SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 239
Descargar para leer sin conexión
KITA BERSIKAP
Empat Dasawarsa
Kekerasan terhadap Perempuan
dalam Perjalanan Berbangsa
KITA BERSIKAP
Empat Dasawarsa
Kekerasan terhadap Perempuan
dalam Perjalanan Berbangsa




     Komnas Perempuan, 2009
@2009 Komnas Perempuan

Tim Penulis
Kamala Chandrakirana
Ayu Ratih
Andy Yentriyani

Tim Riset Foto
T.J. Erlijna
Shanti Ayu Prawitasari

Desain
AhmettSalina

Foto Sampul
Sisa Rumoh Geudong (Aceh; Galuh Wandita)
Foto di sampul adalah sisa-sisa Rumoh Geudong, tempat pemerkosaan dan penyiksaan
seksual terhadap sejumlah perempuan Aceh terjadi. Rumah ini dibakar oleh massa setelah
status DOM Aceh dicabut. Sisa-sisa Rumoh Geudong adalah bukti bagaimana jejak sejarah
bangsa perlahan sirna oleh waktu bila tidak ada yang mau mengingat dan merawatnya.

Buku ini ditulis dalam bahasa Indonesia. Komnas Perempuan adalah pemegang tunggal hak
cipta atas dokumen ini. Meskipun demikian, silahkan menggandakan sebagian atau seluruh
isi dari dokumen ini untuk kepentingan pendidikan publik atau advokasi kebijakan untuk
memajukan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan. Laporan ini dicetak dengan
dukungan dana hibah AUSAID.

ISBN 978-979-26-7541-2

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Jl. Latuharhari No. 4B, Jakarta 10310
Tel. +62 21 3903963
Fax. +62 21 3903911
mail@komnasperempuan.or.id
http://www.komnasperempuan.or.id
DAFTAR ISI   Ucapan Terima Kasih
             Daftar Singkatan dan Akronim
                                                                             vi
                                                                             viii
             Prakata                                                         xii

             I.     Pendahuluan                                              3
                          Dari Pengetahuan ke Penyikapan                     4
                          Apa dan Mengapa Kekerasan Terhadap Perempuan       6
                          Metodologi dan Alur Penulisan Buku                 9

             II.    Menelisik Perjalanan Perempuan Dalam Pergerakan
                    Kebangsaan                                               15
                          Jejak Awal: Menjadi Iboe Bangsa                    16
                          Dari Iboe Bangsa Menjadi Perempuan Republik        36
                                   Hukum Islam dan Poligami                  46
                                   Perempuan Republik Berbaju Sosialisme     50
                                   Politik Nasional vs Politik Perempuan     55
                          Keperempuanan Indonesia Terguncang                 58

             III.   Menimbang Ulang Posisi Perempuan Dalam Pembangunan       65
                         Pemanfaatan Tenaga Kerja Perempuan                  72
                                Perempuan Desa                               72
                                Perempuan Buruh                              74
                                Perempuan Buruh Migran                       77
                         Penataan Tubuh dan Ruang Gerak Perempuan            80
                                Penataan Tubuh Perempuan: Program Keluarga
                                Berencana                                    80
                                Penataan Ruang Gerak Perempuan               87




                                                                                 iii
Bibit-Bibit Konflik : Penataan Identitas dan Alam   95
                          Penyeragaman Identitas                      95
                          Penataan Sumber Daya Alam                   100
                  Pengerdilan Peran Perempuan                         103

     IV.   Menyingkap Kekerasan terhadap Perempuan Dalam Konflik      111
                 Tragedi Mei 1998                                     114
                 Timor Timur                                          121
                 Aceh                                                 128
                 Papua                                                139
                 Ruteng, Nusa Tenggara Timur                          146
                 Maluku                                               148
                 Poso                                                 152
                 Jemaah Ahmadiyah                                     160
                 Peristiwa 1965                                       163
                 Tragedi Mei 1998 Setelah Sepuluh Tahun               170

     V.    Belajar dari Sejarah dan Arah ke Depan                     177
                   Belajar dari Sejarah                               178
                           Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan
                           Para Korbannya                             178
                           Tentang Pemisahan yang Menyesatkan         182
                           Tentang Kesejarahan Perempuan Berpolitik   187
                   Arah ke Depan                                      190
                           Kebenaran dan Pengakuan                    191
                           Rasa Adil dan Peradilan                    193
                           Pemulihan dan Pemberdayaan                 195
                           Dari Iboe Bangsa Menuju Perempuan Warga    197


iv
Lampiran-lampiran
Lampiran 1: Langkah-langkah Kebenaran, Pemulihan, dan
             Keadilan untuk Memajukan Penanganan Akar
             Masalah Empat Dasawarsa Kekerasan terhadap
             Perempuan di Indonesia                       204
Lampiran 2: Daftar Bacaan                                 207




                                                           v
TERIMA KASIH   Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
                    Perempuan (Komnas Perempuan)
                                                              perempuan korban kekerasan, Komnas
                                                              Perempuan menyampaikan apresiasi
                    pertama-tama menyampaikan terima          yang mendalam terhadap kegigihan dan
                    kasih sebesar-besarnya kepada para        kebersamaannya.
                    perempuan korban kekerasan di dalam
                    berbagai situasi konflik yang telah       Terima kasih kepada setiap pihak yang
                    membuka diri untuk bercerita tentang      telah bekerja keras untuk melahirkan
                    penderitaan dan perjuangannya. Mereka     buku ini. Pertama, kepada para
                    semua adalah survivor. Kami menghargai    penulis: Agung Ayu Ratih, sejarawan
                    kepercayaan yang telah mereka             sekaligus pekerja kemanusiaan yang
                    berikan kepada Komnas Perempuan           memberikan pijakan sejarah yang
                    dan menghormati kewibawaan dan            kokoh bagi buku ini dan seluruh analisis
                    keteguhannya dalam bercerita. Kami        tentang empat dasawarsa kekerasan
                    sadar bahwa setiap upaya mengingat        terhadap perempuan; Andy Yentriyani,
                    kembali peristiwa yang sedemikian         perempuan pembela HAM yang
                    menyakitkan akan membuka luka. Tanpa      tumbuh dan berkembang di dalam
                    peran setiap perempuan yang duduk         tubuh Komnas Perempuan sebagai
                    dan berbicara dengan kami tentang         pencatat dan pendamping setia bagi para
                    pengalamannya, bangsa Indonesia tidak     perempuan korban yang memercayakan
                    akan bisa memperoleh pemahaman            pengalamannya kepada Komnas
                    yang sepenuh-penuhnya dan sejujur-        Perempuan; Kamala Chandrakirana,
                    jujurnya tentang perjalanan sejarahnya    salah satu pendiri Komnas Perempuan
                    sendiri. Kepada para dokumentator         yang memelopori kerja pemantauan
                    dan rekan-rekan mitra yang menjadi        terkait segala bentuk kekerasan terhadap
                    pencatat pengalaman perempuan korban      perempuan di masa kini dan masa lalu;
                    kekerasan dan yang ikut bersama-          serta, rekan-rekan di International Center
                    sama mencari jalan keluar dari konflik    for Transitional Justice yang mendukung
                    dan membuka jalan bagi pemulihan          kerja tim penulis. Kedua, kepada tim


vi
ilustrasi buku: Theodora J. Erlijna, peneliti   Farida Haryani (Aceh), Fatimah Syam
muda yang merancang ilustrasi buku dan          (Aceh), Hilmar Farid (Jakarta), Khairani
mengoordinasikan proses pengumpulan             Arifin (Aceh), Kumudini Samuel
foto dan materi visual lain; Shanti Ayu         (Srilanka), Mary Jane Real (Filipina),
Prawitasari, tenaga magang di Komnas            Rumadi (Jakarta), Samsidar (Aceh),
Perempuan yang mendukung proses                 Saparinah Sadli (Jakarta), Sunila
pelacakan foto-foto; dan John McGlynn           Abeyesekare (Srilanka), Syafiq Hasyim
dengan Yayasan Lontar dan Poriaman              (Jakarta), dan Yunianti Chuzaifah
Sitanggang yang memberikan akses                (Jakarta). Konsultasi-konsultasi Komnas
kepada perpustakaan fotonya. Banyak             Perempuan dengan komunitas korban
pihak telah menyumbangkan dokumen               didukung oleh IKOHI, Kontras, Forum
dan foto dari koleksi pribadi ataupun           Komunikasi Korban Mei 1998, Lembaga
lembaganya untuk buku ini, termasuk             Penelitian Korban Pelanggaran HAM
Sekretariat Teknis Post-CAVR di Timor-          (LPKP HAM) di Jakarta dan Bali, serta
Leste. Dedikasi mereka semua sungguh            Paguyuban Keluarga Korban Tragedi
luar biasa untuk memastikan tercapainya         Mei 1998, Trisakti, Semanggi 1 dan
misi buku ini dengan sebaik-baiknya.            2. Kawan-kawan di dalam Komnas
                                                Perempuan sendiri, dari lingkungan
Proses membayangkan, menuliskan dan             Komisioner dan Badan Pekerja, serta
meluncurkan buku ini dilakukan oleh             pihak-pihak lain yang tidak dapat
Komnas Perempuan bersama sejumlah               disebutkan satu per satu, membantu
pakar nasional dan internasional yang           menguatkan tim penulis dalam
ikut menyumbangkan wisdom dan                   menyelesaikan buku ini. Kepada mereka
buah pikirannya untuk memastikan                semua kami ucapkan banyak terima
bahwa buku ini dapat bermakna bagi              kasih.
perjuangan keadilan jender di mana-
mana. Mereka adalah Azriana (Aceh),
Cecilia Ng (Malaysia), Eri Seda (Jakarta),


                                                                                           vii
DAFTAR   ABRI
                  AD
                             Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
                             Angkatan Darat
  SINGKATAN DAN   ANRI
                  AS
                             Arsip Nasional Republik Indonesia
                             Amerika Serikat
       AKRONIM    Bimas
                  BKKBN
                             Bimbingan Massal
                             Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
                  BMI        Buruh Migran Indonesia
                  BPPIP      Badan Perlindungan Perempuan Indonesia dalam Perkawinan
                  BUUD/KUD   Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa
                  CAVR       Comissão de Acolhimento, Verdade e Reconciliação de Timor
                             Leste/Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi
                             Timor Leste
                  DAWN       Development Alternatives with Women for a New Era
                  DI/TII     Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
                  DPP        Dewan Pimpinan Pusat
                  DPR        Dewan Perwakilan Rakyat
                  FAO        Food and Agriculture Organization/Organisasi Pangan dan
                             Pertanian
                  G30S       Gerakan 30 September
                  Gapi       Gabungan Politik Indonesia
                  GBHN       Garis-garis Besar Haluan Negara
                  GDP        Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto
                  Gerwani    Gerakan Wanita Indonesia
                  Gerwis     Gerakan Wanita Istri Sedar
                  Golkar     Golongan Karya
                  GWS        Gerakan Wanita Sosialis; menjadi Gerakan Wanita Sejahtera
                             (pada 1964)
                  IPPF       International Planned Parenthood Federation


viii
ITB                Institut Teknologi Bandung
JA                 Jemaah Ahmadiyah
KB                 Keluarga Berencana
KK                 Kontrak Karya
KKP                Komisi Kebenaran dan Persahabatan
KNIP               Komite Nasional Indonesia Pusat
Komnas HAM         Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Komnas Perempuan   Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Kowani             Kongres Wanita Indonesia
KP                 Komnas Perempuan
KPP HAM            Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Krismon            Krisis moneter
KWI                Kongres Wanita Indonesia
Laswi              Lasykar Wanita Indonesia
Litsus             Penelitian khusus
LKBN               Lembaga Keluarga Berencana Nasional
MCK                Mandi-Cuci-Kakus
MDG                Millennium Development Goals
MPR                Majelis Permusyawaratan Rakyat
MRP                Majelis Rakyat Papua
Nekolim            Neokolonialisme dan imperialisme
NKK/BKK            Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
                   Kemahasiswaan
NU                 Nahdlatul Ulama
OPM                Organisasi Papua Merdeka
Otsus              Otonomi khusus
P3HPTR             Panitia Penyelidik Peraturan Hukum Perkawinan Talak &
                   Rujuk


                                                                           ix
Pekka           Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga
    Permi           Persatoean Moeslim Indonesia
    Persit          Persatuan Isteri Tentara (Angkatan Darat)
    Perwanas        Persatuan Wanita Nasional
    Perwani         Persatuan Wanita Indonesia
    Perwari         Persatuan Wanita Republik Indonesia
    Peta            Pembela Tanah Air
    Petrus          Penembak misterius
    PIKAT           Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya
    Pilkada         Pemilihan kepala daerah
    PKBI            Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
    PKI             Partai Komunis Indonesia
    PKK             Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
    PNI             Partai Nasionalis Indonesia
    PPI             Persatoean Perempoean Indonesia
    PPII            Perikatan Perhimpoenan Istri Indonesia
    PRD             Partai Rakyat Demokratik
    PRRI/Permesta   Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan
                    Rakyat Semesta
    PRT             Pekerja Rumah Tannga
    PSI             Partai Sosialis Indonesia
    PUP             Panca Usaha Pertanian
    RPuK            Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (Aceh)
    RUU             Rancangan Undang-Undang
    SARA            Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan
    SI              Syariat Islam
    SKB             Surat Keputusan Bersama
    SOB             Staat van Oorlog en van Beleg/Keadaan Perang dan Bahaya


x
TBO       Tenaga Bantuan Operasi
TGPF      Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan Mei 1998
TII       Tentara Islam Indonesia
TKTB      Tim Kemanusiaan Timor Barat
TKW       Tenaga Kerja Wanita
TNI       Tentara Nasional Indonesia
Tritura   Tri Tuntutan Rakyat
TRuK      Tim Relawan untuk Kemanusiaan
Unamet    United Nations Mission in East Timor/Misi Perserikatan
          Bangsa-bangsa di Timor Timur
UNFPA     United Nations Fund for Population Activities/Dana PBB
          untuk Kegiatan Kependudukan
UNTAET    United Nations Transitional Administration for East Timor/
          Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
          Timor Timur
UNTEA     United Nations Temporary Executive Authority/Kuasa
          Eksekutif Sementara PBB
UU        Undang-Undang
UUD       Undang-Undang Dasar
UUPA      Undang-Undang Pokok Agraria (No. 5 Tahun 1960)
VOC       Vereenigde Oostindische Compagnie
Wani      Wanita Negara Indonesia
WH        Wilayatul Hisbah




                                                                       xi
PRAKATA   Buku ini ditulis sebagai kesimpulan dari sepuluh tahun pertama keberadaan dan
                kerja Komnas Perempuan. Bukan kebetulan bahwa sepuluh tahun ini sejalan dengan
                sepuluh tahun upaya pembaruan Indonesia. Lembaga ini didirikan di atas puing-
                puing kehancuran hidup perempuan Tionghoa yang dijadikan sasaran kekerasan pada
                peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Pembelajaran yang diperoleh Komnas Perempuan
                dalam menjalankan tugasnya, dengan demikian, adalah pembelajaran tentang
                perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia juga. Gagasan tentang arah ke depan
                yang ditawarkan pada akhir buku ini adalah bagian dari membayangkan Indonesia.

                Kami berusaha sebisa mungkin untuk membuat buku ini menarik bagi banyak pihak,
                dengan harapan bahwa daya cakup pembelajaran-pembelajaran yang dipaparkan
                di sini dapat mencapai hati dan pikiran pembaca yang seluas-luasnya. Inilah salah
                satu tugas dan tanggung jawab Komnas Perempuan, yaitu untuk menyebarluaskan
                pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan
                upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk
                kekerasan terhadap perempuan.

                Harapan kami di antara pembaca, di mana pun mereka berada, adalah para penerus
                perjuangan untuk keadilan dan kemanusiaan bagi semua.




                Jakarta, 20 November 2009




                Kamala Chandrakirana
                Ketua Komnas Perempuan


xii
1
Perkosaan dalam kerusuhan Mei 1998 mendorong perempuan
    dari berbagai latar belakang mengambil sikap untuk menuntut
    negara bertanggung jawab
    (Jakarta, 1998; M. Sandra)


2
KITA BERSIKAP




PENDAHULUAN
                                                                                     I
  Masa lalu bisa saja ditorehkan sebagai perlawanan antara yang kalah dan menang, antara
 yang salah dan benar. Ini adalah penilaian sejarah yang tentu saja cenderung banyak ditulis
  oleh mereka yang menang. Yang sering dilupakan bahkan tidak ditulis adalah bagaimana
 sejarah itu menimbulkan tragedi dan korban. Siapakah yang menjadi korban? Kita semua,
    tanpa kecuali! Dan ini adalah penilaian moral! Karena berarti kita harus membangun
     kembali manusia-manusianya dari puing-puing reruntuhan kemanusiaan itu sendiri.

