itu sendiri. Seperti anak yang diibaratkan kaos rombeng compang camping, yaitu anak yang kesehariannya sama sekali tidak ada keistimewaaanya, sering jadi “trouble maker”, selalu mendapat nilai jelek, bila terus dipaksakan disablon seperti kaos yang lainnya, maka hasilnya tak akan bagus, malah sebaliknya. Begitu pula dengan anak berbakat yang diibaratkan baju safari, bila diperlakukan sama seperti kaos yang lain dengan disablon maka akan merusak baju safari tadi. Kesimpulannya setiap siswa adalah unik, jangan digeneralisir. Proseslah mereka sesuai dengan potensi dan bakatnya masing-masing seharusnya : uniquely bukan generalisir ! 2. Pemahaman keliru Banyak orang dewasa menghargai prestasi anak hanya dari tingginya nilai raport, sebaliknya anak akan kurang mendapat apresiasi bila semua nilai di raportnya jeblok, seakan tidak ada kebanggan di sana. Padahal siapa tahu diantara anak yang nilainya jeblok itu terdapat anak yang berbakat. Berapa banyak anak berbakat yang memiliki kecerdasan naturalis dan berpotensi menjadi ahli botani, animalogi atau peneliti. Namun, karena tak bisa menjawab perhitungan rumit matematika atau tak kuasa menghafal tahun dan peristiwa bersejarah, maka ia luput dari perhatian orang dewasa di sekitarnya. Atau anak yang dicap pendiam, menarik diri, pemalu dengan prestasi yang biasa-biasa saja, padahal sebenarnya ia adalah anak berbakat yang memiliki kecerdasan eksistensial, laiknya plato atau Socrates! Jadi tak selamanya anak berbakat hanyalah sekumpulan anak dengan IQ tinggi, bisa menghitung cepat, mampu merecall semua data entry, dsb. Sebagai contoh; Galang Rambu Anarki putra Iwan Fals, sama sekali tidak menonjol di sekolah, semua nilainya hancur, sekolahpun jarang masuk. Namun di usia sangat muda (SD) ia sudah bisa memainkan berbagai alat musik, membuat lagu, mengaransemen, dan tampil di berbagai panggung. Artinya ia adalah anak berbakat di bidangnya yaitu musik. Demikian pula dengan Ali (bukan nama sebenarnya) kapten tim kesebelasan
  • 18. AC Milan Indonesia yang berhasil menjuarai turnamen sepakbola Internasioanal di Italia. Ia adalah anak dari orang tua tidak mampu, dengan prestasi sekolah yang tidak baik pula. Tapi sebenarnya ia adalah anak berbakat di bidangnya, yaitu sepak bola. Jadi, ubahlah paradigma bahwa anak berbakat hanyalah anak yang memiliki prestasi akedemis yang tinggi di sekolah. H. SOLUSI ANAK BERBAKAT Anak berbakat akan merasa frustasi bila diperlakukan sama dengan anak lainnya, seperti perumpamaan “sablon kaos” di atas. Robert Boyle, bapak ilmu kimia yang menemukan “Hukum Boyle” saja memutuskan untuk keluar SD, karena merasa bosan dan jenuh di sekolah karena dalam banyak hal pemikiran dan kemampuannya di atas teman-temannya, bahkan guru-gurunya pun merasa kewalahan dengan sikap kritisnya. Oleh karenanya harus ada penanganan khusus bagi anak anak berbakat, seperti : 1) Menyiapkan perangkat khusus di sekolah bagi anak berbakat, sehingga tanpa harus dipisahkan dari anak lainnya, kemampuan dan bakatnya tetap dapat dimaksimalkan 2) Program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat 3) Home-schooling, pendidikan non formal di luar sekolah (Thomas Alva Edison, Hellen Keller, Robert Boyle adalah siswa home schooling di masanya) 4) Menyiapkan guru yang dapat melakukan pendekatan individual, walau harus mengajar di kelas konvensional, dilengkapi dengan program sekolah yang jelas sofe ware/hard warenya. 5) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat. Kelimanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun setidaknya ada usaha untuk tidakterjadi proses pembiaran terhadap para anak berbakat ini, sehingga bakat dan potensinya tidak hilang percuma. I. JENIS-JENIS LAYANAN BAGI ANAK BERBAKAT
  • 19. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam memberi layanan kepada anak berbakat adalah sebagai berikut. 1. Komponen sebagai Persiapan Penentuan Jenis Layanan Sebelum menentukan jenis layanan pendidikan bagi anak berbakat, perlu memperhatikan beberapa hal yang penting, antara lain sebagai berikut. a. Pengidentifikasian anak berbakat Mengidentifikasi anak berbakat bukanlah hal yang mudah. Oleh karena banyak anak-anak berbakat di sekolah tidak menampakkan bakat mereka dan tidak dipupuk. Banyak diantara mereka berasal dari golongan ekonomi rendah, mengalami masalah emosional yang menyamarkan kemampuan intelektualnya atau subkultur yang menekan kemampuan bicara. Langkah pertama dalam pengenalan anak berbakat adalah menentukan alasan atau sebab untuk mencari mereka. Jika kita memilih kelompok matematika maka pendekatan akan berlainan kalau kita mencari siswa yang mempunyai keterampilan menulis kreatif atau untuk kemampuan seni pementasan, kepemimpinan, dan lain-lain. Alat-alat yang digunakan dalam identifikasi berfokus pada beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Kirk (1986), yaitu kelancaran (kemampuan untuk memberikan jawaban bagi pertanyaan yang diberikan), kelenturan (kemampuan untuk memberikan berbagai macam jawaban atau beralih dari satu macam respons ke respons yang lain), dan kemurnian (kemampuan untuk memberikan respons yang unik dan layak). Namun, hal-hal yang ditemukan oleh guru, orang tua, perlu dicek dengan tes standar dan pengukuran kemampuan objektif lainnya oleh para ahli dalam bidang tersebut. Selanjutnya Renzulli, dkk., seperti dikutip Conny Semiawan (1995) mengemukakan bahwa identifikasi anak berbakat harus mewakili kawasan- kawasan kemampuan intelektual umum, komitmen terhadap tugas, dan kreativitas. Menurutnya kinerja seseorang secara khusus dipengaruhi oleh motivasi yang muncul dalam menyelesaikan tugasnya dan ketiga dimensi itu saling berhubungan. Prosedur identifikasi dengan sendirinya memperhatikan faktor intelektual dan non intelektual. Pendekatan Renzulli ini penting karena dapat membedakan anak-anak berbakat dari mereka yang biasa-biasa saja terutama dilihat dari faktor motivasi dan kreativitas.