                   Nani Nurrwachman, dalam surat kepada Komnas Perempuan,
                                     15 Desember 2006

                                         —{—




                                                                                   Pendahuluan   3
Sejarah bangsa Indonesia dipenuhi          martabat bangsa ini, serta memastikan
    oleh pertumpahan darah sejak awal          bahwa masa depan anak cucu kita semua
    kelahirannya hingga kini. Setiap tetes     dapat terbebaskan dari jeratan siklus
    darah yang keluar dari tubuh kita –        kekerasan yang telah merasuk ke dalam
    apakah itu atas nama kemerdekaan           seluruh tatanan kehidupan bernegara,
    Indonesia pada penghujung Perang           bermasyarakat, dan berkeluarga saat
    Dunia II, atau demi mempertahankan         ini. Sebagaimana kata-kata Nani
    kesatuan dan persatuan NKRI pada           Nurrachman kepada Komnas Perempuan
    zaman Orde Baru, ataupun dalam             pada diskusi “Merajut Kebersamaan
    ambisi memenangkan supremasi politik       Kita” pada bulan Desember 2006, “kita
    bagi sebuah agama pada era reformasi       semua tanpa kecuali” adalah korban
    – merupakan saksi tentang betapa           dari tragedi demi tragedi yang telah
    mendarahdagingnya penggunaan               meruntuhkan kemanusiaan kita sendiri.
    kekerasan dalam pergulatan politik,
    perebutan kuasa, dan perjalanan bangsa-
    bangsa di bumi pertiwi Indonesia.
    Kekerasan atas nama “Indonesia” acap
                                               Dari Pengetahuan ke
    kali diselimuti romantisme nasionalis      Penyikapan
    yang sedemikian memukau dalam
    geloranya sehingga sulit bagi kita untuk
    menelaah secara seksama apa arti           Setelah bekerja selama sepuluh tahun,
    dan dampak kekerasan dalam seluruh         Komnas Perempuan telah melakukan
    kehidupan berbangsa kita.                  pendokumentasian tentang berbagai
                                               bentuk kekerasan terhadap perempuan
    Kini, setelah hampir 65 tahun merdeka,     pada peristiwa-peristiwa kekerasan
    tidak bisa lagi kita menunda bertanya      massal yang paling menentukan dalam
    siapa-siapa saja yang telah menjadi        perjalanan bangsa Indonesia. Langkah ini
    korban kekerasan dalam perjalanan          diambil dalam rangka menjalankan tugas,
    membangun negara-bangsa Indonesia          sebagaimana tercantum pada Peraturan
    selama ini. Belum terlambat – tidak akan   Presiden Nomor 65 Tahun 2005 tentang
    pernah terlambat! – bagi kita untuk        Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
    menatap mata para korban (atau anak        Perempuan, yaitu untuk:
    cucunya) guna menemukan jalan untuk
    mengobati luka, mengembalikan rasa          Melaksanakan pemantauan,
    adil mereka dan menegakkan kembali          termasuk pencarian fakta dan


4
KITA BERSIKAP


                                              Sejak tahun 2005, Komnas Perempuan
                                              menerbitkan sembilan laporan tentang
                                              kekerasan terhadap perempuan dalam
                                              konteks konflik bersenjata di Aceh,
                                              konflik komunal di Poso, peristiwa 1965,
                                              kerusuhan Mei 1998, penyerangan
                                              terhadap komunitas Ahmadiyah, konflik
                                              sumber daya alam di Manggarai, NTT
                                              dan Buyat, Sulawesi Utara, serta terkait
                                              kebijakan-kebijakan daerah yang
                                              diskriminatif terhadap perempuan,
                                              dan konflik berkepanjangan di Papua
                                              (dalam penyelesaian). Laporan-laporan
                                              ini dibuat atas dasar pendokumentasian
                                              pengalaman para perempuan korban
                                              dan ditulis mengikuti kerangka hak asasi
                                              manusia.

                                              Kini, saat bangsa Indonesia telah
  Poster pertama yang bicara tentang          melampaui batas tahun kesepuluh
  kekerasan negara terhadap perempuan,
  diterbitkan oleh Kalyanamitra. Poster ini
                                              masa reformasi pasca Orde Baru, tiba
  dibawa oleh delegasi Indonesia ke kongres   waktunya untuk menemukan keterkaitan
  perempuan se-dunia di Beijing pada 1995.    antar satu peristiwa kekerasan dengan
  (Semsar Siahaan/Kalyanamitra)               peristiwa lainnya, serta menghimpun
                                              sebuah pembelajaran yang utuh sampai
                                              ke akar-akar masalahnya. Pengetahuan
                                              yang dibangun bukan sekaedar untuk
pendokumentasian tentang segala               mempertajam pemahaman tentang
bentuk kekerasan terhadap perempuan           kekerasan terhadap perempuan,
dan pelanggaran hak asasi perempuan           melainkan juga untuk menunjukkan jalan
serta penyebarluasan hasil pemantauan         bagi langkah-langkah penyikapan yang
kepada publik dan pengambilan                 tepat guna menjamin agar kekejian-
langkah-langkah yang mendorong                kekejian semacam ini tidak akan terulang
pertanggungjawaban dan penanganan.            di masa depan.
(Pasal 4, Poin c)


                                                                                         Pendahuluan   5
Penyikapan semacam apa yang               kekerasan terhadap perempuan adalah
    diharapkan? Pertama, penyikapan yang      sebuah pengingkaran terhadap nilai-nilai
    dipandu oleh nilai-nilai kemanusiaan      dan konsensus bangsa sebagaimana
    yang universal. Perjuangan di Indonesia   ditegaskan dalam UUD Negara RI 1945.
    untuk menghapuskan segala bentuk
    kekerasan terhadap perempuan              Ketiga, penyikapan yang diharapkan
    merupakan bagian dari perjuangan          muncul dari pengetahuan yang diperoleh
    peradaban dunia untuk menegakkan          melalui buku ini adalah penyikapan
    hak-hak asasi manusia. Sebagaimana        yang membebaskan semua perempuan
    disebutkan dalam Pembukaan UUD            – dalam segala keberagamannya –dari
    Negara RI 1945, Indonesia pun “ikut       segala bentuk ketidakadilan. Hal ini
    melaksanakan ketertiban dunia yang        menuntut adanya analisis yang kritis
    berdasarkan kemerdekaan, perdamaian       dan utuh tentang kekerasan terhadap
    abadi dan keadilan sosial”. Cita-cita     perempuan dalam keterkaitannya
    universal ini menuntut kita untuk         dengan berbagai pola diskriminasi yang
    memenuhi hak-hak asasi manusia secara     berlaku, termasuk diskriminasi atas dasar
    konsisten dalam seluruh aspek hidup       jender, ras, suku, kepercayaan, kelas, dan
    tanpa kecuali, baik dalam kehidupan       pandangan politik. Penyikapan semacam
    bermasyarakat dan bernegara di arena      ini akan relevan bagi semua perempuan
    publik maupun dalam kehidupan             selaku warga yang tengah menghadapi
    berpasangan dan berkeluarga di arena      tantangan-tantangan mutakhir abad ke-
    yang bersifat pribadi (privat).           21, termasuk tentang cara perempuan
                                              berpolitik dan menjadi pemimpin bagi
    Kedua, penyikapan yang diharapkan         bangsa dan sesamanya.
    dari pengetahuan yang dibangun
    dalam buku ini adalah penyikapan yang
    menempatkan kekerasan terhadap
    perempuan sebagai bagian integral
                                              Apa dan Mengapa
    dari jatuh bangunnya proses pencarian     Kekerasan Terhadap
    bangsa untuk “menjadi Indonesia.”
    Artinya, ada upaya khusus untuk           Perempuan
    mengatasi pengabaian terhadap
    pengalaman perempuan dalam catatan        Menurut Deklarasi Penghapusan
    bangsa tentang sejarahnya sendiri,        Kekerasan terhadap Perempuan,
    dan ada penegasan khusus bahwa            kekerasan terhadap perempuan


6
KITA BERSIKAP


adalah setiap perbuatan berdasarkan            lembaga-lembaga pendidikan
perbedaan jenis kelamin yang berakibat         dan sebagainya, perdagangan
atau mungkin berakibat kesengsaraan            perempuan, dan pelacuran paksa;
atau penderitaan perempuan secara
fisik, seksual, atau psikologis, termasuk   •	 Kekerasan secara fisik, seksual,
ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan          dan psikologis yang dilakukan atau
atau perampasan kemerdekaan secara             dibenarkan oleh Negara, di mana
sewenang-wenang, baik yang terjadi di          pun terjadinya.                      Penyerahan laporan resmi negara
depan umum maupun dalam kehidupan                                                   yang pertama kalinya tentang
pribadi. Kekerasan terhadap perempuan       Komite Penghapusan Segala Bentuk        pelanggaran HAM yang dialami
                                                                                    perempuan korban Peristiwa 1965
mencakup, tapi tidak hanya terbatas         Diskriminasi terhadap Perempuan
                                                                                    kepada Presiden Soesilo Bambang
pada:                                                                               Yudhoyono oleh Ketua Komnas
                                                                                    Perempuan di Istana Merdeka, 20
•	 Kekerasan secara fisik, seksual,                                                 Februari 2008.
                                                                                    (Jakarta, 2008; KP)
   dan psikologis yang terjadi dalam
   keluarga, termasuk pemukulan,
   penyalahgunaan seksual atas
   perempuan kanak-kanak dalam
   rumah tangga, kekerasan yang
   berhubungan dengan mas kawin,
   pemerkosaan dalam perkawinan,
   perusakan alat kelamin perempuan
   dan praktik-praktik tradisional yang
   menyakitkan lainnya terhadap
   perempuan, kekerasan di luar
   hubungan suami- istri dan kekerasan
   yang berhubungan dengan
   eksploitasi;

•	 Kekerasan secara fisik, seksual,
   dan psikologis yang terjadi
   dalam masyarakat luas, termasuk
   pemerkosaan, penyalahgunaan
   seksual, pelecehan, dan ancaman
   seksual di tempat kerja, dalam


                                                                                                 Pendahuluan      7
(CEDAW), melalui Rekomendasi               Saling silang sekian bangunan pemikiran
                                                Umum Nomor 19, menyatakan bahwa            tentang keperempuanan dan kebangsaan
                                                kekerasan terhadap perempuan adalah        yang pada titik-titik tertentu dalam lintas
                                                wujud dari diskriminasi berbasis jender    sejarah mencetuskan satu keyakinan
                                                yang diarahkan pada perempuan              pahit: untuk membangun kesejahteraan
                                                karena keperempuanannya atau yang          dan kejayaan suatu negara-bangsa
                                                berdampak pada perempuan secara            diberlakukan penyeragaman paksa
                                                berlebih.                                  terhadap gerak dan pikiran setiap warga
                                                                                           negara di bawah satu garis komando.
                                                Di Indonesia, kekerasan terhadap           Perempuan menjadi salah satu sasaran
                                                perempuan mempunyai akar pada              utama karena tubuhnya memuat daya
                                                kesejarahan perempuan sejak Indonesia      menelurkan kehidupan baru, dan gerak
                                                mulai dibayangkan. Melalui buku ini,       serta perhatiannya secara tradisional
                                                kita mempertimbangkan akar-akar            menentukan keberlangsungan kehidupan
                                                pengalaman terkini perempuan dengan        itu sendiri.
                                                kekerasan dalam kaitannya dengan
                                                gagasan-gagasan tentang perempuan          Sayangnya, dalam wacana sejarah
                                                dan keperempuanan yang pernah hidup        nasional Indonesia, kisah tentang
                                                dalam perbincangan kaum perempuan          kekerasan terhadap perempuan
    Kekerasan terhadap perempuan                di dalam gerakan nasionalis di awal abad   jarang mengemuka. Bahkan dalam
    dipahami sebagai akibat dari
    ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki   ke-20. Apa yang dibayangkan tentang        sekian catatan perjalanan pergerakan
    dan perempuan yang berkait kelindan         peran dan posisi perempuan di hadapan      perempuan akan sulit kita temui
    dengan kepentingan kekuasaan lainnya        bangsa yang sedang menjadi Indonesia?      pembahasan tentang peristiwa-peristiwa
    yang ada di dalam kehidupan berbangsa
    dan bernegara. Tugu Pak Tani.
                                                Bagaimana gagasan-gagasan dari para        yang menimbulkan korban di kalangan
    (Jakarta, 2009; KP)                         pejuang perempuan bersinggungan dan        perempuan. Kalaupun ada upaya
                                                bertarung dengan gagasan-gagasan ideal     pengungkapan, misalnya ketika Edisi
                                                tentang perempuan dan keperempuanan        Pemutakhiran “buku standar” Sejarah
                                                yang hidup di masyarakat? Saat             Nasional Indonesia (2008) memuat
                                                Republik Indonesia telah berdiri, kita     kisah para perempuan yang dipaksa
                                                simak bagaimana gerakan perempuan          menjadi budak seksual (jugun ianfu)
                                                berunding dan bersitegang dengan           pada masa pendudukan Jepang (1942-
                                                negara untuk mendesakkan hak-hak           1945), kekerasan terhadap perempuan
                                                perempuan sebagai manusia dan sebagai      dianggap sebagai kekecualian dalam
                                                warga negara.                              sejarah. Ada kecenderungan melihat
                                                                                           kekerasan terhadap perempuan,


8
KITA BERSIKAP


terutama yang sifatnya seksual, seperti     bagian dari kesialan nasib perempuan.
pemerkosaan, sebagai kecelakaan atau        Tanpa penjelasan yang memadai, tragedi
akibat sampingan dari suatu peristiwa       demi tragedi akan muncul tanpa kendali,
yang lebih besar, peperangan misalnya,      tanpa struktur, tanpa sejarah, dan kita
dan tidak patut diperbincangkan secara      sekaedar berdoa semoga tidak menjadi
terbuka.                                    korban berikutnyanya.

Pengabaian pengalaman perempuan             Buku ini memberi sarana untuk
korban kekerasan dalam rekaman              menengok sejarah, sambil mengakrabi
sejarah bangsa ini menghalangi kita         permasalahan hari-hari ini. Dengan
untuk memahami secara utuh latar            demikian, kita juga memeriksa
belakang dan akibat sekian tragedi          kesahihan acuan-acuan kehidupan
yang mengguncang rasa kemanusiaan           berbangsa dan bernegara dari masa ke
kita. Ketika pemerkosaan massal dalam       masa di hadapan pengalaman korban
Tragedi 13-14 Mei 1998 terungkap,           kekerasan terhadap perempuan jaman
diikuti dengan kesaksian terbuka para       sekarang. Harapannya, pada akhirnya
perempuan korban operasi militer di         kita akan sama-sama menyepakati
Aceh, kita tersentak. Kita bertanya-        bahwa bagaimana negara-bangsa ini
tanya, apakah kisah-kisah korban benar      memperlakukan perempuan sebagai
adanya, apakah bangsa Indonesia             manusia dan warga negara merupakan
sedemikian biadab? Bukankah asas            penanda keberadaban bangsa ini.
pendirian republik ini sarat dengan
nilai-nilai luhur? Bukankah kita memiliki
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 untuk memandu kita merawat
                                            Metodologi dan Alur
kebersamaan sebagai bangsa? Saat kita       Penulisan Buku
dipaksa berhadapan lagi dan lagi dengan
kisah-kisah perempuan korban dari
Papua, Timor Timur, atau Peristiwa 1965,    Dari mana kita memulai? Komnas
dan kita tidak memperoleh penjelasan        Perempuan bersiteguh bahwa
yang memadai tentang apa atau siapa         upaya untuk memahami kekerasan
yang seharusnya bertanggung jawab,          terhadap perempuan perlu dimulai dari
kita mulai membangun permakluman            pengalaman dan harapan para korban.
bahwa kekerasan terhadap perempuan          Proses persiapan buku ini diawali dengan
adalah musibah yang tak terelakkan,         menyapa para korban. Sejak Agustus


                                                                                       Pendahuluan   9
2008 hingga September 2009, Komnas             lengkap tentang program-program
     Perempuan melakukan rangkaian dialog           bagi pemulihan korban; dengan pakar-
     dengan para korban untuk mengetahui            pakar nasional dan internasional
     harapan yang mereka miliki dan                 untuk membangun kerangka analisis
     tantangan yang mereka hadapi, serta            yang tepat dan tajam serta untuk
     untuk membangun pemahaman bersama              mengaitkan seluruh perjuangan di
     tentang pemulihan dan reparasi dalam           tingkat nasional dengan perjuangan
     perspektif jender. Agar seluruh proses         di tingkat internasional; dan dengan
     persiapan buku bisa berakhir dengan            kelompok-kelompok pembela hak-hak
     sesuatu yang memberi makna nyata               asasi manusia, seniman dan pekerja
     bagi korban dan bangsa, maka Komnas            kebudayaan pada umumnya untuk
     Perempuan juga melakukan rangkaian             membahas bentuk acara peluncuran
     konsultasi dengan pihak pemerintah             buku ini.
     untuk mendapatkan informasi yang


        Konsultasi dengan komunitas korban adalah titik mulai untuk bersama memahami
        permasalahan dan merumuskan langkah ke depan; salah satunya dengan komunitas
        Walisongo, Situwu Lemba.
        (Poso, 2009; KP)




10
KITA BERSIKAP


Pemaparan yang disajikan dalam buku          Pada Bab IV, kita mendapatkan cerita
ini bermula dari suatu masa tatkala          tentang pengalaman Komnas Perempuan
mimpi tentang Indonesia yang merdeka         dalam menyikapi kekerasan terhadap
dan berdaulat mulai dibayangkan dan          perempuan yang terjadi di tengah
kemudian diperjuangkan. Melalui Bab II,      berbagai situasi konflik yang berlangsung
kita menyimak bagaimana perempuan            di Indonesia, sesuai dengan permintaan
ikut bermimpi tentang kebebasan              korban dan para pendampingnya.
dan kedaulatan bangsanya, tetapi             Melalui bab ini, kita menyaksikan
kemudian harus menghadapi kontradiksi-       kebungkaman – dan pembungkaman
kontradiksi dalam perjuangan dan             – perempuan korban dan kompleksnya
kepemimpinan nasional. Akhirnya, para        jeratan impunitas untuk kasus-kasus
pejuang perempuan harus melakukan            kekerasan terhadap perempuan.
sejumlah kompromi atas nama keutuhan
bangsa dan banyak perdebatan internal        Pada Bab V, kita melakukan sebuah
tidak tuntas diselesaikan.                   refleksi atas dasar pembelajaran yang
                                             diperoleh Komnas Perempuan dalam
Pada Bab III, kita mengenali rezim           sepuluh tahun berinteraksi dengan
Orde Baru dari perspektif perempuan.         perempuan korban dan menyikapi
Pada masa ini, banyak perempuan              berbagai bentuk kekerasan terhadap
mengalami peminggiran, pembakuan             perempuan. Pada bab ini kita juga akan
peran, penyeragaman identitas, serta         memperoleh beberapa pemikiran awal
pengabaian dan eksploitasi secara            tentang arah ke depan, sebagai urun
sistematis melalui kebijakan-kebijakan       rembug Komnas Perempuan untuk
negara. Semua ini berlangsung                perjuangan yang lebih panjang lagi.
dalam kerangka paradigma yang
dipegang oleh Orde Baru tentang              Melalui pendokumentasian bersama
kemajuan, pertumbuhan ekonomi,               para korban dan pendampingnya,
dan keamanan serta sejalan dengan            dan dengan upaya penyebarluasan
upaya rezim untuk mengendalikan,             pengetahuan dan pemahaman yang
dan kadang menundukkan, warga                diperoleh, Komnas Perempuan telah
dan keberagamannya. Pada masa ini,           berfungsi sebagai mekanisme pencarian
kita menyimak bagaimana perempuan            dan pengungkapan kebenaran tentang
mengalami diskriminasi yang berlapis-        kekerasan terhadap perempuan yang
lapis, bibit-bibit konflik mulai tertanam,   terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa.
dan budaya kekerasan gencar                  Melalui buku ini, kita memecah kebisuan
berkembang biak.                             yang masih terjadi, bahkan di masa

                                                                                         Pendahuluan   11
keterbukaan reformasi, tentang segala       impunitas yang mengekang perempuan
     bentuk kekerasan terhadap perempuan.        korban kekerasan.

     Kebungkaman korban tentang kekerasan        Melalui kebenaran yang diungkap
     yang dialaminya bersumber pada              dalam buku ini, Komnas Perempuan
     kondisi politik yang tidak bersahabat       berharap untuk membuka jalan menuju
     dan berakar pada pemberian sanksi-          penghapusan segala bentuk kekerasan
     sanksi sosial yang merujuk pada norma-      terhadap perempuan hingga ke akar-
     norma kesusilaan dan keagamaan              akarnya, yang semua tertanam kuat
     yang sempit. Kerancuan cara pandang         dalam kesejarahan dan budaya-budaya
     kita terhadap kekerasan seksual ikut        bangsa Indonesia. Upaya penghapusan
     memojokkan korban. Pemerkosaan,             segala bentuk kekerasan terhadap
     misalnya, lebih sering dianggap             perempuan mencakup pengambilan
     pelanggaran kesusilaan – demikian           langkah-langkah pertanggungjawaban
     dinyatakan dalam produk hukum pidana        oleh pelaku dan negara, pemulihan
     kita – daripada sebagai sebuah kejahatan    hak-hak korban, serta jaminan bahwa
     yang melanggar hak-hak asasi manusia.       tidak terulang lagi. Ini adalah sesuai
     Selama tindakan-tindakan diskriminatif      dengan cita-cita bangsa Indonesia untuk
     terhadap perempuan yang terjadi dalam       memberi keadilan dan kesejahteraan bagi
     kehidupan sehari-hari kita masih belum      semua sebagaimana tertera dalam UUD
     terhapuskan, tidak mungkin kekerasan        Negara RI 1945, dan sejalan dengan
     terhadap perempuan bisa terhindarkan.       nilai-nilai kemanusiaan dan hak-hak
     Diskriminasi yang didasarkan pada           asasi manusia yang dipegang teguh oleh
     pembedaan peran dan posisi laki-laki dan    peradaban dunia.
     perempuan – yang senantiasa berbaur
     saling menguatkan dengan bentuk-
     bentuk diskriminasi lainnya – adalah akar
     dari kekerasan terhadap perempuan.
     Ketidakmungkinan untuk membahas hal-
     hal ini secara terbuka dan tulus di dalam
     dan dengan komunitas korban, serta
     ketidakmungkinan bagi korban untuk
     mendapatkan keadilan dan pemulihan
     melalui mekanisme-mekanisme legal
     formal maupun sosial kultural, tak lain
     dan tak bukan adalah sebuah jeratan

12
KITA BERSIKAP




Pendahuluan   13
Perempuan
     sebagai Iboe
     Bangsa berkarya
     di ruang
     publik sebagai
     perpanjangan
     dari perannya
     di dalam rumah
     tangga.
     (1947; KITLV).


14
KITA BERSIKAP




MENELISIK PERJALANAN
PEREMPUAN DALAM
PERGERAKAN KEBANGSAAN
                                                                                            II
    Kami sekali-kali tiada hendak mendjadikan moerid-moerid kami djadi setengah orang
   Eropah, atau orang Djawa kebelanda-belandaan. Maksoed kami dengan mendidik bebas,
 ialah teroetama sekali akan mendjadikan orang Djawa itoe, orang Djawa jang sedjati, orang
  Djawa jang berdjiwa karena cinta dan gembira akan tanah air dan bangsanja, jang senang
       dan gembira melihat kebagoesan bangsa dan tanah airnja, dan . . . kesukarannja!

                  Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 10 Juni 1902


                                        —{—




                                                 Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   15
Jejak Awal: Menjadi                      dan pembatasan dari pihak pemerintah
                                              kolonial sudah menggagalkan rencana
     Iboe Bangsa                              Kartini bersekolah di Negeri Belanda.
                                              Ia diharuskan menikah dengan lelaki
     Ketika Kartini menulis tentang rasa      pilihan ayahnya dan meninggal muda
     tertindas yang ia alami sebagai          pada saat ia melahirkan putranya yang
     perempuan Jawa di penghujung abad        pertama pada 1904. Namun, gagasan
     ke-19, ia sudah menyadari bahwa          Kartini tentang pentingnya kemerdekaan
     pembebasan bagi perempuan tidak          berpikir dan berbuat bagi semua orang,
     mungkin terwujud tanpa perubahan         tanpa membedakan jender dan kelas,
     pola pikir di kalangan masyarakat        untuk meningkatkan kualitas hidup
     Jawa secara keseluruhan. Bagi Kartini,   suatu bangsa menjadi salah satu acuan
     mengusahakan kesetaraan bagi             utama kaum perempuan yang terlibat
     perempuan adalah bagian dari kerja       dalam gerakan nasionalis sejak paro
     pemberadaban suatu bangsa dan itu        awal abad ke-20. Kalau kisah-kisah
     bukan semata-mata tugas perempuan.       perjuangan melawan kekuasaan kolonial
     Ia memang belum lagi berpikir tentang    Belanda yang dipimpin perempuan
     Indonesia, tapi ia memahami adanya       pada abad sebelumnya, seperti Tjoet
     “bangsa boemipoetra” yang tidak          Nja’ Dhien di Aceh (1873-1904), Nji
     hidup bahagia dan tidak merdeka di       Ageng Serang di Jawa (1825-1830),
     bawah kekuasaan feodal dan kolonial.     atau Martha Christina Tiahahu di
     Dari perenungan dan perbincangan         Maluku (1817), memperlihatkan bahwa
     dengan sahabat-sahabatnya, Kartini       perempuan dapat dipercayai untuk
     percaya bahwa terwujudnya kebebasan      mengarungi dunia laki-laki, surat-surat
     untuk menentukan pilihan-pilihan         Kartini mendesakkan satu prasyarat:
     pribadi, untuk menentukan nasib          perjuangan pembebasan manusia
     sendiri, merupakan pertanda kemajuan     harus mempertimbangkan pengalaman
     perempuan dan bangsa.                    perempuan sampai ke wilayah yang
                                              paling pribadi, lembaga perkawinan.
     Memang Kartini sendiri pada akhirnya
     tidak berhasil membebaskan diri          Kelahiran gagasan-gagasan Kartini
     dari tuntutan adat dan mewujudkan        menandai titik awal pemikiran modern
     mimpinya melanjutkan sekolah setinggi    tentang hubungan antara kemajuan
     mungkin. Tekanan dari orang-orang yang   perempuan dan keadaban bangsa, serta
     sangat dicintainya, ayahnya terutama,    peran perempuan dalam pergerakan


16
KITA BERSIKAP


kebangsaan. Dari surat-suratnya                      Adeldom Verplicht! – Kebangsawanan
yang jarang dipublikasikan tampak                    itoe Berkewadjiban! – adalah pepatah
bahwa ia bukan hanya berbicara                       Belanda yang berulang kali dikutip
tentang pentingnya pendidikan bagi                   Kartini. Bagi Kartini, semakin tinggi
kemajuan perempuan, tetapi juga                      status kebangsawanan seseorang,
menunjukkan bagaimana seharusnya                     semakin berat tugasnya merawat rakyat.
perempuan yang berpendidikan                         Sebagai pemimpin, kaum bangsawan
menggunakan kecerdasannya untuk                      tidak cukup hanya memiliki “kecerdasan
berpikir dan berbuat demi kemajuan                   pikiran”, tetapi juga “kecerdasan budi”.
bangsanya. Dengan tajam ia mengulas                  Dalam kerja pengadaban masyarakat
struktur penindasan kolonial yang                    perempuan tidak bisa ditinggalkan
didukung kalangan aristokrat, dan                    karena perempuan yang terdidik dan
mempersoalkan kebejatan moral para                   berbudi akan menjadi teman seiring
pejabat pangreh praja dan pengaruh                   lelaki. Saat mereka menjadi ibu,
keduanya terhadap kemerosotan                        merekalah yang sejak awal berpengaruh
kesejahteraan rakyat. Ia menyaksikan                 besar dalam memberi pendidikan budi
bagaimana tradisi feodal, termasuk di                pekerti bagi anak-anaknya.                               Salah satu tradisi yang dikecam kaum
antaranya permaduan, dipertahankan                                                                            perempuan adalah poligami. Foto
semata-mata untuk kenikmatan hidup                    Perempuan itu soko guru peradaban!                      Djero Trena dan I Djampiring, dua
                                                                                                              di antara sekian banyak istri Raja
kaum bangsawan. Ia mengecam                           Bukan karena perempuan yang                             Buleleng
“bangsawan-bangsawan pikiran” yang                    dipandang cakap untuk itu, melainkan                    (Bali,1865; KITLV).
menguasai ilmu pengetahuan Eropa                      karena saya sendiri yakin sungguh
tanpa mengusahakan perbaikan nasib                    bahwa dari perempuan itu mungkin
rakyatnya:                                            timbul pengaruh yang besar . . . bahwa
                                                      dialah yang paling banyak membantu
 Bahwa yang terbaik harus dikangkangi                 memajukan kesusilaan manusia.
 sendiri dan dianggap sebagai hak                     Dari perempuanlah pertama-tama
 pribadi kaum aristokrat, bersumber                   manusia menerima didikannya – di
 pada paham sesat, bahwa kaum                         haribaannyalah anak belajar merasa
 bangsawan adalah mutlak manusia                      dan berpikir, berkata-kata: dan makin
 lebih mulia, makhluk lapisan teratas                 lama makin tahulah saya, bahwa
 daripada Rakyat, dan karenanya berhak                didikan yang mula-mula bukan tidak
 mengangkangi segala yang terbaik!                    besar pengaruhnya bagi kehidupan
                                                      manusia di kemudian harinya. Dan
         R. A. Kartini: Nota, Jepara, Januari 1903    betapakah ibu Bumiputra itu sanggup


                                                                               Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan     17
mendidik anaknya bila mereka sendiri             penjajahan ini, sekaligus mempersoalkan
 tiada berpendidikan?                             bagian-bagiannya yang tidak manusiawi.

         Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon,   Melalui pendidikan barat, kaum
                               21 Januari 1901    terpelajar bumiputra berkenalan
                                                  dengan gagasan bahwa untuk
Secara umum soal kemajuan dan                     melawan kolonialisme mereka harus
keadaban menjadi perhatian kaum                   menggunakan alat-alat penguasa seperti
terpelajar bumiputra, laki-laki maupun            ilmu pengetahuan, institusi pendidikan,
perempuan, yang memperoleh                        organisasi, pertemuan umum, percetakan
kesempatan langka untuk bersentuhan               dan penerbitan. Dengan kebijakan Politik
dengan perangkat ilmu pengetahuan                 Etis sejak awal abad ke-20, penguasa
modern sejak akhir abad ke-19. Mereka             kolonial, yang selalu beranggapan
prihatin akan kemerosotan kualitas                bahwa kaum bumiputra bodoh, malas,
hidup rakyat akibat kebijakan-kebijakan           dan tidak beradab, membuka ruang-
kolonial yang semata-mata bertujuan               ruang pendidikan secara meluas dengan
menguras habis sumber daya alam                   harapan rakyat Hindia Belanda dengan
dan tenaga manusia pribumi demi                   sukarela akan menerima peradaban
kejayaan Kerajaan Belanda. Sementara              barat dan menjadi bagian dari Kerajaan
itu, penguasa pribumi yang seharusnya             Belanda. Kaum bumiputra dengan segera
meringankan beban rakyat justru menjadi           memanfaatkan ruang-ruang tersebut dan
perpanjangan tangan pemerintah                    menggunakannya untuk kepentingan
kolonial dan mengambil keuntungan                 mereka. Kalau bagi pemerintah kolonial
bagi diri mereka sendiri. Kaum terpelajar         kemajuan bumiputra cukup diukur
bukannya tidak tahu bahwa sepanjang               dengan penguasaan ketrampilan-
abad ke-19 ada berbagai bentuk                    ketrampilan teknis yang akan
perlawanan terhadap kekuasaan kolonial,           menguntungkan proses industrialisasi
apakah itu pemberontakan petani                   Hindia Belanda, bagi kaum bumiputra
yang dipimpin kyai-kyai di pedesaan di            kemajuan berarti tumbuhnya gairah
Jawa, atau perang gerilya terpanjang              untuk berpikir merdeka, meninggalkan
dalam sejarah di Aceh. Namun, satu per            kepatuhan kepada penguasa-penguasa
satu perlawanan tersebut dipatahkan               tradisional, dan terlibat dalam kerja-kerja
kekuatan militer Belanda. Harus ada               bersama untuk melawan pembodohan,
cara-cara baru untuk mengatasi                    diskriminasi, dan bentuk-bentuk
kerusakan yang ditimbulkan sistem                 ketidakadilan lainnya. Kemajuan adalah


 18
KITA BERSIKAP


                                                            kesiapan untuk melahirkan tradisi baru,
                                                            menjadi manusia baru.

                                                            Gagasan kemajuan yang dibayangkan
                                                            kaum bumiputra terpelajar secara umum
                                                            berpengaruh terhadap pandangan
                                                            mereka tentang perempuan. Mereka
                                                            tetap melihat peran utama perempuan
                                                            adalah melahirkan dan merawat
                                                            anak, tapi kepedulian mereka akan
                                                            perlunya satu generasi baru dengan
                                                            kualitas moral dan intelektual yang
                                                            lebih baik membuat mereka berpikir
                                                            tentang pentingnya pendidikan bagi
                                                            kaum perempuan sebagai ibu. Kaum
                                                            perempuan terdidik sendiri melihat
                                                            bahwa sistem kolonialisme dan tradisi
                                                            feodal sudah menyebabkan kehidupan
                                                            perempuan secara umum terpuruk. Di
                                                            tingkat elit, perempuan semata-mata
                                                            dijadikan perhiasan rumah tangga, tidak
                                                            berpengetahuan, tidak memiliki wawasan
                                                            apa pun tentang dunia yang lebih
                                                            luas, dan menjadi korban poligami. Di
                                                            tingkat bawah, kemiskinan mendorong
                                                            perempuan untuk menerima kawin paksa
                                                            sejak usia dini, yang bisa menggiring
                                                            mereka pada perceraian tidak adil secara
                                                            berulang, prostitusi atau pergundikan.
                                                            Mereka berpendapat bahwa hanya
Pendidikan diyakini akan membuat kehidupan perempuan        pendidikan, baik itu yang memberi bekal
lebih baik. Siswi-siswi Korido, sekolah putri pertama di    ketrampilan, maupun pengetahuan
Papua, angkatan 1952-1955                                   umum, yang akan membuat kehidupan
(Sarah Netta Boerdam).
                                                            perempuan lebih baik. Dengan bekal
                                                            ketrampilan perempuan akan mampu


                                         Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   19
mengusahakan hidup sendiri dan                       sekolah perempuan pertama, Sekolah          dengan perhatian terbesar pada anak-
tidak tergantung secara ekonomi pada                 Istri, didirikan oleh Dewi Sartika sesaat   anak perempuan dari kalangan rakyat
laki-laki. Sedangkan pengetahuan                     sebelum Kartini meninggal. Dalam            biasa. Di Kotogadang Roehana Koeddoes
kerumahtanggaan – kesehatan ibu-                     waktu delapan tahun sekolah yang            mendirikan Sekolah Kerajinan Amai
anak, gizi, kebersihan – akan membuat                kemudian berubah nama menjadi               Setia pada 1911 dan di Menado Maria
perempuan mampu merawat keluarga                     Sekolah Kautamaan Istri ini sudah           Walanda-Maramis mendirikan Sekolah
dengan lebih baik:                                   berkembang menjadi sembilan sekolah         PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak

 Pendidikan (kejuruan) yang
 membebaskan ketergantungan
                                                     Tabel 1.
 wanita di bidang keuangan dari                      Peningkatan Murid Pribumi pada Masa Kolonial Belanda
 keluarganya, akan membebaskan
 wanita pula dari paksaan perkawinan
 yang tidak dikehendakinya. Wanita                                          HIS NEGERI
 yang berpendidikan akan menginsafi
                                                           TAHUN           MURID PEREMPUAN       MURID LAKI
 dirinya bukan objek, akan tetapi
 dengan laki-laki sebagai sesama                            1915                 3.490             18.970

 manusia, mempunyai hak hidup dan                           1925                 10.195            28.722
 akan menginsyafi kesungguhan arti                       1929 - 1930             11.917            29.984
 perkawinan. Mereka akan mengerti                        1934 - 1935             15.492            31.231
 bahwa perkawinan bukanlah suatu                         1939 - 1940             19.605            34.307
 pelarian melainkan suatu langkah
 dalam kehidupan yang difikirkan                           TOTAL                 60.699           143.214

 dengan sungguh-sungguh untuk
 membahagiakan suami yang dipilihnya
 dan menjadi ibu yang baik bagi anak-                                      HIS SWASTA
 anaknya.
                                                           TAHUN           MURID PEREMPUAN       MURID LAKI

  R.A. Sosrohadikusumo dalam Dewi Sartika, hal. 38          1915                 1.049             1.195
                                                            1925                 6.250             14.529
Semangat serupa inilah yang                              1929 - 1930             6.941             14.055        Sumber:
                                                                                                                 Frances Gouda, Dutch
mendorong perempuan-perempuan                            1934 - 1935             8.355             14.077        Culture Overseas: Colonial
terdidik di beberapa tempat untuk                        1939 - 1940             10.838            15.915        Practice in the Netherlands
menyelenggarakan sekolah-sekolah                                                                                 Indies 1900-1942
bagi perempuan. Pada 16 Januari 1904                       TOTAL                 33.441            59.771        (1995), hal. 79



 20
KITA BERSIKAP


Temurunnya) pada 1917. Pengacara        Sekolah-sekolah swasta ini dibangun dan
Belanda yang pertama kali mendesakkan   diselenggarakan dengan dukungan suami
pentingnya perluasan pendidikan bagi    atau kerabat para pendirinya, pejabat
kaum bumiputra, C. Th. van Deventer,    pribumi di tingkat lokal, atau sumbangan
beserta istrinya, mendirikan Sekolah    dari masyarakat Belanda yang bersimpati
Kartini pada 1913 di Semarang.          pada upaya pembaharuan di Hindia
                                        Belanda. Pelajaran yang diberikan
Kaum perempuan yang dekat dengan        masing-masing sekolah bervariasi,
organisasi-organisasi Islam, seperti    tetapi biasanya tidak terlalu jauh dari
Muhammadiyah, juga terpengaruh oleh     kemampuan baca tulis dan pendidikan
berkembangnya semangat pembaharuan      dasar kerumahtanggaan: menyapu dan
di Hindia Belanda. Mereka berpendapat   mengepel, mengatur perabot rumah,
bahwa ajaran Islam yang berkembang      membersihkan debu, mencuci piring dan
pada saat itu sangat terbelakang dan    panci, menisik dan menambal pakaian,
tidak menghormati perempuan sehingga    memasak, merawat bayi dan orang sakit,
perempuan perlu dibekali pengetahuan    dan membuat kerajinan tangan seperti
keagamaan dan keorganisasian untuk      menjahit, membordir, menyulam, dan
meningkatkan martabat mereka            merajut. Di sekolah perempuan juga
sebagai manusia. Dengan bimbingan       mempelajari adat dan tata cara bergaul
pimpinan Muhammadiyah, Kyai Haji        yang benar dan pantas seperti cara
Ahmad Dahlan, dibentuklah organisasi    berbicara dengan orang yang lebih tinggi
Aisyiyah di Yogyakarta pada 1917 yang   statusnya, bersikap terhadap orang-
menyelenggarakan sekolah berkurikulum   orang dengan status dan kedudukan
modern bagi anak-anak perempuan         yang berbeda.
dengan tekanan pada pendidikan agama.
Di Padang Panjang seorang perempuan     Yang menarik, sampai 1930an
yang hidup di lingkungan pembaharu      kaum perempuan pribumi, termasuk
pendidikan Islam, Rahma El Joenoesia,   Kartini, tidak pernah secara khusus
juga berpikir tentang pentingnya        mempersoalkan tradisi pernyaian sebagai
pendidikan modern berdasarkan ajaran-   salah satu bagian pokok dari perangkat
ajaran Islam khusus bagi perempuan.     sistem penjajahan, tetapi secara tidak
Pada 1922 ia mendirikan pesantren       langsung berusaha mengambil jarak
perempuan yang diberi nama Sekolah      dengan golongan nyai dan budaya
Dinijah Poetri.                         yang berkembang dari tradisi ini. Ada
                                        kecenderungan melihat pernyaian


                                                                 Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   21
semata-mata sebagai prostitusi
terselubung yang tumbuh akibat
kemiskinan dan kerendahan moral di
kalangan perempuan kelas bawah tanpa
terlalu mempersoalkan peran pemerintah
kolonial dalam mendorong pernyaian
demi kepentingan ekonomi.