  • 20. b. Tujuan umum pendidikan anak berbakat Tujuan program pendidikan anak berbakat adalah (1) anak-anak berbakat harus menguasai sistem konseptual yang penting ada pada tingkat kemampuan mereka dalam berbagai bidang mata pelajaran, (2) anak-anak berbakat harus mengembangkan keterampilan dan strategi yang memungkinkan mereka menjadi mandiri, kreatif, dan memenuhi kebutuhan dirinya, dan (3) anak-anak berbakat harus mengembangkan suatu kesenangan dan kegairahan tentang belajar yang akan membawa mereka melalui kerja keras dan kerutinan yang merupakan bagian proses yang tidak dapat dihindarkan (Samuel A. Kirk, 1986). c. Kebutuhan pendidikan anak berbakat baik itu kepentingan individu anak berbakat itu sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat Dari analisis komponen-komponen tersebut diciptakan jenis layanan pendidikan yang merupakan alternatif dalam implementasi pendidikannya. 2. Komponen sebagai Alternatif Implementasi Jenis Layanan Berikut ini akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan implementasi layanan pendidikan anak berbakat. a. Ciri Khas Layanan yang sesuai dengan Kebutuhan Anak Berbakat 1) Adaptasi lingkungan belajar Ada beberapa alasan dalam mengadaptasi lingkungan belajar, yaitu (a) untuk memberi kesempatan anak berbakat dalam berinteraksi dengan teman yang seusia, (b) untuk memudahkan guru dalam mengajar karena berkurangnya keanekaragaman siswa, dan (c) untuk menempatkan siswa berbakat dengan pengajar yang yang mempunyai keahlian khusus dalam menangani anak berbakat. Sehubungan dengan adaptasi lingkungan belajar ini Gallagher, dkk. (1983) mengemukakan ada beberapa cara sebagai berikut. a) Kelas pengayaan, guru kelas melaksanakan suatu program tanpa bantuan petugas dari luar. b) Guru konsultan, pelaksanaan program pengajaran dalam kelas biasa dengan bantuan konsultan khusus yang terlatih.
  • 21. c) Ruangan sumber belajar, siswa berbakat meninggalkan ruang kelas biasa ke ruangan sumber untuk menerima pengajaran dari guru yang terlatih. d) Studi mandiri, siswa memilih proyek-proyek dan mengerjakannya di bawah pengawasan seorang guru yang berwewenang. e) Kelas khusus, siswa berbakat dikelompokkan bersama-sama di sekolah dan diajar oleh guru yang dilatih khusus. f) Sekolah khusus, siswa berbakat menerima pengajaran di sekolah khusus dengan staf guru yang dilatih secara khusus. Selanjutnya, Utami Munandar (1996) mengemukakan bahwa alternatif lingkungan belajar/tempat belajar anak berbakat dapat berupa sekolah unggulan yang dapat menampung anak-anak berprestasi tinggi dari daerah sekitarnya. Di sekolah unggulan itu mereka dihadapkan dengan program yang memungkinkan akselerasi dan pengayaan. 2) Adaptasi Program Adaptasi program dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya sebagai berikut. a) Melalui percepatan/akselerasi siswa Stanley (1979) mengemukakan beberapa cara percepatan, yaitu: (1) pemasukan ke sekolah pada usia dini, anak yang memperlihatkan kematangan sosial dan intelektual diperbolehkan memasuki Taman Kanak- kanak pada usia lebih muda dari anak pada umumnya; (2) pelompatan tingkat/kelas, anak dengan cepat naik kelas pada kelas/tingkat berikutnya walaupun belum saatnya kenaikan kelas; (3) percepatan materi, anak mengikuti materi standar dengan waktu yang lebih singkat, misalnya belajar di Sekolah Menengah Pertama hanya dua tahun; (4) penempatan yang maju, siswa mengambil pelajaran di Perguruan Tinggi sementara ia masih di Sekolah Menengah Atas; dan (5) pemasukan ke Perguruan Tinggi yang lebih awal, seorang siswa yang sangat maju bisa masuk Perguruan Tinggi dalam usia 13, 14 atau 15 tahun. b) Melalui pengayaan
  • 22. Pengayaan isi (mata pelajaran) memberi kesempatan pada siswa untuk mempelajari materi secara luas, seperti menggunakan ilustrasi khusus, membuat contoh-contoh, memperkaya pandangan, dan menemukan sesuatu. c) Pencanggihan materi pelajaran Materi pelajaran harus menantang anak berbakat untuk menggunakan pemikiran yang tinggi agar mengerti ide, dan memiliki abstraksi yang tinggi. Materi pencanggihan ini tidak terdapat dalam kurikulum/program pendidikan biasa. d) Pembaruan Pembaruan isi pelajaran adalah pengenalan materi yang biasanya tak akan muncul dalam kurikulum umum karena keterbatasan waktu atau abstraknya sifat isi pelajaran. Tujuan pembaruan ini ialah untuk membantu anak-anak berbakat menguasai ide-ide yang penting. Jenis pembaruan materi pelajaran, misalnya guru mengajak siswa untuk memikirkan konsekuensi kemajuan teknologi (AC, komputer, TV, dan lain-lain). e) Modifikasi kurikulum sebagai alternatif (1) Kurikulum plus Herry Widyastono (1996) mengemukakan bahwa kurikulum plus dikembangkan dari kurikulum umum (nasional) yang diperluas dan diperdalam (pengayaan horizontal dan vertikal), agar siswa mampu memanifestasikan (mewujudkan) potensi proses berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah) yang dimiliki, tidak sekadar proses berpikir tingkat rendah (ingatan/pengetahuan, pemahaman, dan penerapan), seperti anak pada umumnya yang sebaya dengannya. (2) Kurikulum berdiferensiasi Conny Semiawan (1995) mengemukakan bahwa kurikulum berdiferensiasi dirancang dengan mengacu pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan menumbuhkan kreativitas serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual tingkat tinggi. Kurikulum ini tidak memerlukan sekolah khusus anak berbakat. Dalam model ini, anak berbakat yang menonjol dalam bidang tertentu bisa