Sejak awal kedatangan rombongan
lelaki Belanda dengan Vereenigde
Oostindische Compagnie (VOC) di Jawa
pada abad ke-17, maskapai ini tidak
mau dibebani urusan kesejahteraan
pegawainya. Mengambil perempuan
bumiputra sebagai nyai untuk merawat
kesejahteraan lahir batin pegawai
pemerintahan kolonial menjadi pilihan
terbaik. Nyai juga mampu membuka
jalan bagi laki-laki Belanda untuk
mengenali adat-istiadat setempat
sehingga lebih mudah bagi mereka
untuk menjalankan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang menuntut kepatuhan
masyarakat bumiputra. Masalahnya,
institusi perhubungan dengan para
lelaki Belanda tidak pernah diakui
sebagai perkawinan yang sah dan setiap
saat pemilik nyai dapat memutuskan
hubungan tanpa ikatan tanggung jawab.
Lebih jauh lagi para ibu bumiputra tidak
memiliki hak atas anak-anak yang lahir
dari perhubungan ini.                      Foto dalam pameran di Belanda.
                                           Perempuan Hindia Belanda
Walaupun dianggap tidak sah,               dicitrakan sebagai perempuan
                                           yang eksotis dan patuh
perkawinan campur antara lelaki Belanda    (Jawa, 1901/1903; KITLV).
dengan perempuan pribumi melahirkan

 22
KITA BERSIKAP




Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   23
Perempuan Cina di
                                                                                                           dalam tandu. Dalam
                                                                                                           stuktur kolonial, bangsa
                                                                                                           Cina, bersama Arab,
                                                                                                           India dan bangsa asing
                                                                                                           lainnya, berada di posisi
                                                                                                           yang lebih rendah dari
                                                                                                           bangsa kulit putih tetapi
                                                                                                           di atas bumiputera.
                                                                                                           Keterlibatan komunitas
                                                                                                           Cina, khususnya
                                                                                                           perempuan, dalam
                                                                                                           pergerakan kebangsaan
                                                                                                           Indonesia masih belum
                                                                                                           banyak diketahui oleh
                                                                                                           masyarkat.
                                                                                                           ((Jakarta, 1870; KITLV)



satu golongan baru, Indo-Eropa, yang        susunan rumah tangga keluarga-keluarga     membangun keluarga batih melalui
menimbulkan kerumitan tersendiri dalam      poligamis sama sekali tidak membantu,      peraturan-peraturan tentang perkawinan
tatanan sosial masyarakat jajahan. Selain   kalau bukan menimbulkan masalah-           anak, perceraian dan poligami, perseliran,
itu, kaum Puritan penganut ajaran-          masalah sosial baru.                       atau pernyaian. Perempuan-perempuan
ajaran Calvinist terganggu dengan                                                      Belanda yang mulai berdatangan sejak
kebiasaan poligami dan perseliran yang      Bagi pemerintah kolonial dua cara          pertengahan abad ke-19 membawa
berkembang di kalangan priyayi Jawa.        terbaik untuk merapihkan simpang siur      serta pandangan-pandangan konservatif
Di tengah upaya pemerintah untuk            hubungan antarwarga tanah jajahan          tentang peran penting perempuan
menata administrasi negara secara           dari ras, kelas, dan jender yang berbeda   sebagai pengelola rumah tangga dan
modern dan menyebarluaskan norma-           ini adalah memberdayakan perempuan         pendukung karir suami. Sedangkan bagi
norma Eropa dalam hal efisiensi dan         melalui pendidikan dan pemantapan          perempuan bumiputra, terutama yang
kejelasan pembagian tanggung jawab,         perkawinan monogami untuk                  di lapisan atas, perkawinan monogami


 24
KITA BERSIKAP


dengan penataan rumah tangga yang         penting, terutama untuk menghadapi
rapih merupakan pertanda modernitas:      tentangan dari kalangan konservatif di
kesiapan untuk meninggalkan adab lama     kalangan bumiputra yang tidak melihat
yang sudah menempatkan perempuan          perlunya perempuan berkumpul,
semata-mata sebagai obyek kenikmatan      bertukar-pikiran, menyatakan pendapat,
laki-laki.                                dan bekerja untuk masyarakat.
                                          Perempuan juga membutuhkan bantuan
Sepanjang tiga dasawarsa awal abad        dari laki-laki untuk mengenali dan
ke-20 perbincangan di kalangan            memanfaatkan perangkat kerja modern,
perempuan terdidik terpusat pada          seperti organisasi, penerbitan, dan
upaya merumuskan arti kemajuan dan        pertemuan umum. Pendirian organisasi
keadaban bagi perempuan. Mereka           perempuan pertama, Poetri Mardika,
seakan sedang mencari jalan tengah        di Jakarta pada 1912 didorong oleh
untuk berkiprah di tengah dunia yang      Boedi Oetomo. Demikian juga surat
                                                                                          Ari jadi awewe kudu segala bisa,
sedang berubah, antara mendorong          kabar perempuan pertama, Poetri                        ambeh bisa hirup!
perempuan keluar dari kungkungan          Hindia, yang diterbitkan jurnalis R.M.
adat dan menghadapi tentangan dari        Tirto Adhisoerjo di Bandung pada
                                                                                            Menjadi perempuan harus
pihak-pihak yang belum bisa menerima      1909, masih dipimpin dan diawaki
perubahan zaman, apakah itu kaum          laki-laki. Tiga tahun kemudian Roehana           mempunyai banyak kecakapan
feodal yang menginginkan perempuan        Koeddoes menerbitkan Soenting                       agar mampu hidup!
tetap dalam posisi tradisional, ataupun   Melajoe (Bukittinggi) yang sepenuhnya
penguasa Belanda yang terus berjaga-      dikelola perempuan. Dalam waktu
jaga agar pergerakan kaum bumiputra       kurang lebih 15 tahun organisasi-
                                                                                                     Dewi Sartika
tidak berkembang ke arah yang             organisasi lain pun berdiri di berbagai
berlawanan dengan kepentingan             kota. Kegiatan mereka kurang lebih
penguasaan tanah jajahan. Mereka          sama: menyelenggarakan pendidikan
sedang mencari pembenaran moral           dan layanan kesejahteraan sosial bagi
dan politis bagi pekerjaan-pekerjaan      perempuan, memberi beasiswa kepada
mereka di ranah publik agar mereka        anak-anak perempuan yang berbakat,
tidak dianggap berniat mengingkari        menyebarkan informasi tentang
kodrat mereka sebagai perempuan dan       pendidikan, dan menerbitkan mingguan
pekerjaan mereka diakui sumbangsihnya     untuk menyebarluaskan gagasan tentang
bagi kemajuan bangsa.                     kemajuan dan keadaban perempuan.

Dukungan dari para lelaki yang aktif      Organisasi-organisasi perempuan di
dalam pergerakan nasional menjadi         masa ini masih didominasi perempuan

                                                                   Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   25
dari kalangan elit pribumi. Seruan dan
ajakan yang mereka lontarkan melalui
penerbitan mereka juga lebih ditujukan
kepada perempuan dari kelas atas yang
mampu berlangganan secara teratur
dan memiliki lebih banyak waktu
luang untuk membaca dan berpikir.
Gagasan tentang “kebangsawanan itoe
berkewadjiban” yang tampak jelas dalam
tulisan-tulisan Kartini, begitu juga dalam
upaya Dewi Sartika untuk menyemai
tradisi ‘bangsawan budi pekerti,’ terus
mewarnai wacana perempuan sampai
akhir 1930an. Sementara, perempuan
elit di Minangkabau dan Minahasa,
seperti Roehana Koeddoes dan Maria
Walanda-Maramis, mengacu pada
upaya pembaharuan sosial berdasarkan
penafsiran ulang terhadap sejarah lokal
dan ajaran-ajaran agama. Ini tidak berarti
bahwa mereka tidak memiliki kepedulian
terhadap perempuan kelas bawah.
Sebaliknya mereka justru menempatkan
diri sebagai pendidik dan penyuara
kebutuhan perempuan dari kalangan
rakyat jelata agar “kaoem perempoean
bangsa kita” tidak terpuruk dalam
kemiskinan dan kemerosotan moral.

Keinginan menjangkau perempuan
dari kelas yang berbeda tidak mudah
terlaksana. Penyelenggaraan kegiatan
pendidikan dan layanan sosial lainnya
membutuhkan biaya dan tenaga
pendidik yang tidak sedikit sementara


 26
KITA BERSIKAP


                                      sumber keuangan dan personil               umum yang membahas tentang
                                      organisasi-organisasi ini terbatas.        keindonesiaan dan keperempuanan.
                                      Pemerintah Hindia Belanda sendiri          Pertemuan-pertemuan berupa kongres
                                      tidak pernah mengusahakan dukungan         ini kebanyakan diselenggarakan dan
                                      yang lebih mendasar bagi institusi         dihadiri kaum terpelajar dan diawasi
                                      pendidikan swasta dan tidak pula           dengan ketat oleh pemerintah kolonial.
                                      menyempurnakan perluasan pendidikan        Masalah perempuan dibicarakan secara
                                      bagi kaum perempuan di kalangan buruh      khusus oleh pergerakan nasionalis dalam
                                      dan petani. Misi pengadaban kolonial       Kongres Pemuda I di Jakarta pada
                                      berhadapan dengan kepentingan              1926. Kongres yang dihadiri perwakilan
                                      ekonomi para pengusaha Eropa. Di           kelompok-kelompok pemuda berbagai
                                      wilayah perkebunan gula, teh dan           suku bangsa ini mencoba mengaitkan
                                      kopi, misalnya, antara 25%-45% dari        perjuangan emansipasi perempuan
                                      jumlah total buruh adalah perempuan,       dengan “kebangunan nasional” secara
                                      sedangkan di wilayah pertanian di Jawa     umum. Seorang mahasiswa kedokteran
                                      30% buruhnya adalah perempuan.             dari Minangkabau, Bahder Djohan,
                                      Kaum progresif di lingkungan penguasa      menyerukan agar perempuan diberi
                                      kolonial mengusulkan agar ada larangan     keleluasaan untuk “mengolah sifat yang
                                      bekerja malam bagi buruh perempuan         paling mulia, paling manusiawi, dan
                                      agar mereka memperoleh kesempatan          itulah ibu”. Ia menolak poligami yang
                                      leluasa untuk mengurus rumah               dianggap mengganggu ketenangan
                                      tangga dan anak-anak mereka. Kaum          perempuan dalam menjalankan tugasnya
                                      konservatif yang lebih mengutamakan        bagi pembangunan negeri dan bangsa.
                                      kepentingan ekonomi beranggapan
                                      usulan ini memaksakan pandangan Eropa      Boleh dikatakan tidak ada tentangan
                                      tentang peran perempuan dalam rumah        yang berarti terhadap pendapat bahwa
                                      tangga dan dunia kerja pribumi yang        wilayah utama perjuangan perempuan
                                      berbeda hakekatnya.                        adalah rumah tangga dan keluarga
                                                                                 sehat sejahtera merupakan salah satu
                                      Gagasan-gagasan perempuan tentang          pilar pokok dalam membangun bangsa
                                      kemajuan dan keadaban – apakah itu         yang kuat. Dalam Kongres Perempuan
                                      berasal dari pemaknaan baru terhadap       Indonesia I di Jakarta (1928) dan II
Perempuan Hindia Belanda adalah       adat-istiadat ataupun agama – menemui      di Yogyakarta (1935) para pembicara
buruh murah bagi perkebunan dan       pengakuan dan tentangan yang lebih         berulang kali menekankan hal ini dan
pabrik milik kaum kolonial            terbuka dalam pertemuan-pertemuan          mengaitkan antara kekukuhan rumah
(1915; Prentenkabinet Leiden/KITLV)


                                                              Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   27
tangga dengan perkawinan yang              dalam kedua kongres tersebut di atas.
     bahagia. Persoalan-persoalan sosial,       Inilah yang menjadi sumber perdebatan
     seperti perdagangan perempuan,             sepanjang sejarah gerakan perempuan:
     prostitusi, pergundikan, atau kawin        Apakah poligami sesungguhnya sumber
     paksa diperbincangkan dalam kerangka       masalah atau bagian dari penyelesaian
     pentingnya membangun institusi             masalah bagi perempuan? Dalam
     perkawinan dan kerumahtanggaan yang        perdebatan ini bukan hanya perempuan
     sehat dan kuat demi kemajuan dan           yang terlibat, tetapi juga lelaki dalam
     keadaban bangsa. Salah satu pembicara      gerakan nasionalis. Menarik untuk
     dalam Kongres Perempuan Indonesia          menimbang bahwa mulanya tentangan
     I yang dengan padat dan runtut             terhadap poligami tumbuh dari gerakan
     membangun pandangan ini adalah Sitti       antifeodalisme dan pembaharuan sosial
     Soendari, jurnalis Wanito Sworo:           yang diilhami semangat serupa dari
                                                Eropa. Para penentang awal poligami,
      Kalau bangsa Indonesia hendak             seperti Kartini dan Roehana Koeddoes,
      mendjadi bangsa jang bertempat            demikian juga pejuang-pejuang
      moelia diatas doenia ini patoetlah kita   perempuan pada masa berikutnya, tidak
      mendirikan roemah oleh pertjinta’an       secara khusus mempersoalkan ajaran
      masing-masing, dan djangan bersendi       Islam yang mengizinkan poligami,
      kepada kedengkian (jalouzie),             tetapi lebih menggugat kebiasaan
      kebodohan, atau jang lain-lain.           kaum aristokrat dan kelas atas untuk
      Polygamie, kawin anak2, kawin             memelihara banyak perempuan sebagai
      paksa, atau talak dan pisah jang tiada    istri sah atau selir. Praktik-praktik ini
      berdjangka, soekar benar waktoe           kemudian membuat perempuan terjebak
      sekarang mempertahankannja, kalau         dalam ketidakpastian, terutama bila
      perkawinan hendak kita gambarkan          mereka tidak mandiri secara ekonomi.
      dengan setinggi-tingginja. Pendeknja      Pembela poligami pun mempersoalkan
      makin tegoeh roemah tangga kita makin     praktik poligami dan perseliran di
      koeat bangsa Indonesia, makin senang-     kalangan aristokrat. Hanya saja mereka
      sentosa bangsa Indonesia.                 menganggap bahwa hukum-hukum
                                                Islam sudah memadai untuk mengatasi
     Patut diperhatikan bahwa Bahder            kebobrokan institusi perkawinan yang
     Djohan dan Sitti Soendari menyebutkan      merugikan perempuan, termasuk
     poligami sebagai masalah perempuan         poligami tidak terbatas.
     dalam lembaga perkawinan dan keluarga


28
KITA BERSIKAP


Posisi antipoligami baru dikaitkan         Perdebatan tentang poligami meluas
dengan serangan terhadap ajaran Islam      keluar kongres-kongres, menajam,
oleh organisasi-organisasi berasaskan      dan beralih ke soal pengaruh Barat
Islam yang menolak kuatnya pendapat        dalam gerakan nasionalis pada saat
di kalangan nasionalis sekuler dan         tuntutan pembaharuan hukum
non-Islam bahwa institusi perkawinan       perkawinan yang memuat penghapusan
monogami adalah prasyarat utama            poligami mendapat sambutan dari
kesejahteraan keluarga dan bangsa.         pemerintah kolonial pada 1937.
Seperti dijelaskan panjang lebar oleh      Pemerintah merumuskan rancangan
Ratna Sari, pengurus Persatoean            peraturan yang lazim dikenal sebagai
Moeslim Indonesia (Permi) dalam            Ordonansi Perkawinan Tercatat
Kongres Perempuan II, poligami dapat       dan menyebarkannya ke berbagai
berfungsi menjaga kemaslahatan             organisasi sebelum disampaikan ke
hubungan suami-istri dan masyarakat        parlemen Hindia Belanda. Isi ordonansi
apabila dipraktikkan sesuai dengan         itu antara lain mengimbau penduduk
hukum-hukum Islam. Pembatasan              mencatatkan perkawinan mereka,
jumlah istri, syarat mendapat izin dari    yang berarti menerima monogami
istri, dan ketentuan untuk bersikap adil   dan perempuan yang perkawinannya
terhadap semua istri merupakan jaminan     tercatat boleh mengajukan permohonan
bahwa institusi perkawinan poligami        cerai seandainya sang suami berniat
tidak selalu merugikan perempuan.          mengambil istri lagi. Pemerintah kolonial
Ratna Sari menggambarkan beberapa          berkepentingan mengeluarkan undang-
kondisi buruk yang justru ditimbulkan      undang ini antara lain untuk melindungi
oleh perkawinan monogami, seperti          perempuan Belanda, yang menikah
terjadinya perkawinan-perkawinan tidak     dengan lelaki bumiputra dari poligami,
sah yang sama dengan perzinahan,           dan menjawab desakan dari organisasi-
berkembangnya prostitusi, kemunafikan      organisasi perempuan sekuler untuk
suami-istri dalam pemaksaan hubungan       menghapuskan praktik poligami.
tunggal, atau terlantarnya para janda
korban perang. Yang perlu dilawan          Organisasi-organisasi Islam segera
bukanlah poligami itu sendiri, tetapi      menolak proyek ini dan menganggapnya
praktik poligami yang semata-mata          sebagai upaya pemerintah mengubah
untuk memenuhi kesenangan seksual          Islam. Di kalangan perempuan
dan tidak mengindahkan prinsip keadilan    tentangan terkuat datang dari Rasuna
bagi perempuan.                            Said, pengurus Permi, yang melihat


                                                                     Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   29
Perkawinan anak, disamping kawin paksa,
     merupakan praktik yang ditentang gerakan
     perempuan sejak Kongres Perempuan
     Indonesia I. Foto Patih Pemalang, Raden
     Toemenggoeng Reksa Negara, bersama istrinya
     (Banyumas, 1863; KITLV).



30
KITA BERSIKAP


proyek ini sebagai intervensi Belanda     bahwa poligami harus dihapuskan.
terhadap tradisi Islam. Dua partai        Baginya beberapa pendapat yang
nasionalis, Parindra dan Pasundan, juga   menyatakan bahwa poligami baik
menolak dengan alasan pemerintah          untuk mengatasi kelebihan perempuan
sengaja menciptakan kekacauan untuk       menghinakan perempuan, “Kita tidak
memecah-belah gerakan nasionalis.         ingin kawin karena belas kasihan …
Dalam perdebatan ini masalah pernyaian    Lebih baik bekerja keras daripada kawin
mencuat dan menjadi alasan untuk          karena belas kasihan.” Penyelidikan ini
mempertanyakan mengapa pemerintah         menjadi acuan penting perbincangan
kolonial tidak membuat undang-            tentang perkawinan di masa-masa
undang yang melindungi perempuan          sesudahnya dan dasar bagi keputusan
bumiputra dalam status perkawinan         Ketua Kongres untuk membentuk Badan
yang tidak sah dengan lelaki Belanda.     Perlindungan Perempuan Indonesia
Rasuna Said menuntut agar pemerintah      dalam Perkawinan (BPPIP). Badan ini
membuat aturan yang jelas tentang pola    bertugas mengkaji posisi perempuan
perhubungan antarrasial ini atau sama     dalam hukum Islam, hukum adat, dan
sekali menghapuskan praktik pernyaian.    hukum Eropa, dan membuka biro-
Menghadapi tentangan yang demikian        biro konsultasi perkawinan di berbagai
keras akhirnya pemerintah membatalkan     tempat.
proyek ini.
                                          Dari perdebatan tentang poligami dapat
Pada saat yang hampir bersamaan           dipelajari bahwa soal pelembagaan
untuk mengatasi perbedaan pendapat        perkawinan dan posisi perempuan
antarorganisasi anggota tentang           di dalamnya menjadi masalah politik
poligami, Kongres Perempuan Indonesia     kebangsaan. Masing-masing pihak
II sudah membentuk Komisi Penyelidik      yang berdebat memiliki pandangan
Hukum Perkawinan di bawah pimpinan        sendiri tentang acuan terbaik bagi
ahli hukum Maria Ulfah Santoso.           salah satu institusi masyarakat yang
Hasil penyelidikan, yang didukung         pokok demi tegaknya negara-bangsa
dengan fakta lengkap dan kuat tentang     Indonesia: keluarga. Organisasi-
persoalan-persoalan perempuan dalam       organisasi perempuan bukannya tidak
perkawinan ini, disampaikan Maria Ulfah   menyadari sisi politis dari perjuangan
sendiri pada Kongres Perempuan III. Ia    mereka. Namun kepelikan yang mereka
menyimpulkan bahwa pada akhirnya          alami saat berhadapan dengan adat
masyarakat Indonesia akan sepakat         dan agama membuat mereka memilih


                                                                   Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   31
jalur-jalur aman dalam memperjuangkan         mempersoalkan penindasan terhadap
     kebutuhan dan hak-hak perempuan.              perempuan di luar lembaga perkawinan.
     Ketika Kongres Perempuan Indonesia            Padahal, pertemuan antara pejuang-
     I bersepakat membentuk federasi               pejuang perempuan dalam gerakan
     Persatoean Perempoean Indonesia (PPI)         perempuan dan gerakan sosial akan
     pada 1928 yang kemudian berubah               memperdalam dan mempertajam
     menjadi Perikatan Perhimpoenan Istri          rumusan umum tentang posisi dan
     Indonesia (PPII), federasi ini memutuskan     peran perempuan dalam pergerakan
     tidak mengambil sikap tegas terhadap          kebangsaan. Apakah memang
     poligami. Tuduhan dari kalangan               perempuan sebaiknya mendahulukan isu
     Islam bahwa kaum nasionalis sudah             di wilayah publik dibandingkan rumah
     berniat “menghina-hinakan Islam” dan          tangga?
     “mentjerai-beraikan ra’jat Indonesia
     dengan membitjarakan polygamie,”              Mungkin satu-satunya organisasi
     tampaknya berpengaruh dalam                   perempuan yang berani menerobos
     keputusan kongres-kongres perempuan           batasan gerak politik perempuan
     di masa sebelum kemerdekaan untuk             adalah Istri Sedar yang didirikan pada
     tidak berbicara tentang agama dan             1930 di bawah pimpinan Soewarni
     politik.                                      Pringgodigdo. Secara terbuka Istri
                                                   Sedar menolak poligami dan memilih
     Di satu sisi, pilihan ini dapat dilihat       tidak bergabung dengan federasi PPII
     sebagai upaya para pimpinan organisasi        karena posisinya terhadap poligami.
     untuk mendahulukan kebersatuan                Soewarni menyatakan, “Perempuan
     perempuan dalam mendukung                     Indonesia berhak atas keadilan
     pergerakan kebangsaan di atas                 dan kemerdekaan, dan poligami
     kepentingan perempuan yang lebih              ada penolakan sesungguhnya dari
     khusus. Di lain sisi, jalur-jalur aman yang   keadilan dan kemerdekaan.” Ketika
     dipilih gerakan perempuan membuka             Soekarno menyatakan bahwa gerakan
     ruang bagi gerakan nasionalis yang            perempuan pertama-tama harus
     didominasi laki-laki untuk menentukan         mendukung kemerdekaan nasional
     arah perjuangan perempuan di                  sebelum menuntut hak-haknya,
     masa-masa selanjutnya. Lebih jauh             Soewarni berpendapat sebaliknya:
     lagi, gerakan perempuan seakan                kesetaraan perempuan menjadi prasyarat
     terpisah dari perjuangan perempuan-           memenangkan kemerdekaan nasional.
     perempuan dalam gerakan sosial yang           Dalam pidatonya “Soal Kaoem Boeroeh


32
KITA BERSIKAP


Perempoean Indonesia” di Kongres            Surakarta dan Woro Sumarisah, yang
Perempuan Indonesia II, Soewarni            memimpin cabang perempuan Sarekat
juga mempersoalkan pendapat yang            Rakyat Surakarta. Ada pula jurnalis-
membatasi pekerjaan perempuan pada          jurnalis perempuan yang terlibat
bidang kerumahtanggaan belaka.              dalam gerakan kiri, seperti Siti Larang
Dengan mengajukan angka-angka               Sosrokardono, wartawan surat kabar
statistik, ia menunjukkan bahwa jumlah      milik Sarekat Islam, Oetoesan Hindia,
pekerja perempuan di bidang pertanian,      di Surabaya, sekaligus pimpinan Serikat
perkebunan, dan perdagangan jauh lebih      Buruh Kendaraan Bermotor dan Serikat
besar dari mereka yang bekerja di rumah     Buruh Hotel dan Restoran, dan Sitti
tangga. Selanjutnya, ia mengusulkan         Soendari, wartawan dan juru propaganda
agar kerja rumah tangga diperlakukan        andal untuk Serikat Buruh Kereta Api
sebagai kerja produktif yang harus          dan Tram (VSTP). Ketika percobaan
diberi upah selayaknya. Peserta kongres     pemberontakan gerakan nasionalis
mengembalikan persoalan pada kodrat         radikal, termasuk Partai Komunis
perempuan. Perempuan tidak seharusnya       Indonesia, pada akhir 1926 dipukul
melakukan pekerjaan-pekerjaan berat         mundur oleh penguasa kolonial, sejumlah
dan merendahkan derajatnya, seperti         aktivis perempuan ditangkap dan
menjadi buruh perkebunan, tukang sapu       dibuang ke kamp di Boven Digul, tanah
jalan, atau kuli bangunan. Perdebatan       berhutan lebat dan penuh rawa di Papua
dihentikan oleh ketua kongres dengan        bagian Selatan. Dari sekitar 1.300 orang
alasan perbedaan prinsip.                   yang diasingkan, ratusan meninggal
                                            dunia karena kelaparan dan sakit. Salah
Yang juga tidak terjangkau oleh kongres-    satu perempuan yang selamat dari
kongres perempuan maupun PPII adalah        penghukuman ini, Raden Soekaesih,
perempuan-perempuan yang aktif dan          mendapat kesempatan ke Belanda untuk
menjadi pimpinan di organisasi-organisasi   menyampaikan kesaksiannya di hadapan
yang dianggap berhaluan komunis.            masyarakat Belanda tentang kekejaman
Padahal jumlah perempuan yang terlibat      pemerintah kolonial dalam menghadapi
diperkirakan ribuan. Beberapa nama          gerakan nasionalis.
yang tersebut dalam catatan sejarah
sosial tentang masa radikalisme gerakan     Persoalan lain lagi yang tidak terjangkau
nasionalis di awal abad ke-20 adalah        kongres-kongres perempuan terkait para
Ny. Vogel, seorang Indo-Belanda, yang       pembantu rumah tangga yang dibawa
mengetuai Sarekat Hindia cabang             orang-orang Belanda ke negerinya


                                                                      Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan   33
tampak bahwa sumber inspirasi
                                                                                      untuk merumuskan keperempuanan
                                                                                      mereka bukan main kayanya. Tradisi
                                                                                      kepemimpinan dan perlawanan yang
                                                                                      dipimpin perempuan pada abad-abad
                                                                                      sebelumnya, keberanian para nyai
                                                                  Baboe Laoet         dan pekerja perempuan menembus
                                                                  adalah pengasuh
                                                                  anak yang khusus
                                                                                      batas-batas kultural dan menghadapi
                                                                  dipekerjakan di     dunia antah-berantah yang asing,
                                                                  kapal laut. Tidak   kecerdasan perempuan terpelajar
                                                                  ada perlindungan
                                                                                      memanfaatkan ruang-ruang privat
                                                                  bagi mereka
                                                                  dalam hal upah,     sebagai basis perlawanan, sampai
                                                                  keselamatan         keterlibatan perempuan dalam gerakan
                                                                  kerja, dan          sosial yang menuntut perubahan
                                                                  jaminan kerja
                                                                  lainnya             mendasar dalam tatanan masyarakat,
                                                                  (Batavia, 1880;     semua itu merupakan tonggak-tonggak
                                                                  KITLV)              penting yang seharusnya menjadi acuan
                                                                                      dalam perumusan keperempuanan
                                                                                      dan kebangsaan. Menariknya, ketika
                                                                                      gerakan perempuan bersinggungan
                                                                                      dengan gerakan nasionalis, gagasan
                                                                                      yang menjadi dominan adalah
                                                                                      perempuan sebagai “iboe bangsa”
                                                                                      dengan hoofdkwartier (markas utama)
                                                                                      perjuangannya rumah tangga, seperti
sejak abad ke-18. Sebagian dari mereka      Kaoem Iboe Indonesia di bawah             ditetapkan dalam Kongres Perempuan
mondar-mandir antara Hindia Belanda         pimpinan Sandijem dan Mak Ginem.          Indonesia II (1935):
dan Belanda sebagai “baboe laoet”           Mereka menyediakan rumah-rumah
(zeebaboe): pengasuh anak yang              mereka sebagai tempat persinggahan         Apakah kewadjiban iboe sebagai ‘Iboe
khusus dipekerjakan di kapal laut.          dan pertemuan bagi masyarakat              Bangsa’? Tidak lain dan tidak boekan
Jumlah mereka mencapai ratusan dan di       Indonesia yang ada di Belanda.             hanjalah jang teroetama memelihara
antara mereka banyak yang mengalami                                                    ketinggian boedi-pekerti bangsanja.
ketidakadilan dari segi upah, keselamatan   Jika kita menilik pemikiran dan            . . . Kami sekali-kali tidak meminta
kerja, dan jaminan kerja lainnya. Pada      pengalaman perempuan yang terlibat         kepada kaoem iboe Indonesia, soepaja
1939 mereka mendirikan organisasi           dalam pergerakan kebangsaan, akan          sebagai ‘Iboe Bangsa’ saban hari dan


 34
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap
Mari bersikap

Más contenido relacionado

Destacado

Bahan perlindungan perempuan tgl 11 4-13
Bahan perlindungan perempuan tgl 11 4-13Bahan perlindungan perempuan tgl 11 4-13
Bahan perlindungan perempuan tgl 11 4-13Afrizal Bob
 
Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Afrizal Bob
 
Pengasuhan anak di era digital
Pengasuhan anak di era digitalPengasuhan anak di era digital
Pengasuhan anak di era digitalRita Pranawati
 
Pendidikan seks dan bullying untuk ortu dan guru 2
Pendidikan seks  dan bullying untuk ortu dan guru 2Pendidikan seks  dan bullying untuk ortu dan guru 2
Pendidikan seks dan bullying untuk ortu dan guru 2Ratna Widiastuti
 
Sebab dan dampak konflik serta kekerasan
Sebab dan dampak konflik serta kekerasanSebab dan dampak konflik serta kekerasan
Sebab dan dampak konflik serta kekerasanRamipratama
 
Pendampingan Anak Pengguna Gadget
Pendampingan Anak Pengguna GadgetPendampingan Anak Pengguna Gadget
Pendampingan Anak Pengguna GadgetRidwan Sanjaya
 
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)wulandari1996
 
PRO -KONTRA PENDIDIKAN SEKS USIA DINI
PRO -KONTRA PENDIDIKAN SEKS USIA DINIPRO -KONTRA PENDIDIKAN SEKS USIA DINI
PRO -KONTRA PENDIDIKAN SEKS USIA DINIIsna R. Retnaningsih
 
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada anak
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada  anak Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada  anak
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada anak Falanni Firyal Fawwaz
 
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif 2
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif  2Kekerasan pada anak dan aspek kuratif  2
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif 2Rita Pranawati
 
Dampak Psikologis Kekerasan & Penyimpangan Seksual
Dampak Psikologis Kekerasan & Penyimpangan SeksualDampak Psikologis Kekerasan & Penyimpangan Seksual
Dampak Psikologis Kekerasan & Penyimpangan SeksualFalanni Firyal Fawwaz
 
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual 24hourparenting
 
PENDIDIKAN SEKS - Mengkomunikasikan dan Berbicara tentang Seks Kepada Anak
PENDIDIKAN SEKS - Mengkomunikasikan dan Berbicara tentang Seks Kepada AnakPENDIDIKAN SEKS - Mengkomunikasikan dan Berbicara tentang Seks Kepada Anak
PENDIDIKAN SEKS - Mengkomunikasikan dan Berbicara tentang Seks Kepada AnakFaiz Hayaza'
 
Internet Indonesia Dalam Angka (2015 - 2016)
Internet Indonesia Dalam Angka (2015 - 2016)Internet Indonesia Dalam Angka (2015 - 2016)
Internet Indonesia Dalam Angka (2015 - 2016)Indriyatno Banyumurti
 

Destacado (19)

Isu gender dan kdrt
Isu gender dan kdrtIsu gender dan kdrt
Isu gender dan kdrt
 
Makalah kdrt
Makalah kdrtMakalah kdrt
Makalah kdrt
 
Bahan perlindungan perempuan tgl 11 4-13
Bahan perlindungan perempuan tgl 11 4-13Bahan perlindungan perempuan tgl 11 4-13
Bahan perlindungan perempuan tgl 11 4-13
 
Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2Perlindungan perempuan 2
Perlindungan perempuan 2
 
Pengasuhan anak di era digital
Pengasuhan anak di era digitalPengasuhan anak di era digital
Pengasuhan anak di era digital
 
Pendidikan seks dan bullying untuk ortu dan guru 2
Pendidikan seks  dan bullying untuk ortu dan guru 2Pendidikan seks  dan bullying untuk ortu dan guru 2
Pendidikan seks dan bullying untuk ortu dan guru 2
 
Kdrt uu. 23 tahun 2004
Kdrt uu. 23 tahun 2004Kdrt uu. 23 tahun 2004
Kdrt uu. 23 tahun 2004
 
Sebab dan dampak konflik serta kekerasan
Sebab dan dampak konflik serta kekerasanSebab dan dampak konflik serta kekerasan
Sebab dan dampak konflik serta kekerasan
 
Pendampingan Anak Pengguna Gadget
Pendampingan Anak Pengguna GadgetPendampingan Anak Pengguna Gadget
Pendampingan Anak Pengguna Gadget
 
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Ulasan Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
 
PRO -KONTRA PENDIDIKAN SEKS USIA DINI
PRO -KONTRA PENDIDIKAN SEKS USIA DINIPRO -KONTRA PENDIDIKAN SEKS USIA DINI
PRO -KONTRA PENDIDIKAN SEKS USIA DINI
 
Kekerasan anak
Kekerasan anakKekerasan anak
Kekerasan anak
 
Gen re dithanrem
Gen re   dithanremGen re   dithanrem
Gen re dithanrem
 
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada anak
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada  anak Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada  anak
Kekerasan & pelecehan, penyimpagan seksual pada anak
 
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif 2
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif  2Kekerasan pada anak dan aspek kuratif  2
Kekerasan pada anak dan aspek kuratif 2
 
Dampak Psikologis Kekerasan & Penyimpangan Seksual
Dampak Psikologis Kekerasan & Penyimpangan SeksualDampak Psikologis Kekerasan & Penyimpangan Seksual
Dampak Psikologis Kekerasan & Penyimpangan Seksual
 
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
Membantu Anak Mencegah Kekerasan Seksual
 