  • 23. memperoleh materi yang lebih banyak sehingga bakatnya menonjol. Dalam pengayaan, bukan materi dan jam pelajarannya yang ditambah secara kuantitatif tetapi yang paling penting adalah suatu desain yang secara kualitatif berbeda dengan anak normal. Kurikulum ini memungkinkan guru untuk mendiferensiasi kurikulum tanpa mengganggu kelancaran pembelajaran di dalam kelas. b. Strategi Pembelajaran dan Model Layanan 1) Strategi pembelajaran Strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berbakat sangat mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan strategi pembelajaran adalah sebagai berikut. a) Pembelajaran anak berbakat harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai dengan kemampuannya yang lebih tinggi dari anak normal. b) Pembelajaran pada anak berbakat tidak saja mengembangkan kecerdasan intelektual semata, tetapi pengembangan kecerdasan emosional juga patut mendapat perhatian. Utami Munandar (1996) mengemukakan bahwa kreativitas dan motivasi internal anak berbakat perlu dikembangkan untuk belajar berprestasi. c) Pembelajaran anak berbakat berorientasi pada modifikasi proses, isi/content, dan produk. Sehubungan dengan itu, M. Soleh YAI (1996) mengemukakan 3 jenis modifikasi sebagai berikut. Modifikasi proses adalah metodologi atau cara guru mengajar termasuk cara mempresentasikan isi materi kepada siswa yang berorientasi kepada berpikir tingkat tinggi, banyak pilihan, mengupayakan penemuan, mendukung penalaran atau argumentasi, kebebasan memilih, interaksi kelompok dan simulasi, serta kecepatan dan variasi proses. Modifikasi isi adalah modifikasi dalam materi pembelajaran baik berupa ide, konsep maupun fakta. Pembelajaran dimulai dari hal yang konkret, menuju ke hal yang kompleks, abstrak dan bervariasi. Modifikasi produk atau hasil adalah produk kurikulum yang tidak dapat dipisahkan dari isi materi dan proses
  • 24. pembelajaran yang dikembangkan dan merupakan hasil dari proses yang dievaluasi untuk menentukan efektivitas satu program. 2) Model-model layanan Model-model layanan yang dimaksud dalam tulisan adalah ini model yang mengarah pada perkembangan anak berbakat diantaranya layanan perkembangan kognitif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus. Berikut ini akan dikemukakan apa dan bagaimana implementasi dari model-model itu (adaptasi dari Conny Semiawan, 1995): a) Model layanan kognitif-afektif Sasaran akhir dari model ini adalah pengembangan bakat. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran sangat memperhitungkan kreativitas dan sisi kognitif afektif yang merupakan dinamika dari proses perkembangan bakat tersebut. Metode atau cara dalam melaksanakan model tersebut, yaitu dengan cara pemberian stimulus langsung pada belahan otak kanan, dan metode tak langsung dengan menghayati pengalaman belajar atau percakapan tertentu secara mendalam. b) Model layanan perkembangan moral Sasaran model ini adalah tercapainya kemandirian moral atau tanggung jawab moral yang diperoleh melalui sosialisasi dan individualisasi dalam kaitan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia berhak mencipta, menyatakan diri secara mandiri, namun sebagai makhluk sosial ia harus dapat meletakkan kepentingannya dalam kepentingan masyarakat. Pendidikan moral anak berbakat seyogianya harus jauh lebih luas dari yang diperoleh di kelas. Usaha mengimplementasikan model ini adalah sekolah harus menciptakan suasana dengan mengacu pada kemampuan berpikir, yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip dan kepedulian terhadap yang lain. Oleh karena itu, Vare dalam Khatana, 1992 mengusulkan strategi untuk mengembangkan moral adalah: mengadakan diskusi dengan teman sebaya mengenai dilema atau klarifikasi nilai, membaca hasil penelitian tentang moral, bermain peran, simulasi, drama kreatif dan permainan, penelitian kelompok atau kelas mengenai ketentuan hukum
  • 25. (strategi yuridisprudensial), dan diskusi dengan lingkungan masyarakat tentang isu sekolah. c) Model perkembangan nilai Model ini memperhatikan peranan kehidupan afektif (emosional) sehari- hari, seperti rasa senang, sedih, takut, bangga, malu, rasa bersalah, dan bosan. Perasaan-perasaan ini membentuk sikap seseorang dan sebaliknya perkembangan nilai erat hubungannya dengan perkembangan sikap dan merupakan kerangka pembentukan moral seseorang. Oleh karena itu, strategi pengembangan nilai erat kaitannya dengan strategi perkembangan moral. d) Layanan berbagai bidang khusus Bidang-bidang khusus ini adalah kepemimpinan, seni rupa dan seni pertunjukan. (1) Kepemimpinan Kepemimpinan menurut Stogdill (1977) adalah kemampuan, hasil belajar, tanggung jawab, partisipasi, status, dan situasi. (a) Kemampuan kepemimpinan terkait dengan inteligensia, kepekaan dan penilaian. Sifat-sifat ini dapat diamati dalam kegiatan ekstrakurikuler (bagi anak remaja). (b) Hasil belajar, terkait dengan pengetahuan, kemajuan persekolahan atau data authentic. Hal ini dapat dilatih dibangku sekolah melalui berbagai pengalaman belajar dan dapat dilihat dari kinerja pesertanya. (c) Tanggung jawab, terkait dengan prakarsa, percaya diri dan keinginan melebihi teman-temannya. Ini dapat dilatih melalui tugas kelompok, dan tugas konstruksi tertentu yang dapat menampilkan keinginan untuk melebihi, dan mudah dapat diciptakan. (d) Partisipasi, menunjuk pada keaktifan, keluwesan, bergaul, kerja sama, kemampuan menyesuaikan diri dan humor. Kemampuan itu dapat dilatihkan melalui berbagai permainan, seperti penugasan membuat karangan tentang diri sendiri yang dapat menampilkan sifat kepemimpinan tersebut. (e) Status, terkait dengan potensi sosial ekonomis dan popularitas. Hal ini dapat diamati dalam pergaulan sehari-hari.