PENDIDIKAN SEKS - Mengkomunikasikan dan Berbicara tentang Seks Kepada Anak
PENDIDIKAN SEKS - Mengkomunikasikan dan Berbicara tentang Seks Kepada AnakPENDIDIKAN SEKS - Mengkomunikasikan dan Berbicara tentang Seks Kepada Anak
PENDIDIKAN SEKS - Mengkomunikasikan dan Berbicara tentang Seks Kepada Anak
 
Internet Indonesia Dalam Angka (2015 - 2016)
Internet Indonesia Dalam Angka (2015 - 2016)Internet Indonesia Dalam Angka (2015 - 2016)
Internet Indonesia Dalam Angka (2015 - 2016)
 

Último

Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxMateri Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxshafiraramadhani9
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 

Último (20)

Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxMateri Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 

Mari bersikap

  • 1. KITA BERSIKAP Empat Dasawarsa Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perjalanan Berbangsa
  • 2.
  • 3. KITA BERSIKAP Empat Dasawarsa Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perjalanan Berbangsa Komnas Perempuan, 2009
  • 4. @2009 Komnas Perempuan Tim Penulis Kamala Chandrakirana Ayu Ratih Andy Yentriyani Tim Riset Foto T.J. Erlijna Shanti Ayu Prawitasari Desain AhmettSalina Foto Sampul Sisa Rumoh Geudong (Aceh; Galuh Wandita) Foto di sampul adalah sisa-sisa Rumoh Geudong, tempat pemerkosaan dan penyiksaan seksual terhadap sejumlah perempuan Aceh terjadi. Rumah ini dibakar oleh massa setelah status DOM Aceh dicabut. Sisa-sisa Rumoh Geudong adalah bukti bagaimana jejak sejarah bangsa perlahan sirna oleh waktu bila tidak ada yang mau mengingat dan merawatnya. Buku ini ditulis dalam bahasa Indonesia. Komnas Perempuan adalah pemegang tunggal hak cipta atas dokumen ini. Meskipun demikian, silahkan menggandakan sebagian atau seluruh isi dari dokumen ini untuk kepentingan pendidikan publik atau advokasi kebijakan untuk memajukan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan. Laporan ini dicetak dengan dukungan dana hibah AUSAID. ISBN 978-979-26-7541-2 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Jl. Latuharhari No. 4B, Jakarta 10310 Tel. +62 21 3903963 Fax. +62 21 3903911 mail@komnasperempuan.or.id http://www.komnasperempuan.or.id
  • 5. DAFTAR ISI Ucapan Terima Kasih Daftar Singkatan dan Akronim vi viii Prakata xii I. Pendahuluan 3 Dari Pengetahuan ke Penyikapan 4 Apa dan Mengapa Kekerasan Terhadap Perempuan 6 Metodologi dan Alur Penulisan Buku 9 II. Menelisik Perjalanan Perempuan Dalam Pergerakan Kebangsaan 15 Jejak Awal: Menjadi Iboe Bangsa 16 Dari Iboe Bangsa Menjadi Perempuan Republik 36 Hukum Islam dan Poligami 46 Perempuan Republik Berbaju Sosialisme 50 Politik Nasional vs Politik Perempuan 55 Keperempuanan Indonesia Terguncang 58 III. Menimbang Ulang Posisi Perempuan Dalam Pembangunan 65 Pemanfaatan Tenaga Kerja Perempuan 72 Perempuan Desa 72 Perempuan Buruh 74 Perempuan Buruh Migran 77 Penataan Tubuh dan Ruang Gerak Perempuan 80 Penataan Tubuh Perempuan: Program Keluarga Berencana 80 Penataan Ruang Gerak Perempuan 87 iii
  • 6. Bibit-Bibit Konflik : Penataan Identitas dan Alam 95 Penyeragaman Identitas 95 Penataan Sumber Daya Alam 100 Pengerdilan Peran Perempuan 103 IV. Menyingkap Kekerasan terhadap Perempuan Dalam Konflik 111 Tragedi Mei 1998 114 Timor Timur 121 Aceh 128 Papua 139 Ruteng, Nusa Tenggara Timur 146 Maluku 148 Poso 152 Jemaah Ahmadiyah 160 Peristiwa 1965 163 Tragedi Mei 1998 Setelah Sepuluh Tahun 170 V. Belajar dari Sejarah dan Arah ke Depan 177 Belajar dari Sejarah 178 Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Para Korbannya 178 Tentang Pemisahan yang Menyesatkan 182 Tentang Kesejarahan Perempuan Berpolitik 187 Arah ke Depan 190 Kebenaran dan Pengakuan 191 Rasa Adil dan Peradilan 193 Pemulihan dan Pemberdayaan 195 Dari Iboe Bangsa Menuju Perempuan Warga 197 iv
  • 7. Lampiran-lampiran Lampiran 1: Langkah-langkah Kebenaran, Pemulihan, dan Keadilan untuk Memajukan Penanganan Akar Masalah Empat Dasawarsa Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia 204 Lampiran 2: Daftar Bacaan 207 v
  • 8. TERIMA KASIH Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) perempuan korban kekerasan, Komnas Perempuan menyampaikan apresiasi pertama-tama menyampaikan terima yang mendalam terhadap kegigihan dan kasih sebesar-besarnya kepada para kebersamaannya. perempuan korban kekerasan di dalam berbagai situasi konflik yang telah Terima kasih kepada setiap pihak yang membuka diri untuk bercerita tentang telah bekerja keras untuk melahirkan penderitaan dan perjuangannya. Mereka buku ini. Pertama, kepada para semua adalah survivor. Kami menghargai penulis: Agung Ayu Ratih, sejarawan kepercayaan yang telah mereka sekaligus pekerja kemanusiaan yang berikan kepada Komnas Perempuan memberikan pijakan sejarah yang dan menghormati kewibawaan dan kokoh bagi buku ini dan seluruh analisis keteguhannya dalam bercerita. Kami tentang empat dasawarsa kekerasan sadar bahwa setiap upaya mengingat terhadap perempuan; Andy Yentriyani, kembali peristiwa yang sedemikian perempuan pembela HAM yang menyakitkan akan membuka luka. Tanpa tumbuh dan berkembang di dalam peran setiap perempuan yang duduk tubuh Komnas Perempuan sebagai dan berbicara dengan kami tentang pencatat dan pendamping setia bagi para pengalamannya, bangsa Indonesia tidak perempuan korban yang memercayakan akan bisa memperoleh pemahaman pengalamannya kepada Komnas yang sepenuh-penuhnya dan sejujur- Perempuan; Kamala Chandrakirana, jujurnya tentang perjalanan sejarahnya salah satu pendiri Komnas Perempuan sendiri. Kepada para dokumentator yang memelopori kerja pemantauan dan rekan-rekan mitra yang menjadi terkait segala bentuk kekerasan terhadap pencatat pengalaman perempuan korban perempuan di masa kini dan masa lalu; kekerasan dan yang ikut bersama- serta, rekan-rekan di International Center sama mencari jalan keluar dari konflik for Transitional Justice yang mendukung dan membuka jalan bagi pemulihan kerja tim penulis. Kedua, kepada tim vi
  • 9. ilustrasi buku: Theodora J. Erlijna, peneliti Farida Haryani (Aceh), Fatimah Syam muda yang merancang ilustrasi buku dan (Aceh), Hilmar Farid (Jakarta), Khairani mengoordinasikan proses pengumpulan Arifin (Aceh), Kumudini Samuel foto dan materi visual lain; Shanti Ayu (Srilanka), Mary Jane Real (Filipina), Prawitasari, tenaga magang di Komnas Rumadi (Jakarta), Samsidar (Aceh), Perempuan yang mendukung proses Saparinah Sadli (Jakarta), Sunila pelacakan foto-foto; dan John McGlynn Abeyesekare (Srilanka), Syafiq Hasyim dengan Yayasan Lontar dan Poriaman (Jakarta), dan Yunianti Chuzaifah Sitanggang yang memberikan akses (Jakarta). Konsultasi-konsultasi Komnas kepada perpustakaan fotonya. Banyak Perempuan dengan komunitas korban pihak telah menyumbangkan dokumen didukung oleh IKOHI, Kontras, Forum dan foto dari koleksi pribadi ataupun Komunikasi Korban Mei 1998, Lembaga lembaganya untuk buku ini, termasuk Penelitian Korban Pelanggaran HAM Sekretariat Teknis Post-CAVR di Timor- (LPKP HAM) di Jakarta dan Bali, serta Leste. Dedikasi mereka semua sungguh Paguyuban Keluarga Korban Tragedi luar biasa untuk memastikan tercapainya Mei 1998, Trisakti, Semanggi 1 dan misi buku ini dengan sebaik-baiknya. 2. Kawan-kawan di dalam Komnas Perempuan sendiri, dari lingkungan Proses membayangkan, menuliskan dan Komisioner dan Badan Pekerja, serta meluncurkan buku ini dilakukan oleh pihak-pihak lain yang tidak dapat Komnas Perempuan bersama sejumlah disebutkan satu per satu, membantu pakar nasional dan internasional yang menguatkan tim penulis dalam ikut menyumbangkan wisdom dan menyelesaikan buku ini. Kepada mereka buah pikirannya untuk memastikan semua kami ucapkan banyak terima bahwa buku ini dapat bermakna bagi kasih. perjuangan keadilan jender di mana- mana. Mereka adalah Azriana (Aceh), Cecilia Ng (Malaysia), Eri Seda (Jakarta), vii
  • 10. DAFTAR ABRI AD Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Angkatan Darat SINGKATAN DAN ANRI AS Arsip Nasional Republik Indonesia Amerika Serikat AKRONIM Bimas BKKBN Bimbingan Massal Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BMI Buruh Migran Indonesia BPPIP Badan Perlindungan Perempuan Indonesia dalam Perkawinan BUUD/KUD Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa CAVR Comissão de Acolhimento, Verdade e Reconciliação de Timor Leste/Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste DAWN Development Alternatives with Women for a New Era DI/TII Darul Islam/Tentara Islam Indonesia DPP Dewan Pimpinan Pusat DPR Dewan Perwakilan Rakyat FAO Food and Agriculture Organization/Organisasi Pangan dan Pertanian G30S Gerakan 30 September Gapi Gabungan Politik Indonesia GBHN Garis-garis Besar Haluan Negara GDP Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto Gerwani Gerakan Wanita Indonesia Gerwis Gerakan Wanita Istri Sedar Golkar Golongan Karya GWS Gerakan Wanita Sosialis; menjadi Gerakan Wanita Sejahtera (pada 1964) IPPF International Planned Parenthood Federation viii
  • 11. ITB Institut Teknologi Bandung JA Jemaah Ahmadiyah KB Keluarga Berencana KK Kontrak Karya KKP Komisi Kebenaran dan Persahabatan KNIP Komite Nasional Indonesia Pusat Komnas HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas Perempuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Kowani Kongres Wanita Indonesia KP Komnas Perempuan KPP HAM Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia Krismon Krisis moneter KWI Kongres Wanita Indonesia Laswi Lasykar Wanita Indonesia Litsus Penelitian khusus LKBN Lembaga Keluarga Berencana Nasional MCK Mandi-Cuci-Kakus MDG Millennium Development Goals MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat MRP Majelis Rakyat Papua Nekolim Neokolonialisme dan imperialisme NKK/BKK Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan NU Nahdlatul Ulama OPM Organisasi Papua Merdeka Otsus Otonomi khusus P3HPTR Panitia Penyelidik Peraturan Hukum Perkawinan Talak & Rujuk ix
  • 12. Pekka Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga Permi Persatoean Moeslim Indonesia Persit Persatuan Isteri Tentara (Angkatan Darat) Perwanas Persatuan Wanita Nasional Perwani Persatuan Wanita Indonesia Perwari Persatuan Wanita Republik Indonesia Peta Pembela Tanah Air Petrus Penembak misterius PIKAT Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya Pilkada Pemilihan kepala daerah PKBI Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKI Partai Komunis Indonesia PKK Pembinaan Kesejahteraan Keluarga PNI Partai Nasionalis Indonesia PPI Persatoean Perempoean Indonesia PPII Perikatan Perhimpoenan Istri Indonesia PRD Partai Rakyat Demokratik PRRI/Permesta Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta PRT Pekerja Rumah Tannga PSI Partai Sosialis Indonesia PUP Panca Usaha Pertanian RPuK Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (Aceh) RUU Rancangan Undang-Undang SARA Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan SI Syariat Islam SKB Surat Keputusan Bersama SOB Staat van Oorlog en van Beleg/Keadaan Perang dan Bahaya x
  • 13. TBO Tenaga Bantuan Operasi TGPF Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan Mei 1998 TII Tentara Islam Indonesia TKTB Tim Kemanusiaan Timor Barat TKW Tenaga Kerja Wanita TNI Tentara Nasional Indonesia Tritura Tri Tuntutan Rakyat TRuK Tim Relawan untuk Kemanusiaan Unamet United Nations Mission in East Timor/Misi Perserikatan Bangsa-bangsa di Timor Timur UNFPA United Nations Fund for Population Activities/Dana PBB untuk Kegiatan Kependudukan UNTAET United Nations Transitional Administration for East Timor/ Administrasi Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Timor Timur UNTEA United Nations Temporary Executive Authority/Kuasa Eksekutif Sementara PBB UU Undang-Undang UUD Undang-Undang Dasar UUPA Undang-Undang Pokok Agraria (No. 5 Tahun 1960) VOC Vereenigde Oostindische Compagnie Wani Wanita Negara Indonesia WH Wilayatul Hisbah xi
  • 14. PRAKATA Buku ini ditulis sebagai kesimpulan dari sepuluh tahun pertama keberadaan dan kerja Komnas Perempuan. Bukan kebetulan bahwa sepuluh tahun ini sejalan dengan sepuluh tahun upaya pembaruan Indonesia. Lembaga ini didirikan di atas puing- puing kehancuran hidup perempuan Tionghoa yang dijadikan sasaran kekerasan pada peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Pembelajaran yang diperoleh Komnas Perempuan dalam menjalankan tugasnya, dengan demikian, adalah pembelajaran tentang perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia juga. Gagasan tentang arah ke depan yang ditawarkan pada akhir buku ini adalah bagian dari membayangkan Indonesia. Kami berusaha sebisa mungkin untuk membuat buku ini menarik bagi banyak pihak, dengan harapan bahwa daya cakup pembelajaran-pembelajaran yang dipaparkan di sini dapat mencapai hati dan pikiran pembaca yang seluas-luasnya. Inilah salah satu tugas dan tanggung jawab Komnas Perempuan, yaitu untuk menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Harapan kami di antara pembaca, di mana pun mereka berada, adalah para penerus perjuangan untuk keadilan dan kemanusiaan bagi semua. Jakarta, 20 November 2009 Kamala Chandrakirana Ketua Komnas Perempuan xii
  • 15. 1
  • 16. Perkosaan dalam kerusuhan Mei 1998 mendorong perempuan dari berbagai latar belakang mengambil sikap untuk menuntut negara bertanggung jawab (Jakarta, 1998; M. Sandra) 2
  • 17. KITA BERSIKAP PENDAHULUAN I Masa lalu bisa saja ditorehkan sebagai perlawanan antara yang kalah dan menang, antara yang salah dan benar. Ini adalah penilaian sejarah yang tentu saja cenderung banyak ditulis oleh mereka yang menang. Yang sering dilupakan bahkan tidak ditulis adalah bagaimana sejarah itu menimbulkan tragedi dan korban. Siapakah yang menjadi korban? Kita semua, tanpa kecuali! Dan ini adalah penilaian moral! Karena berarti kita harus membangun kembali manusia-manusianya dari puing-puing reruntuhan kemanusiaan itu sendiri. Nani Nurrwachman, dalam surat kepada Komnas Perempuan, 15 Desember 2006 —{— Pendahuluan 3
  • 18. Sejarah bangsa Indonesia dipenuhi martabat bangsa ini, serta memastikan oleh pertumpahan darah sejak awal bahwa masa depan anak cucu kita semua kelahirannya hingga kini. Setiap tetes dapat terbebaskan dari jeratan siklus darah yang keluar dari tubuh kita – kekerasan yang telah merasuk ke dalam apakah itu atas nama kemerdekaan seluruh tatanan kehidupan bernegara, Indonesia pada penghujung Perang bermasyarakat, dan berkeluarga saat Dunia II, atau demi mempertahankan ini. Sebagaimana kata-kata Nani kesatuan dan persatuan NKRI pada Nurrachman kepada Komnas Perempuan zaman Orde Baru, ataupun dalam pada diskusi “Merajut Kebersamaan ambisi memenangkan supremasi politik Kita” pada bulan Desember 2006, “kita bagi sebuah agama pada era reformasi semua tanpa kecuali” adalah korban – merupakan saksi tentang betapa dari tragedi demi tragedi yang telah mendarahdagingnya penggunaan meruntuhkan kemanusiaan kita sendiri. kekerasan dalam pergulatan politik, perebutan kuasa, dan perjalanan bangsa- bangsa di bumi pertiwi Indonesia. Kekerasan atas nama “Indonesia” acap Dari Pengetahuan ke kali diselimuti romantisme nasionalis Penyikapan yang sedemikian memukau dalam geloranya sehingga sulit bagi kita untuk menelaah secara seksama apa arti Setelah bekerja selama sepuluh tahun, dan dampak kekerasan dalam seluruh Komnas Perempuan telah melakukan kehidupan berbangsa kita. pendokumentasian tentang berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan Kini, setelah hampir 65 tahun merdeka, pada peristiwa-peristiwa kekerasan tidak bisa lagi kita menunda bertanya massal yang paling menentukan dalam siapa-siapa saja yang telah menjadi perjalanan bangsa Indonesia. Langkah ini korban kekerasan dalam perjalanan diambil dalam rangka menjalankan tugas, membangun negara-bangsa Indonesia sebagaimana tercantum pada Peraturan selama ini. Belum terlambat – tidak akan Presiden Nomor 65 Tahun 2005 tentang pernah terlambat! – bagi kita untuk Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap menatap mata para korban (atau anak Perempuan, yaitu untuk: cucunya) guna menemukan jalan untuk mengobati luka, mengembalikan rasa Melaksanakan pemantauan, adil mereka dan menegakkan kembali termasuk pencarian fakta dan 4
  • 19. KITA BERSIKAP Sejak tahun 2005, Komnas Perempuan menerbitkan sembilan laporan tentang kekerasan terhadap perempuan dalam konteks konflik bersenjata di Aceh, konflik komunal di Poso, peristiwa 1965, kerusuhan Mei 1998, penyerangan terhadap komunitas Ahmadiyah, konflik sumber daya alam di Manggarai, NTT dan Buyat, Sulawesi Utara, serta terkait kebijakan-kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan, dan konflik berkepanjangan di Papua (dalam penyelesaian). Laporan-laporan ini dibuat atas dasar pendokumentasian pengalaman para perempuan korban dan ditulis mengikuti kerangka hak asasi manusia. Kini, saat bangsa Indonesia telah Poster pertama yang bicara tentang melampaui batas tahun kesepuluh kekerasan negara terhadap perempuan, diterbitkan oleh Kalyanamitra. Poster ini masa reformasi pasca Orde Baru, tiba dibawa oleh delegasi Indonesia ke kongres waktunya untuk menemukan keterkaitan perempuan se-dunia di Beijing pada 1995. antar satu peristiwa kekerasan dengan (Semsar Siahaan/Kalyanamitra) peristiwa lainnya, serta menghimpun sebuah pembelajaran yang utuh sampai ke akar-akar masalahnya. Pengetahuan yang dibangun bukan sekaedar untuk pendokumentasian tentang segala mempertajam pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan kekerasan terhadap perempuan, dan pelanggaran hak asasi perempuan melainkan juga untuk menunjukkan jalan serta penyebarluasan hasil pemantauan bagi langkah-langkah penyikapan yang kepada publik dan pengambilan tepat guna menjamin agar kekejian- langkah-langkah yang mendorong kekejian semacam ini tidak akan terulang pertanggungjawaban dan penanganan. di masa depan. (Pasal 4, Poin c) Pendahuluan 5
  • 20. Penyikapan semacam apa yang kekerasan terhadap perempuan adalah diharapkan? Pertama, penyikapan yang sebuah pengingkaran terhadap nilai-nilai dipandu oleh nilai-nilai kemanusiaan dan konsensus bangsa sebagaimana yang universal. Perjuangan di Indonesia ditegaskan dalam UUD Negara RI 1945. untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Ketiga, penyikapan yang diharapkan merupakan bagian dari perjuangan muncul dari pengetahuan yang diperoleh peradaban dunia untuk menegakkan melalui buku ini adalah penyikapan hak-hak asasi manusia. Sebagaimana yang membebaskan semua perempuan disebutkan dalam Pembukaan UUD – dalam segala keberagamannya –dari Negara RI 1945, Indonesia pun “ikut segala bentuk ketidakadilan. Hal ini melaksanakan ketertiban dunia yang menuntut adanya analisis yang kritis berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan utuh tentang kekerasan terhadap abadi dan keadilan sosial”. Cita-cita perempuan dalam keterkaitannya universal ini menuntut kita untuk dengan berbagai pola diskriminasi yang memenuhi hak-hak asasi manusia secara berlaku, termasuk diskriminasi atas dasar konsisten dalam seluruh aspek hidup jender, ras, suku, kepercayaan, kelas, dan tanpa kecuali, baik dalam kehidupan pandangan politik. Penyikapan semacam bermasyarakat dan bernegara di arena ini akan relevan bagi semua perempuan publik maupun dalam kehidupan selaku warga yang tengah menghadapi berpasangan dan berkeluarga di arena tantangan-tantangan mutakhir abad ke- yang bersifat pribadi (privat). 21, termasuk tentang cara perempuan berpolitik dan menjadi pemimpin bagi Kedua, penyikapan yang diharapkan bangsa dan sesamanya. dari pengetahuan yang dibangun dalam buku ini adalah penyikapan yang menempatkan kekerasan terhadap perempuan sebagai bagian integral Apa dan Mengapa dari jatuh bangunnya proses pencarian Kekerasan Terhadap bangsa untuk “menjadi Indonesia.” Artinya, ada upaya khusus untuk Perempuan mengatasi pengabaian terhadap pengalaman perempuan dalam catatan Menurut Deklarasi Penghapusan bangsa tentang sejarahnya sendiri, Kekerasan terhadap Perempuan, dan ada penegasan khusus bahwa kekerasan terhadap perempuan 6
  • 21. KITA BERSIKAP adalah setiap perbuatan berdasarkan lembaga-lembaga pendidikan perbedaan jenis kelamin yang berakibat dan sebagainya, perdagangan atau mungkin berakibat kesengsaraan perempuan, dan pelacuran paksa; atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk • Kekerasan secara fisik, seksual, ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan dan psikologis yang dilakukan atau atau perampasan kemerdekaan secara dibenarkan oleh Negara, di mana sewenang-wenang, baik yang terjadi di pun terjadinya. Penyerahan laporan resmi negara depan umum maupun dalam kehidupan yang pertama kalinya tentang pribadi. Kekerasan terhadap perempuan Komite Penghapusan Segala Bentuk pelanggaran HAM yang dialami perempuan korban Peristiwa 1965 mencakup, tapi tidak hanya terbatas Diskriminasi terhadap Perempuan kepada Presiden Soesilo Bambang pada: Yudhoyono oleh Ketua Komnas Perempuan di Istana Merdeka, 20 • Kekerasan secara fisik, seksual, Februari 2008. (Jakarta, 2008; KP) dan psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan kanak-kanak dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin, pemerkosaan dalam perkawinan, perusakan alat kelamin perempuan dan praktik-praktik tradisional yang menyakitkan lainnya terhadap perempuan, kekerasan di luar hubungan suami- istri dan kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi; • Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas, termasuk pemerkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan, dan ancaman seksual di tempat kerja, dalam Pendahuluan 7
  • 22. (CEDAW), melalui Rekomendasi Saling silang sekian bangunan pemikiran Umum Nomor 19, menyatakan bahwa tentang keperempuanan dan kebangsaan kekerasan terhadap perempuan adalah yang pada titik-titik tertentu dalam lintas wujud dari diskriminasi berbasis jender sejarah mencetuskan satu keyakinan yang diarahkan pada perempuan pahit: untuk membangun kesejahteraan karena keperempuanannya atau yang dan kejayaan suatu negara-bangsa berdampak pada perempuan secara diberlakukan penyeragaman paksa berlebih. terhadap gerak dan pikiran setiap warga negara di bawah satu garis komando. Di Indonesia, kekerasan terhadap Perempuan menjadi salah satu sasaran perempuan mempunyai akar pada utama karena tubuhnya memuat daya kesejarahan perempuan sejak Indonesia menelurkan kehidupan baru, dan gerak mulai dibayangkan. Melalui buku ini, serta perhatiannya secara tradisional kita mempertimbangkan akar-akar menentukan keberlangsungan kehidupan pengalaman terkini perempuan dengan itu sendiri. kekerasan dalam kaitannya dengan gagasan-gagasan tentang perempuan Sayangnya, dalam wacana sejarah dan keperempuanan yang pernah hidup nasional Indonesia, kisah tentang dalam perbincangan kaum perempuan kekerasan terhadap perempuan Kekerasan terhadap perempuan di dalam gerakan nasionalis di awal abad jarang mengemuka. Bahkan dalam dipahami sebagai akibat dari ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki ke-20. Apa yang dibayangkan tentang sekian catatan perjalanan pergerakan dan perempuan yang berkait kelindan peran dan posisi perempuan di hadapan perempuan akan sulit kita temui dengan kepentingan kekuasaan lainnya bangsa yang sedang menjadi Indonesia? pembahasan tentang peristiwa-peristiwa yang ada di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tugu Pak Tani. Bagaimana gagasan-gagasan dari para yang menimbulkan korban di kalangan (Jakarta, 2009; KP) pejuang perempuan bersinggungan dan perempuan. Kalaupun ada upaya bertarung dengan gagasan-gagasan ideal pengungkapan, misalnya ketika Edisi tentang perempuan dan keperempuanan Pemutakhiran “buku standar” Sejarah yang hidup di masyarakat? Saat Nasional Indonesia (2008) memuat Republik Indonesia telah berdiri, kita kisah para perempuan yang dipaksa simak bagaimana gerakan perempuan menjadi budak seksual (jugun ianfu) berunding dan bersitegang dengan pada masa pendudukan Jepang (1942- negara untuk mendesakkan hak-hak 1945), kekerasan terhadap perempuan perempuan sebagai manusia dan sebagai dianggap sebagai kekecualian dalam warga negara. sejarah. Ada kecenderungan melihat kekerasan terhadap perempuan, 8
  • 23. KITA BERSIKAP terutama yang sifatnya seksual, seperti bagian dari kesialan nasib perempuan. pemerkosaan, sebagai kecelakaan atau Tanpa penjelasan yang memadai, tragedi akibat sampingan dari suatu peristiwa demi tragedi akan muncul tanpa kendali, yang lebih besar, peperangan misalnya, tanpa struktur, tanpa sejarah, dan kita dan tidak patut diperbincangkan secara sekaedar berdoa semoga tidak menjadi terbuka. korban berikutnyanya. Pengabaian pengalaman perempuan Buku ini memberi sarana untuk korban kekerasan dalam rekaman menengok sejarah, sambil mengakrabi sejarah bangsa ini menghalangi kita permasalahan hari-hari ini. Dengan untuk memahami secara utuh latar demikian, kita juga memeriksa belakang dan akibat sekian tragedi kesahihan acuan-acuan kehidupan yang mengguncang rasa kemanusiaan berbangsa dan bernegara dari masa ke kita. Ketika pemerkosaan massal dalam masa di hadapan pengalaman korban Tragedi 13-14 Mei 1998 terungkap, kekerasan terhadap perempuan jaman diikuti dengan kesaksian terbuka para sekarang. Harapannya, pada akhirnya perempuan korban operasi militer di kita akan sama-sama menyepakati Aceh, kita tersentak. Kita bertanya- bahwa bagaimana negara-bangsa ini tanya, apakah kisah-kisah korban benar memperlakukan perempuan sebagai adanya, apakah bangsa Indonesia manusia dan warga negara merupakan sedemikian biadab? Bukankah asas penanda keberadaban bangsa ini. pendirian republik ini sarat dengan nilai-nilai luhur? Bukankah kita memiliki Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk memandu kita merawat Metodologi dan Alur kebersamaan sebagai bangsa? Saat kita Penulisan Buku dipaksa berhadapan lagi dan lagi dengan kisah-kisah perempuan korban dari Papua, Timor Timur, atau Peristiwa 1965, Dari mana kita memulai? Komnas dan kita tidak memperoleh penjelasan Perempuan bersiteguh bahwa yang memadai tentang apa atau siapa upaya untuk memahami kekerasan yang seharusnya bertanggung jawab, terhadap perempuan perlu dimulai dari kita mulai membangun permakluman pengalaman dan harapan para korban. bahwa kekerasan terhadap perempuan Proses persiapan buku ini diawali dengan adalah musibah yang tak terelakkan, menyapa para korban. Sejak Agustus Pendahuluan 9
  • 24. 2008 hingga September 2009, Komnas lengkap tentang program-program Perempuan melakukan rangkaian dialog bagi pemulihan korban; dengan pakar- dengan para korban untuk mengetahui pakar nasional dan internasional harapan yang mereka miliki dan untuk membangun kerangka analisis tantangan yang mereka hadapi, serta yang tepat dan tajam serta untuk untuk membangun pemahaman bersama mengaitkan seluruh perjuangan di tentang pemulihan dan reparasi dalam tingkat nasional dengan perjuangan perspektif jender. Agar seluruh proses di tingkat internasional; dan dengan persiapan buku bisa berakhir dengan kelompok-kelompok pembela hak-hak sesuatu yang memberi makna nyata asasi manusia, seniman dan pekerja bagi korban dan bangsa, maka Komnas kebudayaan pada umumnya untuk Perempuan juga melakukan rangkaian membahas bentuk acara peluncuran konsultasi dengan pihak pemerintah buku ini. untuk mendapatkan informasi yang Konsultasi dengan komunitas korban adalah titik mulai untuk bersama memahami permasalahan dan merumuskan langkah ke depan; salah satunya dengan komunitas Walisongo, Situwu Lemba. (Poso, 2009; KP) 10
  • 25. KITA BERSIKAP Pemaparan yang disajikan dalam buku Pada Bab IV, kita mendapatkan cerita ini bermula dari suatu masa tatkala tentang pengalaman Komnas Perempuan mimpi tentang Indonesia yang merdeka dalam menyikapi kekerasan terhadap dan berdaulat mulai dibayangkan dan perempuan yang terjadi di tengah kemudian diperjuangkan. Melalui Bab II, berbagai situasi konflik yang berlangsung kita menyimak bagaimana perempuan di Indonesia, sesuai dengan permintaan ikut bermimpi tentang kebebasan korban dan para pendampingnya. dan kedaulatan bangsanya, tetapi Melalui bab ini, kita menyaksikan kemudian harus menghadapi kontradiksi- kebungkaman – dan pembungkaman kontradiksi dalam perjuangan dan – perempuan korban dan kompleksnya kepemimpinan nasional. Akhirnya, para jeratan impunitas untuk kasus-kasus pejuang perempuan harus melakukan kekerasan terhadap perempuan. sejumlah kompromi atas nama keutuhan bangsa dan banyak perdebatan internal Pada Bab V, kita melakukan sebuah tidak tuntas diselesaikan. refleksi atas dasar pembelajaran yang diperoleh Komnas Perempuan dalam Pada Bab III, kita mengenali rezim sepuluh tahun berinteraksi dengan Orde Baru dari perspektif perempuan. perempuan korban dan menyikapi Pada masa ini, banyak perempuan berbagai bentuk kekerasan terhadap mengalami peminggiran, pembakuan perempuan. Pada bab ini kita juga akan peran, penyeragaman identitas, serta memperoleh beberapa pemikiran awal pengabaian dan eksploitasi secara tentang arah ke depan, sebagai urun sistematis melalui kebijakan-kebijakan rembug Komnas Perempuan untuk negara. Semua ini berlangsung perjuangan yang lebih panjang lagi. dalam kerangka paradigma yang dipegang oleh Orde Baru tentang Melalui pendokumentasian bersama kemajuan, pertumbuhan ekonomi, para korban dan pendampingnya, dan keamanan serta sejalan dengan dan dengan upaya penyebarluasan upaya rezim untuk mengendalikan, pengetahuan dan pemahaman yang dan kadang menundukkan, warga diperoleh, Komnas Perempuan telah dan keberagamannya. Pada masa ini, berfungsi sebagai mekanisme pencarian kita menyimak bagaimana perempuan dan pengungkapan kebenaran tentang mengalami diskriminasi yang berlapis- kekerasan terhadap perempuan yang lapis, bibit-bibit konflik mulai tertanam, terjadi dalam sejarah perjalanan bangsa. dan budaya kekerasan gencar Melalui buku ini, kita memecah kebisuan berkembang biak. yang masih terjadi, bahkan di masa Pendahuluan 11
  • 26. keterbukaan reformasi, tentang segala impunitas yang mengekang perempuan bentuk kekerasan terhadap perempuan. korban kekerasan. Kebungkaman korban tentang kekerasan Melalui kebenaran yang diungkap yang dialaminya bersumber pada dalam buku ini, Komnas Perempuan kondisi politik yang tidak bersahabat berharap untuk membuka jalan menuju dan berakar pada pemberian sanksi- penghapusan segala bentuk kekerasan sanksi sosial yang merujuk pada norma- terhadap perempuan hingga ke akar- norma kesusilaan dan keagamaan akarnya, yang semua tertanam kuat yang sempit. Kerancuan cara pandang dalam kesejarahan dan budaya-budaya kita terhadap kekerasan seksual ikut bangsa Indonesia. Upaya penghapusan memojokkan korban. Pemerkosaan, segala bentuk kekerasan terhadap misalnya, lebih sering dianggap perempuan mencakup pengambilan pelanggaran kesusilaan – demikian langkah-langkah pertanggungjawaban dinyatakan dalam produk hukum pidana oleh pelaku dan negara, pemulihan kita – daripada sebagai sebuah kejahatan hak-hak korban, serta jaminan bahwa yang melanggar hak-hak asasi manusia. tidak terulang lagi. Ini adalah sesuai Selama tindakan-tindakan diskriminatif dengan cita-cita bangsa Indonesia untuk terhadap perempuan yang terjadi dalam memberi keadilan dan kesejahteraan bagi kehidupan sehari-hari kita masih belum semua sebagaimana tertera dalam UUD terhapuskan, tidak mungkin kekerasan Negara RI 1945, dan sejalan dengan terhadap perempuan bisa terhindarkan. nilai-nilai kemanusiaan dan hak-hak Diskriminasi yang didasarkan pada asasi manusia yang dipegang teguh oleh pembedaan peran dan posisi laki-laki dan peradaban dunia. perempuan – yang senantiasa berbaur saling menguatkan dengan bentuk- bentuk diskriminasi lainnya – adalah akar dari kekerasan terhadap perempuan. Ketidakmungkinan untuk membahas hal- hal ini secara terbuka dan tulus di dalam dan dengan komunitas korban, serta ketidakmungkinan bagi korban untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan melalui mekanisme-mekanisme legal formal maupun sosial kultural, tak lain dan tak bukan adalah sebuah jeratan 12
  • 28. Perempuan sebagai Iboe Bangsa berkarya di ruang publik sebagai perpanjangan dari perannya di dalam rumah tangga. (1947; KITLV). 14
  • 29. KITA BERSIKAP MENELISIK PERJALANAN PEREMPUAN DALAM PERGERAKAN KEBANGSAAN II Kami sekali-kali tiada hendak mendjadikan moerid-moerid kami djadi setengah orang Eropah, atau orang Djawa kebelanda-belandaan. Maksoed kami dengan mendidik bebas, ialah teroetama sekali akan mendjadikan orang Djawa itoe, orang Djawa jang sedjati, orang Djawa jang berdjiwa karena cinta dan gembira akan tanah air dan bangsanja, jang senang dan gembira melihat kebagoesan bangsa dan tanah airnja, dan . . . kesukarannja! Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 10 Juni 1902 —{— Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 15