  • 26. (f) Situasi, terkait dengan tingkat mental, keterampilan, kebutuhan, dan interest. Biasanya informasi tentang kualitas situasi ini diperoleh melalui analisis sosiometrik. (2) Kelompok seni dan pertunjukan Seni rupa dan pertunjukan adalah sifat-sifat pribadi khusus dan produktivitas. Pendekatan biasanya dilakukan melalui pengamatan dan layanan bersifat khusus melalui kinerja atau pertunjukan. Layanan perilaku musik dapat diadakan dengan menyelesaikan melodi musik menurut fantasinya sendiri, meniru langsung tanpa tanda baca not balok di alat music tertentu, latihan irama, mengingat lagu atau melodi tertentu tersebut. c. Layanan perkembangan kreativitas Pengembangan kreativitas terdiri dari beberapa tingkat, seperti berikut. 1) Tingkat kreativitas pertama, ditandai oleh fleksibilitas, originalities, serta keterbukaan terhadap masalah yang disertai keberanian mengambil risiko. Latihannya adalah berilah secarik kertas kepada anak dengan pertanyaan ”Siapa Anda”. Tugasilah anak menulis sembilan jawaban tentang dirinya yang tidak boleh dilihat oleh temannya. Suruhlah mereka periksa secara cermat, barangkali ada jawaban yang ingin diubahnya karena dirasakannya tidak sesuai dengan dirinya. Setelah selesai bagilah murid menjadi 5 atau 8 orang per kelompok dan suruhlah mereka saling membicarakan jawabannya. Tujuannya adalah untuk saling menghayati keunikan dirinya. Selanjutnya dapat diberi pertanyaan secara terbuka. 2) Tingkat kreativitas kedua, ditandai oleh adanya pemetaan masalah dengan mencari pemecahan masalah secara teratur (organized). Misalnya, “Lima hari sekolah” dapat dipetakan dalam kelompok masalah dan bagaimana perlakukan subjek terhadap masalah tersebut. Kemudian, guru dapat memberikan beberapa pertanyaan yang menuntut pemikiran evaluatif atau aneh seperti persamaan dan perbedaan raksasa dan orang kerdil. 3) Tingkat kreativitas ketiga, dengan mengadakan perumusan masalah berdasarkan asumsi tertentu, seperti mencari berbagai informasi tentang hal tertentu, analisis desain yang sistemik serta meramalkan sesuatu
  • 27. (hipotesis), membuktikan kebenaran suatu ramalan, dan membuat projek mandiri tentang topik tersebut. Selanjutnya, dapat dibuka berbagai pusat kegiatan, misalnya pusat sains dan pusat pengembangan pengabdian pada masyarakat. d. Stimulasi imajinasi dan proses inkubasi Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengembangkan stimulasi imajinasi kreatif dan proses inkubasi. 1) Stimulasi imajinasi kreatif adalah proses mental manusiawi yang menjadikan semua kekuatan motif berprestasi untuk menstimulasi dan memberi energi pada tindakan kreatif. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan fungsi otak kiri dan faktor khusus, seperti kualitas suasana rumah, pola asuh ibu-anak atau bapak-anak, komunikasi antarkeluarga sehingga terjadi interaksi anak dengan lingkungannya. 2) Proses inkubasi adalah tahap berpikir kreatif dan pengatasan masalah (problem solving) dimana fungs mental yang tadinya digerakkan oleh persiapan yang direncanakan secara intensif sehingga tercapai pemahaman yang mengarah pada pemecahan masalah. e. Desain pembelajaran Sebagaimana kita ketahui bahwa anak berbakat terus-menerus memerlukan stimulus untuk mencapai perkembangan yang optimal. Oleh karena itu, kita perlu merencanakan desain pembelajaran yang khusus. Renzulli mengemukakan bahwa langkah-langkah penting untuk diperhatikan dalam mendesain pembelajaran adalah sebagai berikut: Seleksi dan latihan guru, pengembangan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan belajar dalam segi akademik maupun seni, prosedur identifikasi jamak, pematokan sasaran program, orientasi kerja sama antarpersonel, rencana evaluasi, dan peningkatan administratif. Hal-hal tersebut dapat dikelompokkan menjadi karakteristik dan kebutuhan belajar anak, persiapan tenaga guru, pengembangan kurikulum
  • 28. yang sesuai dengan kebutuhan anak, adanya kerja sama antarpersonel, pola administrasi, dan rencana evaluasi yang digunakan. Selanjutnya, dalam menentukan alternatif pembelajaran M. Soleh (1996) mengemukakan bahwa ada pilihan khusus, seperti (1) mengemas materi bidang studi tertentu agar sesuai dengan kebutuhan belajar anak berbakat, kemudian berangsur-angsur ke bidang studi lain; (2) melatih teknik mengajar tertentu kepada guru bidang studi seperti teknik pembelajaran pengembangan kreativitas; dan (3) mencobakan beberapa model pembelajaran di sekolah atau daerah tertentu dan jika diperoleh hasil yang baik, kemudian menyebarluaskannya ke sekolah lain. f. Evaluasi Proses evaluasi pada anak berbakat tidak berbeda dengan anak pada umumnya, namun karena kurikulum atau program pelajaran anak berbakat berbeda dalam cakupan dan tujuannya maka dibutuhkan penerapan evaluasi yang sesuai dengan keadaan tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar anak berbakat. Sehubungan dengan hal itu Conny Semiawan (1987, 1992) mengemukakan bahwa instrumen dan prosedur yang digunakan mengacu pada ketuntasan belajar adalah pengejawantahan dari kekhususan layanan pendidikan anak berbakat, hasil umpan balik untuk keperluan tertentu, pemantulan tingkat kemantapan penguasaan suatu materi sesuai dengan sifat, keterampilan, dan kemampuan maupun kecepatan belajar seseorang. Model pengukuran seperti tersebut di atas adalah pengukuran acuan kriteria (criterion-reference). Sebaliknya ada pengukuran acuan norma yang membandingkan keberbakatan seseorang dengan temannya. Kedua cara tersebut tidak selalu menunjuk hasil akhir yang diinginkan, melainkan merupakan petunjuk bidang mana yang sudah dikuasai individu sehingga memberikan keterangan mengenai taraf kemampuan yang dicapai tanpa tergantung pada kinerja temannya. Penting untuk diperhatikan bahwa sebaiknya disertai dengan saran mengenai model evaluasi yang perlu diterapkan,apakah tes atau nontes. J. PENERAPAN PENDIDIKAN KEBERBAKATAN DI INDONESIA
  • 29. Meskipun secara jelas dicantumkan dalam Undang Undang No 2 tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai adanya hak bagi peserta didik untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus bagi yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa, masih sedikit yang memenuhinya bahkan dari sekolah milik pemerintah sekalipun. Sejarah pendidikan di Indonesia pada era orde baru mencatat berbagai upaya dari berbagai tokoh pendidikan bangsa ini untuk menerapkan hakikat pendidikan dan prinsip-prinsip demokratisasi pendidikan bagi anak-anak berbakat, jauh sebelum dikeluarkannya peraturan perundang-undangan tersebut. Misalnya seperti terdapat dalam uraian tentang perjalanan sejarah pengananan anak-anak berbakat berikut : 1. Awal tahun 1970, di kenal istilah PP II (proyek perintis II) dilaksanakan oleh institud pertanian bogor. Mahasiswa yang di terima melalui jalur PP II di rekrut langsung dari sekolah asalnya tanpa mengikuti ujian masuk seperti mahasiswa biasa (reguler) gagasan ini datang dari prof.DR. Andi Hakim Nasution. 2. Tahun 1982, di pendidikan dasar dan menengah mulai di ujicobakan layanan pendidikan bagi anak berbakat. Proyek ini mencakup jenjang SD,SLTP,SMA yang berlokasi di perkotaan (jakarta) dan pedesaan (cianjur). Para siswa di identifikasi melalui proses tes dan nontes dengan bentuk pelayanan program pengayakan dan kelas kusus di luar waktu sekolah(puul out progame). Karena keterbatasan dana sekolah rintisan ini hanya mampu berjalan tiga tahun. 3. Tahun 1987,merupakan tahun awal kebangkitan kesadaran sekolah swasta untuk “ melanjutkan layanan program anak pendidikan bagi anak berbakat” SD ade irma suryana nasution, jakarta dan sekolah-sekolah di bawah naungan al ashar kemang sifa budi, jakarta merupakan sekolah propor bagi pendidikan anak berbakat. Para siswa di seleksi dengan pendekatan konsep Renzuli. 4. Tahun 1989, Menhankam Jendral Benny Murdani menyarankan untuk mencari bibit unggul dari seluruh plosok nusantara dan sekaligus pendidiknya dalam suatu tempat kusus. Wujud gagasan ini berupa lahirnya SMU Taruna Nusantara di Malang yaitu sekolah berassrama yang menitiberatkan pada pengembangan potensi pribadi secara optimal termasuk kepemimpinan
  • 30. 5. Tahun ajaran 1994/1995, departemen pendidikan dan kebudayaan dibawah prof. DR. Wardiman djoyo negoro memperkenalkan konsep sekolah unggul/ shcool of excellence. Konsep ini mengakomodasi kebutuhan siswa-siswi dalam katagori siwa cepat( fast learners), dan siswa berbakat(gifted) dari hasil penelitian oleh reni akbar hawadi, dkk. (1997 pada 20 smu unggulan di 16 profinsi, terdapat 25 % siswa SMU unggulan yang memiliki taraf kecerdasan umum yang berfungsi di bawah rata-rata, sedangkan mereka yang memenuhi persaratan yang diminta (sebagai anak berbat dan siswa cepat) hanya 9.5%. Penegasan secara eksplisit dinyatakan pada pasal 24, yaitu setiap peserta didik pada satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai berikut : Ayat (1) mendapat perilakuan sesuai dengan bakat , minat dan kemampuanya. Ayat (2) mengikuti progam pendidikan yang bersangkutan dengan dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri, maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah diberlakukan; Ayat (6) menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari dari waktu yang telah ditentukan” Amanat tersebut ditinjak lanjuti dengan PP Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar dan Kep. Mendikbud nomor 0487/U/1992 untuk Sekolah Dasar. Dalam Kep. Mendikbut tersebut, pasal 15 ayat (2) menyatakan bahwa” pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdassan luar biasa dapat melalui jalur pendidikan sekolah dengan menyelenggarakan program percepatan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan SD dengan sekurang-kurangnya lima tahun” Untuk SLTP di tindak lanjuti dengan Kep. Mendikbud nomor 054/U/1993. Kep. Mendikbud pasal16 ayat (1) menyebutkan bahwa” siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdassan luar biasa dapat menyelesaikan program belajar lebih awal dari yang telah ditentukan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan SLTP sekurang-kurangnya dua tahun.” Sementara itu khusus pendidikan menengah , diatur dalam PP nomor29 tahun 1990 yang ditindaklanjuti dengan Kep. Mendikbud nomor 054/U/1992
  • 31. untuk SMU. DALAM Kep. Mendikbud tersebut , pasal 16 ayat (1) menyebutkan bahwa” siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdassan luar biasa dapat menyelesaikan program belajar lebih awal dari yang telah ditentukan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan SMU sekurang- kurangnya dua tahun.” Tingkat keseriusan pemerintah tampak dalam pemberian pelayanan pendidikan anak berbakat yag selalu dituangkan dalam GBHN periode lima tahunan. Dalam GBHN tahun 1998 dinyatakan bahwa “ peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa mendapat perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa mengabaikan potensi peserta didik lainya”. Bertolak dari amanat-amanat itu, Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas tahun 2000, yang bertepatan dengan hari pendidikan nasional mencanangkan program percepatan belajar untuk SD,SLTP, dan SMU. Pada tahun pelajaran 2001/2002, pemerintah, melalui direktorat pendidikan luar biasa, menetapkan kebijakan untuk melakukan sosialisasi atau melaksanakan pemetaan untuk sekolah yang mengajukan proposal untuk menyelenggarakan program percepatan belajar, khususnya di ibu kota beberapa propinsi yang diantara tujuannya adalah: 1. Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki karakteristik khusus dari aspek kognitif dan afektifnya. 2. Memenuhi hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan dirinya 3. Memenuhi minat intelektual dan prespektif masa depan peserta didik 4. Menyiapkan peserta didik menjadi pemimpin masa depan 5. Menghargai peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa untuk bisa menyelesaikan pendidikan lebih cepat 6. Memacu kualitas atau mutu siswa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional secara berimbang 7. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran peserta didik. K. Permasalahan yang Dihadapi Anak Berbakat
  • 32. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi anak berbakat di antaranya adalah : 1. Labeling Memberikan label pada anak berbakat bahwa ia berbakat dapat menimbulkan harapan terhadap kemampuan anak tersebut dan dapat mengakibatkan beban mental bilamana anak tersebut tidak dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh si pemberi label. 2. Memberi nilai (grading) dalam bentuk angka Pemberian angka bagi anak berbakat dapat menimbulkan permasalahan bilamana angka yang dimilikinya tidak menggambarkan kemampuannya. Angka seringkali tidak cermat, artinya sering kurang mencerminkan kemampuan yang sebenarnya. Terutama bagi anak berbakat, penilaian dalam bentuk angka turut berbicara, karena mereka sangat sensitive, angka ini menjadi kepedulian yang besar yang kadangkala juga terlalu berlebihan. Oleh karena itu, pemberian angka harus dilakukan secara hati-hati dan lebih mengacu kepada penilaian berdasarkan criteria. Mengatasi penilaian yang kurang cermat bagi anak berbakat dapat dilakukan dengan self-diagnose. Pemeriksaan kembali pekerjaan dapat menjadikan siswa menyadari apa kesalahannya dan mengapa kesalahan-kesalahan tersebut dibuatnya. 3. Underachievement Underachievement diantara anak berbakat adalah kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya (Kitano and Kirty, 1986). Hal ini dapat terjadi karena anak berbakat mengalami berbagai tekanan baik dari rumah, sekolah maupun teman sebayanya. Tekanan-tekanan yang dialami anak berbakat antara lain : a. Perasaan bahwa ia harus menjadi manusia sempurna dan sangat inteligen. b. Keinginan untuk menjadi sangat kreatif dan luar biasa, yang kemudian diterjemahkan sebagai manusia yang lain dari yang lain. c. Kepedulian untuk dikagumi oleh teman sebaya karena penampilannya dan popularitasnya. (Colangelo, 1991) Tekanan yang dialami anak berbakat diinternalisasikan pada dirinya karena orang-orang disekitarnya telah mengagumi
  • 33. mereka karena keluarbiasaan kemampuannya. Hal ini membuat mereka merasa sulit untuk mencapai kemajuan bila tidak dipuji. Kekuatan intrinsic reinforcement tergantung pada kekuatan extrinsic reinforcement. 4. Konsep diri Konsep diri terbentuk bukan hanya dari bagaimana orang lain memandang tentang dirinya, tetapi juga bagaimana dia sendiri menghayati pengalaman tersebut. Anak- anak yang berbakat sangat ambivalent sikapnya terhadap keberbakatannya, dan cenderung anak berbakat mempersepsikan dirinya secara positif, namun mengganggap bahwa lingkungannya yaitu teman sebaya dan gurunya memiliki pandangan negatif terhadap dirinya. L. Bimbingan Karir Anak Berbakat Karir merupakan suatu proses adaptasi seumur hidup yang terkait dengan penyiapan diri terhadap kerja, dunia kerja dan berganti posisi kerja, maupun meninggalkan dunia kerja. Karir mempersoalkan bagaimana seseorang bertindak dalam setiap posisi yang ia duduki (Healy, 1982). Pengembangan karir merujuk pada pilihan tertentu dari suatu alternative pilihan yang tersedia. Pilihan pekerjaan tertentu harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki seseorang dengan kecocokan dari tuntutan pekerjaannya. Hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan karir adalah adanya pemahaman, kemampuan dan ketetapan hati terhadap pilihan karir, oleh karena itu seseorang yang menempuh karir harus : 1. Terbuka dan awas untuk mengenal kemungkinan-kemungkinan yang ada, 2. Mempergunakan kesempatan yang sesuai dengan kemampuan yang ada, 3. Menerapkan kemampuan dan mewujudkan diri usai memilih (Healy, 1982). Anak berbakat harus belajar bagaimana memperoleh kemampuan menguasai karirnya dan tidak mengalami kesulitan dalam menghadapinya. Super (1957 dalam Healy,1982) mengemukakan lima tahap karir yang umum berlaku, yaitu : 1. Masa pertumbuhan (0,0 – 14 tahun). Pada masa ini anak perlu memiliki peralatan, kebiasaan teratur, kesadaran, pembentukan sikap dan kesempatan untuk mulai meminati suatu karir tertentu,
  • 34. 2. Masa penjelajahan (eksplorasi) (15 – 24 tahun). Masa dimana remaja mengkaji berbagai kesesuaian dari berbagai kemungkinan dalam mempersiapkan alternatif tertentu. 3. Masa penegakan (25 – 44 tahun). Pada masa ini manusia dewasa muda meningkatkan keterampilan dan kemampuannya untuk memastikan posisinya. 4. Masa mempertahankan (45 – 65 tahun). Merupakan masa konsolidasi dan penyempurnaan kemampuan, pekerjaan dan kedudukannya. 5. Masa penurunan (65 tahun). Masa mengurangi kegiatan dan mempersiapkan diri meninggalkan pekerjaan sehingga dapat menggunakan sisa energinya untuk berbagai aktivitas dasar kehidupan lainnya. Konsep tahap perkembangan karir ini menjadi dasar bagi pengembangan strategi konseling karir. Bagi perkembangan kemampuan anak berbakat, stimulasi lingkungan diperlukan dalam eskalasi ke arah berfungsinya tingkat tinggi kreativitas dalam upaya pencapaian aktualisasi diri. Sampai dimana pengaruh stimulasi ini memiliki efek minimum atau maksimum sangat tergantung dari posisi individu dalam siklus tersebut . Eskalasi dari tahap perkembangan yang satu ke tahap perkembangan berikutnya pada anak berbakat sering kali mengalami diskontinuitas. Perkembangan kognitif maupun afektif untuk mencapai tingkat kreativitas seringkali mengalami dysplasia, yaitu terjadi halangan (block) yang mencegah eskalasi mencapai kreativitas. Dysplasia ini bisa bersifat tuggal ataupun jamak, artinya bisa karena segi kognitifnya ketinggalan dalam perkembangan atau karena segi afektifnya yang ketinggalan, ataupun karena kedua-duanya mengalami keterlambatan dalam perkembangan. Upaya untuk meningkatkan proses eskalasi mencapai kreativitas perlu memperhatikan pengatasan diskontinuitas perkembangan (developmental discontinuity). Penanganan konseling sedini mugkin perlu dilakukan dalam mengatasi dysplasia yang mungkin dialami anak berbakat yang dapat mengakibatkan terhambatnya kemampuan anak berbakat untuk mencapai perkembangannya seoptimal mungkin. Perbedaan konseling karir anak berbakat dengan anak lainnya dapat terlihat karena anak berbakat memiliki karakteristik, kebutuhan, perkembangan dan permasalahan yang berbeda dengan anak-anak lainnya, sehingga penanganannyapun perlu diberikan berbeda. Penemuan berbagai masalah khas anak berbakat memunculkan fungsi konseling
  • 35. anak berbakat yang berbeda dengan fungsi konseling anak lainnya. Hal yang harus diperhatikan dalam fungsi konseling keberbakatan yaitu : 1. Konseling menjangkau lebih banyak orang daripada konselor dan konselie sendiri, bahkan mencakup juga orang –orang yang tidak professional dalam rangka membangun komunikasi yang baik antara lingkungan dan mereka yang berbakat. 2. Rentangan waktu konseling tersebut juga mencakup jangka waktu yang panjang, artinya penyelesaian persoalan memakan waktu lebih panjang dan bahkan lebih sering menuntut tindak lanjut di luar jam konseling itu sendiri, bahkan bisa mencakup seluruh waktu hidupnya. (Conny Semiawan, 1996). Diskontinuitas dalam perkembangan yang dihadapi anak berbakat yang disebabkan ketidakrataan dari akselerasinya tetap menuntut untuk mencapai aktualisasi diri, oleh karena itu fungsi utama dari konseling keberbakatan adalah : 1. Membantu perkembangan pribadi anak berbakat dan membantu mengatasi kendala-kendala emosional maupun kendala lingkungan 2. Membantu memaksimalkan kemajuan belajarnya dan penempatannya pada perguruan tinggi, serta kemudian menempuh karir professional sesuai bakat dan minatnya (Gourau, 1979 dalam Gallaghan, 1979). Kecemasan (anxiety), stress maupun aspek emosional lainnya juga merupakan masalah yang acapkali dialami anak berbakat, hal ini tentu saja akan sangat mengganggu perkembangan pribadi anak berbakat mengambil keputusan (indecisiveness) mencapai kesehatan mental, kreativitas dan aktualisasi diri. Situasi konseling karir dapat membantu anak berbakat dalam menghadapi situasi-situasi psikologis yang dihadapinya. Jacoba (1958, dalam Khatena, 1992) mengungkapkan perlu adanya penyesuaian yang cocok terhadap kesehatan mental (appropriate adjustment toward mental health), yaitu : 1. Adanya kesadaran diri tentang kecermatan, perasaan tentang diri dan identitas. 2. Konsep diri, proses motivasi dan investasi dalam kehidupan 3. Keseimbangan dan kekuatan psikis dalam individu, yaitu adanya tekanan pada integrasi aspek kognitif dan penolakan terhadap stress 4. Pengaturan perilaku diri menjadi perilaku mandiri 5. Persepsi realita (persepsi dari distorsi kebutuhan dan sensitivitas sosial.
  • 36. 6. Penguatan lingkungan kemampuan, menyayangi pekerjaan dan permainan, pandai bergaul, efisien dalam memenuhi tuntutan situasional, kemampuan beradaptasi dan efisien dalam mengatasi masalah. Interaksi-interaksi konseling dapat mencegah kendala-kendala emosional dengan cara : 1. Pengembangan keterampilan interpersonal (interpersonal skills) 2. Penggunaan kemampuan intelektual (intellectual abilities), dan 3. Mekanisme penyesuaian (coping mechanism) yang lain. a. Pengembangan keterampilan interpersonal Bimbingan dalam hal ini diarahkan pada upaya membantu anak berbakat untuk mampu meletakkan kepentingannya dalam kepentingan kelompok yang lebih luas dengan bersikap jujur, bersungguh-sungguh, terarah namun diplomatis. Semakin anak berbakat mampu mencapai kematangan intelektual, semakin cermat ia mengamati sikap, inters dan kemampuan orang lain, sehingga terjadi interaksi dengan cara yang lebih konstruktif. b. Penggunaan kemampuan intelektual Menurut Torrance (1965, dalam Khatena 1992) untuk membentuk perilaku konstruktif, terutama dalam menghadapi stress, dibutuhkan kemampuan kognisi, memori, berfikir konvergen, berfikir divergen dan evaluasi. Kognisi dapat membantu individu mengenali situasi serius dengan mengambil tindakan adaptif dengan mengidentifikasi komponen-komponennya. Memori merupakan kemampuan yang sangat penting yang terkait dengan stress, dengan mengingat kembali pengalaman yang menyebabkan stress dan perlakuannya pada saat itu, pengalaman yang lalu dapat mempengaruhi situasi stress yang baru. Berfikir konvergen merupakan cara yang termudah dan tercepat dalam mengatasi stress, karena menganut konformitas kelompok Berfikir divergen berperan dalam upaya menghadapi perubahan yang cepat dan bertubi-tubi yang dihadapi individu. Dengan berfikir divergen, individu mampu mengalihkan dan memiliki kemungkinan alternatif dalam menyelesaikan suatu masalah. Berfikir evaluatif berperan untuk mengenali seberapa seriusnya suatu masalah atau situasi yang dialami individu. Berfikir evaluatif mencakup hubungan dengan lingkungan dan menstruktur situasi untuk mengantisipasi konsekuensi dari suatu tindakan. Dalam
  • 37. pengambilan keputusan, individu mengenali dan menerima keterbatasan kemampuan dalam situasi tertentu. c. Mekanisme penyesuaian yang lain Mekanisme lain yang dapat digunakan dalam upaya mengatasi masalah yang menyebabkan stress, yaitu mengambil resiko atau menghindarinya, menguasai atau mengalami kegagalan, memberi muatan melebihi kekuatan (overloading) atau membongkar muatan (unloading), menyangkal kebutuhan (denying need), atau berdamai, mendorong melanjutkan upaya mengatasi masalah. Anak berbakat umumnya memiliki kemampuan untuk berani mengambil resiko, namun ada kalanya muncul keraguan dalam mengambil suatu keputusan. Konseling dapat dilakukan dalam upaya membantu anak berbakat untuk mengambil keputusan sementara sebelum sampai pada suatu keputusan akhir. Technique of limited commitment merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk memberi kesempatan pada anak berbakat untuk tidak menggunakan semua sumber penyelesaian yang ada, melainkan memberikan beberapa alternatif yang dipandang perlu. Konselor membantu anak berbakat dalam menguasai strategi mengambil resiko atau menghindarinya dengan menunjukkan hubungan antara tindakan dan konsekuensinya, dan merumuskan berbagai keterbatasan situasi maupun keterbatasan kemampuan, di samping mengembangkan kebiasaan berfikir tentang sebab dan sekuensi perilaku seseorang (Redl & Wattenburg, 1959, Torrance, 1965 a, dalam Khatena, 1992) Pengalaman kerja perlu didahului oleh berbagai persiapan kerja dan pengalaman belajar. Anak perlu dibekali pengalaman ini dengan cara menstruktur dan merestruktur pengalaman kerja dengan memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan untuk pengalaman yang akan datang. Untuk mengatasi ketegangan yang dihadapi anak, dapat dilakukan dengan cara “membongkar muatan”, yaitu dengan cara membiarkan anak berbicara bebas menyatakan isi hatinya. Pemberian struktur terhadap ungkapan anak dapat berarti memberikan pemahaman kepadanya yang mengakibatkan reorganisasi emosional. Menstruktur dan merestruktur situasi dapat memberikan kemampuan mengatasi masalah. Konflik antara kebutuhan dan tuntutan situasi dapat mengakibatkan frustasi yang dapat menimbulkan penilaian yang kurang cermat dan kadang- kadang seseorang menyangkal kebutuhannya. Informasi yang obyektif dan adanya
  • 38. pengakuan bahwa dalam mengatasi masalah memerlukan energi dan upaya mental yang lebih merupakan strategi-stategi yang perlu diimplementasikan dalam pengambilan keputusan tertentu. Dorongan dan bantuan kelompok sangat membantu anak berbakat untuk tidak putus asa dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Melalui proses konseling, anak berbakat ini dapat belajar bagaimana menggunakan sumber-sumber pribadi seperti religi, nilai moral, humor, penerimaan diri dan orang lain dengan lebih efektif. Dalam upaya membantu anak berbakat mengambil suatu keputusan, maka konselor dapat menggunakan pendekatan multipotensial (multipotential approach) yang memiliki 5 fase, yaitu : kesiapan, kesadaran, penjelajahan, kajian realitas dan konfirmasi (Frederickson, 1979, dalam Khatena, 1992). 1. Kesiapan (readiness) merupakan fase pertama dalam mengambil suatu keputusan. Untuk mengimplementasikan keputusan, individu harus mencapai tingkat kematangan yang menjadikan dia bertanggung jawab terhadap keputusan karirnya. 2. Kesadaran (awareness) merupakan tahap berikutnya dalam proses pengambilan keputusan yang beranjak dari asumsi bahwa kesadaran diri dan kesadaran kerja yang mendorong minat individu untuk memperoleh sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk pengembangan karir yang bermakna. 3. Eksplorasi (exploration) mencakup rencana yang sistematis inkuiri yang menuntut reviu dan pengkajian berbagai alternatif okupasi 4. Kajian teoritis (reality-testing) terkait dengan pemantapan pilihan okupasi yang berdasarkan pada dasar pengkajian resiko sumber dan semangat personal. Juga mencakup pengalaman kerja yang disimulasikan ataupun yang nyata. 5. Konfirmasi (confirmation) merupakan suatu tahap akhir dalam proses pengambilan keputusan tentang karir, yang disertai persiapan yang sesuai untuk menperoleh pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan pekerjaan tertentu.
  • 39. BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman yang memadai mengenai anak berbakat akan mendukung keberhasilan layanan pendidikan bagi anak-anak tersebut. Pengertian anak berbakat dalam perkembangannya telah mengalami perubahan dari pengertian yang berdasarkan pada pendekatan faktor tunggal (berdasarkan IQ) ke pendekatan yang bersifat multi dimensional (faktor jamak). Faktor tunggal menggunakan kriteria keberbakatan berdasarkan inteligensia yang tinggi, sedangkan faktor jamak menggunakan kriteria keberbakatan tidak semata-mata ditentukan oleh faktor inteligensia, tetapi juga hasil perpaduan atau hasil interaksi dengan lingkungan.
  • 40. Demikian pula dalam memandang tentang karakteristik anak berbakat yang tidak hanya ditinjau dari keberbakatan akademik, tetapi ditinjau pula dalam keberbakatan sosial, emosional, penampilan dan pemeliharaan kesehatan. Anak berbakat pada umumnya memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan anak- anak normal sehingga mereka membutuhkan program dan layanan pendidikan secara khusus dengan melalui adaptasi pendidikan bagi anak-anak berbakat tersebut. Berdasarkan hasil penelitian M. Soleh, dkk., populasi anak berbakat adalah 3% dari anak seusianya dan 3-8 % dari mereka berada di sekolah biasa. Dari data tersebut, sangat mungkin apabila di kelas-kelas kita akan hadir anak berbakat yang selama ini dihadapkan dengan kurikulum yang umum dan waktu belajar yang sama dengan teman sekelasnya atau dengan jenis layanan yang relatif sama dengan teman sekelasnya. Alangkah ruginya anak berbakat jika dihadapkan dengan situasi demikian secara terus-menerus. Kebutuhan pendidikan anak berbakat ditinjau dari kepentingan anak berbakat itu sendiri adalah yang berhubungan dengan pengembangan potensinya yang hebat. Untuk mewujudkan potensi yang hebat itu anak berbakat membutuhkan peluang untuk mencapai aktualisasi potensi yang dimilikinya melalui penggunaan fungsi otak, peluang untuk berinteraksi, dan pengembangan kreativitas dan motivasi internal untuk belajar berprestasi. Dari segi kepentingan masyarakat, anak berbakat membutuhkan kepedulian, pengakomodasian, perwujudan lingkungan yang kaya dengan pengalaman, dan kesempatan anak berbakat untuk berlatih secara nyata. Selanjutnya, dalam menentukan jenis layanan bagi anak berbakat perlu memperhatikan beberapa komponen berikut. Komponen persiapan penentuan jenis layanan, seperti Mengidentifikasi anak berbakat merupakan hal yang tidak mudah karena banyak anak berbakat yang tidak menampakkan keberbakatannya dan tidak dipupuk. Untuk mengidentifikasi anak berbakat Anda perlu menentukan alasan atau sebab mencari mereka sehingga dapat menentukan alat identifikasi yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Tujuan pendidikan anak berbakat adalah agar mereka menguasai sistem konseptual yang penting sesuai dengan kemampuannya, memiliki keterampilan yang
  • 41. menjadikannya mandiri dan kreatif, serta mengembangkan kesenangan dan kegairahan belajar untuk berprestasi. Selanjutnya, komponen alternatif implementasi layanan meliputi ciri khas layanan, strategi pembelajaran dan evaluasi. Hal-hal yang diperhatikan dalam ciri khas layanan adalah adaptasi lingkungan belajar, seperti usaha pengorganisasian tempat belajar (sekolah unggulan, kelas khusus, guru konsultan, ruang sumber). Selain itu, ada adaptasi program, seperti usaha pengayaan, percepatan, pencanggihan, dan pembaruan program, serta modifikasi kurikulum (kurikulum plus dan berdiferensiasi). Berkaitan dengan strategi pembelajaran bahwa strategi pembelajaran yang dipilih harus dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan non intelektual serta dapat mendorong cara belajar anak berbakat. Oleh karena itu, anak berbakat membutuhkan model layanan khusus, seperti bidang kognitif afektif, moral, nilai, kreativitas, dan bidang-bidang khusus. Evaluasi pembelajaran anak berbakat menekankan pada pengukuran dengan acuan kriteria dan pengukuran acuan norma. DAFTAR PUSTAKA Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI Press. Wardani, dkk. 2008. Materi Pokok Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
  • 42. ANAK BERBAKAT MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus Dosen : Dra. Hj. Entang Kartika, M.Pd. Disusun Oleh :
  • 43. Sri Wahyuni (100 ) Tita Novianty (1003648) Vinni Hidayati (100 ) Viandari Maretty (1003681 ) (100 ) (100 ) Kelas D Semester 5 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012