  • 30. Jejak Awal: Menjadi dan pembatasan dari pihak pemerintah kolonial sudah menggagalkan rencana Iboe Bangsa Kartini bersekolah di Negeri Belanda. Ia diharuskan menikah dengan lelaki Ketika Kartini menulis tentang rasa pilihan ayahnya dan meninggal muda tertindas yang ia alami sebagai pada saat ia melahirkan putranya yang perempuan Jawa di penghujung abad pertama pada 1904. Namun, gagasan ke-19, ia sudah menyadari bahwa Kartini tentang pentingnya kemerdekaan pembebasan bagi perempuan tidak berpikir dan berbuat bagi semua orang, mungkin terwujud tanpa perubahan tanpa membedakan jender dan kelas, pola pikir di kalangan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup Jawa secara keseluruhan. Bagi Kartini, suatu bangsa menjadi salah satu acuan mengusahakan kesetaraan bagi utama kaum perempuan yang terlibat perempuan adalah bagian dari kerja dalam gerakan nasionalis sejak paro pemberadaban suatu bangsa dan itu awal abad ke-20. Kalau kisah-kisah bukan semata-mata tugas perempuan. perjuangan melawan kekuasaan kolonial Ia memang belum lagi berpikir tentang Belanda yang dipimpin perempuan Indonesia, tapi ia memahami adanya pada abad sebelumnya, seperti Tjoet “bangsa boemipoetra” yang tidak Nja’ Dhien di Aceh (1873-1904), Nji hidup bahagia dan tidak merdeka di Ageng Serang di Jawa (1825-1830), bawah kekuasaan feodal dan kolonial. atau Martha Christina Tiahahu di Dari perenungan dan perbincangan Maluku (1817), memperlihatkan bahwa dengan sahabat-sahabatnya, Kartini perempuan dapat dipercayai untuk percaya bahwa terwujudnya kebebasan mengarungi dunia laki-laki, surat-surat untuk menentukan pilihan-pilihan Kartini mendesakkan satu prasyarat: pribadi, untuk menentukan nasib perjuangan pembebasan manusia sendiri, merupakan pertanda kemajuan harus mempertimbangkan pengalaman perempuan dan bangsa. perempuan sampai ke wilayah yang paling pribadi, lembaga perkawinan. Memang Kartini sendiri pada akhirnya tidak berhasil membebaskan diri Kelahiran gagasan-gagasan Kartini dari tuntutan adat dan mewujudkan menandai titik awal pemikiran modern mimpinya melanjutkan sekolah setinggi tentang hubungan antara kemajuan mungkin. Tekanan dari orang-orang yang perempuan dan keadaban bangsa, serta sangat dicintainya, ayahnya terutama, peran perempuan dalam pergerakan 16
  • 31. KITA BERSIKAP kebangsaan. Dari surat-suratnya Adeldom Verplicht! – Kebangsawanan yang jarang dipublikasikan tampak itoe Berkewadjiban! – adalah pepatah bahwa ia bukan hanya berbicara Belanda yang berulang kali dikutip tentang pentingnya pendidikan bagi Kartini. Bagi Kartini, semakin tinggi kemajuan perempuan, tetapi juga status kebangsawanan seseorang, menunjukkan bagaimana seharusnya semakin berat tugasnya merawat rakyat. perempuan yang berpendidikan Sebagai pemimpin, kaum bangsawan menggunakan kecerdasannya untuk tidak cukup hanya memiliki “kecerdasan berpikir dan berbuat demi kemajuan pikiran”, tetapi juga “kecerdasan budi”. bangsanya. Dengan tajam ia mengulas Dalam kerja pengadaban masyarakat struktur penindasan kolonial yang perempuan tidak bisa ditinggalkan didukung kalangan aristokrat, dan karena perempuan yang terdidik dan mempersoalkan kebejatan moral para berbudi akan menjadi teman seiring pejabat pangreh praja dan pengaruh lelaki. Saat mereka menjadi ibu, keduanya terhadap kemerosotan merekalah yang sejak awal berpengaruh kesejahteraan rakyat. Ia menyaksikan besar dalam memberi pendidikan budi bagaimana tradisi feodal, termasuk di pekerti bagi anak-anaknya. Salah satu tradisi yang dikecam kaum antaranya permaduan, dipertahankan perempuan adalah poligami. Foto semata-mata untuk kenikmatan hidup Perempuan itu soko guru peradaban! Djero Trena dan I Djampiring, dua di antara sekian banyak istri Raja kaum bangsawan. Ia mengecam Bukan karena perempuan yang Buleleng “bangsawan-bangsawan pikiran” yang dipandang cakap untuk itu, melainkan (Bali,1865; KITLV). menguasai ilmu pengetahuan Eropa karena saya sendiri yakin sungguh tanpa mengusahakan perbaikan nasib bahwa dari perempuan itu mungkin rakyatnya: timbul pengaruh yang besar . . . bahwa dialah yang paling banyak membantu Bahwa yang terbaik harus dikangkangi memajukan kesusilaan manusia. sendiri dan dianggap sebagai hak Dari perempuanlah pertama-tama pribadi kaum aristokrat, bersumber manusia menerima didikannya – di pada paham sesat, bahwa kaum haribaannyalah anak belajar merasa bangsawan adalah mutlak manusia dan berpikir, berkata-kata: dan makin lebih mulia, makhluk lapisan teratas lama makin tahulah saya, bahwa daripada Rakyat, dan karenanya berhak didikan yang mula-mula bukan tidak mengangkangi segala yang terbaik! besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia di kemudian harinya. Dan R. A. Kartini: Nota, Jepara, Januari 1903 betapakah ibu Bumiputra itu sanggup Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 17
  • 32. mendidik anaknya bila mereka sendiri penjajahan ini, sekaligus mempersoalkan tiada berpendidikan? bagian-bagiannya yang tidak manusiawi. Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, Melalui pendidikan barat, kaum 21 Januari 1901 terpelajar bumiputra berkenalan dengan gagasan bahwa untuk Secara umum soal kemajuan dan melawan kolonialisme mereka harus keadaban menjadi perhatian kaum menggunakan alat-alat penguasa seperti terpelajar bumiputra, laki-laki maupun ilmu pengetahuan, institusi pendidikan, perempuan, yang memperoleh organisasi, pertemuan umum, percetakan kesempatan langka untuk bersentuhan dan penerbitan. Dengan kebijakan Politik dengan perangkat ilmu pengetahuan Etis sejak awal abad ke-20, penguasa modern sejak akhir abad ke-19. Mereka kolonial, yang selalu beranggapan prihatin akan kemerosotan kualitas bahwa kaum bumiputra bodoh, malas, hidup rakyat akibat kebijakan-kebijakan dan tidak beradab, membuka ruang- kolonial yang semata-mata bertujuan ruang pendidikan secara meluas dengan menguras habis sumber daya alam harapan rakyat Hindia Belanda dengan dan tenaga manusia pribumi demi sukarela akan menerima peradaban kejayaan Kerajaan Belanda. Sementara barat dan menjadi bagian dari Kerajaan itu, penguasa pribumi yang seharusnya Belanda. Kaum bumiputra dengan segera meringankan beban rakyat justru menjadi memanfaatkan ruang-ruang tersebut dan perpanjangan tangan pemerintah menggunakannya untuk kepentingan kolonial dan mengambil keuntungan mereka. Kalau bagi pemerintah kolonial bagi diri mereka sendiri. Kaum terpelajar kemajuan bumiputra cukup diukur bukannya tidak tahu bahwa sepanjang dengan penguasaan ketrampilan- abad ke-19 ada berbagai bentuk ketrampilan teknis yang akan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, menguntungkan proses industrialisasi apakah itu pemberontakan petani Hindia Belanda, bagi kaum bumiputra yang dipimpin kyai-kyai di pedesaan di kemajuan berarti tumbuhnya gairah Jawa, atau perang gerilya terpanjang untuk berpikir merdeka, meninggalkan dalam sejarah di Aceh. Namun, satu per kepatuhan kepada penguasa-penguasa satu perlawanan tersebut dipatahkan tradisional, dan terlibat dalam kerja-kerja kekuatan militer Belanda. Harus ada bersama untuk melawan pembodohan, cara-cara baru untuk mengatasi diskriminasi, dan bentuk-bentuk kerusakan yang ditimbulkan sistem ketidakadilan lainnya. Kemajuan adalah 18
  • 33. KITA BERSIKAP kesiapan untuk melahirkan tradisi baru, menjadi manusia baru. Gagasan kemajuan yang dibayangkan kaum bumiputra terpelajar secara umum berpengaruh terhadap pandangan mereka tentang perempuan. Mereka tetap melihat peran utama perempuan adalah melahirkan dan merawat anak, tapi kepedulian mereka akan perlunya satu generasi baru dengan kualitas moral dan intelektual yang lebih baik membuat mereka berpikir tentang pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan sebagai ibu. Kaum perempuan terdidik sendiri melihat bahwa sistem kolonialisme dan tradisi feodal sudah menyebabkan kehidupan perempuan secara umum terpuruk. Di tingkat elit, perempuan semata-mata dijadikan perhiasan rumah tangga, tidak berpengetahuan, tidak memiliki wawasan apa pun tentang dunia yang lebih luas, dan menjadi korban poligami. Di tingkat bawah, kemiskinan mendorong perempuan untuk menerima kawin paksa sejak usia dini, yang bisa menggiring mereka pada perceraian tidak adil secara berulang, prostitusi atau pergundikan. Mereka berpendapat bahwa hanya Pendidikan diyakini akan membuat kehidupan perempuan pendidikan, baik itu yang memberi bekal lebih baik. Siswi-siswi Korido, sekolah putri pertama di ketrampilan, maupun pengetahuan Papua, angkatan 1952-1955 umum, yang akan membuat kehidupan (Sarah Netta Boerdam). perempuan lebih baik. Dengan bekal ketrampilan perempuan akan mampu Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 19
  • 34. mengusahakan hidup sendiri dan sekolah perempuan pertama, Sekolah dengan perhatian terbesar pada anak- tidak tergantung secara ekonomi pada Istri, didirikan oleh Dewi Sartika sesaat anak perempuan dari kalangan rakyat laki-laki. Sedangkan pengetahuan sebelum Kartini meninggal. Dalam biasa. Di Kotogadang Roehana Koeddoes kerumahtanggaan – kesehatan ibu- waktu delapan tahun sekolah yang mendirikan Sekolah Kerajinan Amai anak, gizi, kebersihan – akan membuat kemudian berubah nama menjadi Setia pada 1911 dan di Menado Maria perempuan mampu merawat keluarga Sekolah Kautamaan Istri ini sudah Walanda-Maramis mendirikan Sekolah dengan lebih baik: berkembang menjadi sembilan sekolah PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Pendidikan (kejuruan) yang membebaskan ketergantungan Tabel 1. wanita di bidang keuangan dari Peningkatan Murid Pribumi pada Masa Kolonial Belanda keluarganya, akan membebaskan wanita pula dari paksaan perkawinan yang tidak dikehendakinya. Wanita HIS NEGERI yang berpendidikan akan menginsafi TAHUN MURID PEREMPUAN MURID LAKI dirinya bukan objek, akan tetapi dengan laki-laki sebagai sesama 1915 3.490 18.970 manusia, mempunyai hak hidup dan 1925 10.195 28.722 akan menginsyafi kesungguhan arti 1929 - 1930 11.917 29.984 perkawinan. Mereka akan mengerti 1934 - 1935 15.492 31.231 bahwa perkawinan bukanlah suatu 1939 - 1940 19.605 34.307 pelarian melainkan suatu langkah dalam kehidupan yang difikirkan TOTAL 60.699 143.214 dengan sungguh-sungguh untuk membahagiakan suami yang dipilihnya dan menjadi ibu yang baik bagi anak- HIS SWASTA anaknya. TAHUN MURID PEREMPUAN MURID LAKI R.A. Sosrohadikusumo dalam Dewi Sartika, hal. 38 1915 1.049 1.195 1925 6.250 14.529 Semangat serupa inilah yang 1929 - 1930 6.941 14.055 Sumber: Frances Gouda, Dutch mendorong perempuan-perempuan 1934 - 1935 8.355 14.077 Culture Overseas: Colonial terdidik di beberapa tempat untuk 1939 - 1940 10.838 15.915 Practice in the Netherlands menyelenggarakan sekolah-sekolah Indies 1900-1942 bagi perempuan. Pada 16 Januari 1904 TOTAL 33.441 59.771 (1995), hal. 79 20
  • 35. KITA BERSIKAP Temurunnya) pada 1917. Pengacara Sekolah-sekolah swasta ini dibangun dan Belanda yang pertama kali mendesakkan diselenggarakan dengan dukungan suami pentingnya perluasan pendidikan bagi atau kerabat para pendirinya, pejabat kaum bumiputra, C. Th. van Deventer, pribumi di tingkat lokal, atau sumbangan beserta istrinya, mendirikan Sekolah dari masyarakat Belanda yang bersimpati Kartini pada 1913 di Semarang. pada upaya pembaharuan di Hindia Belanda. Pelajaran yang diberikan Kaum perempuan yang dekat dengan masing-masing sekolah bervariasi, organisasi-organisasi Islam, seperti tetapi biasanya tidak terlalu jauh dari Muhammadiyah, juga terpengaruh oleh kemampuan baca tulis dan pendidikan berkembangnya semangat pembaharuan dasar kerumahtanggaan: menyapu dan di Hindia Belanda. Mereka berpendapat mengepel, mengatur perabot rumah, bahwa ajaran Islam yang berkembang membersihkan debu, mencuci piring dan pada saat itu sangat terbelakang dan panci, menisik dan menambal pakaian, tidak menghormati perempuan sehingga memasak, merawat bayi dan orang sakit, perempuan perlu dibekali pengetahuan dan membuat kerajinan tangan seperti keagamaan dan keorganisasian untuk menjahit, membordir, menyulam, dan meningkatkan martabat mereka merajut. Di sekolah perempuan juga sebagai manusia. Dengan bimbingan mempelajari adat dan tata cara bergaul pimpinan Muhammadiyah, Kyai Haji yang benar dan pantas seperti cara Ahmad Dahlan, dibentuklah organisasi berbicara dengan orang yang lebih tinggi Aisyiyah di Yogyakarta pada 1917 yang statusnya, bersikap terhadap orang- menyelenggarakan sekolah berkurikulum orang dengan status dan kedudukan modern bagi anak-anak perempuan yang berbeda. dengan tekanan pada pendidikan agama. Di Padang Panjang seorang perempuan Yang menarik, sampai 1930an yang hidup di lingkungan pembaharu kaum perempuan pribumi, termasuk pendidikan Islam, Rahma El Joenoesia, Kartini, tidak pernah secara khusus juga berpikir tentang pentingnya mempersoalkan tradisi pernyaian sebagai pendidikan modern berdasarkan ajaran- salah satu bagian pokok dari perangkat ajaran Islam khusus bagi perempuan. sistem penjajahan, tetapi secara tidak Pada 1922 ia mendirikan pesantren langsung berusaha mengambil jarak perempuan yang diberi nama Sekolah dengan golongan nyai dan budaya Dinijah Poetri. yang berkembang dari tradisi ini. Ada kecenderungan melihat pernyaian Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 21
  • 36. semata-mata sebagai prostitusi terselubung yang tumbuh akibat kemiskinan dan kerendahan moral di kalangan perempuan kelas bawah tanpa terlalu mempersoalkan peran pemerintah kolonial dalam mendorong pernyaian demi kepentingan ekonomi. Sejak awal kedatangan rombongan lelaki Belanda dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Jawa pada abad ke-17, maskapai ini tidak mau dibebani urusan kesejahteraan pegawainya. Mengambil perempuan bumiputra sebagai nyai untuk merawat kesejahteraan lahir batin pegawai pemerintahan kolonial menjadi pilihan terbaik. Nyai juga mampu membuka jalan bagi laki-laki Belanda untuk mengenali adat-istiadat setempat sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah yang menuntut kepatuhan masyarakat bumiputra. Masalahnya, institusi perhubungan dengan para lelaki Belanda tidak pernah diakui sebagai perkawinan yang sah dan setiap saat pemilik nyai dapat memutuskan hubungan tanpa ikatan tanggung jawab. Lebih jauh lagi para ibu bumiputra tidak memiliki hak atas anak-anak yang lahir dari perhubungan ini. Foto dalam pameran di Belanda. Perempuan Hindia Belanda Walaupun dianggap tidak sah, dicitrakan sebagai perempuan yang eksotis dan patuh perkawinan campur antara lelaki Belanda (Jawa, 1901/1903; KITLV). dengan perempuan pribumi melahirkan 22
  • 37. KITA BERSIKAP Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 23
  • 38. Perempuan Cina di dalam tandu. Dalam stuktur kolonial, bangsa Cina, bersama Arab, India dan bangsa asing lainnya, berada di posisi yang lebih rendah dari bangsa kulit putih tetapi di atas bumiputera. Keterlibatan komunitas Cina, khususnya perempuan, dalam pergerakan kebangsaan Indonesia masih belum banyak diketahui oleh masyarkat. ((Jakarta, 1870; KITLV) satu golongan baru, Indo-Eropa, yang susunan rumah tangga keluarga-keluarga membangun keluarga batih melalui menimbulkan kerumitan tersendiri dalam poligamis sama sekali tidak membantu, peraturan-peraturan tentang perkawinan tatanan sosial masyarakat jajahan. Selain kalau bukan menimbulkan masalah- anak, perceraian dan poligami, perseliran, itu, kaum Puritan penganut ajaran- masalah sosial baru. atau pernyaian. Perempuan-perempuan ajaran Calvinist terganggu dengan Belanda yang mulai berdatangan sejak kebiasaan poligami dan perseliran yang Bagi pemerintah kolonial dua cara pertengahan abad ke-19 membawa berkembang di kalangan priyayi Jawa. terbaik untuk merapihkan simpang siur serta pandangan-pandangan konservatif Di tengah upaya pemerintah untuk hubungan antarwarga tanah jajahan tentang peran penting perempuan menata administrasi negara secara dari ras, kelas, dan jender yang berbeda sebagai pengelola rumah tangga dan modern dan menyebarluaskan norma- ini adalah memberdayakan perempuan pendukung karir suami. Sedangkan bagi norma Eropa dalam hal efisiensi dan melalui pendidikan dan pemantapan perempuan bumiputra, terutama yang kejelasan pembagian tanggung jawab, perkawinan monogami untuk di lapisan atas, perkawinan monogami 24
  • 39. KITA BERSIKAP dengan penataan rumah tangga yang penting, terutama untuk menghadapi rapih merupakan pertanda modernitas: tentangan dari kalangan konservatif di kesiapan untuk meninggalkan adab lama kalangan bumiputra yang tidak melihat yang sudah menempatkan perempuan perlunya perempuan berkumpul, semata-mata sebagai obyek kenikmatan bertukar-pikiran, menyatakan pendapat, laki-laki. dan bekerja untuk masyarakat. Perempuan juga membutuhkan bantuan Sepanjang tiga dasawarsa awal abad dari laki-laki untuk mengenali dan ke-20 perbincangan di kalangan memanfaatkan perangkat kerja modern, perempuan terdidik terpusat pada seperti organisasi, penerbitan, dan upaya merumuskan arti kemajuan dan pertemuan umum. Pendirian organisasi keadaban bagi perempuan. Mereka perempuan pertama, Poetri Mardika, seakan sedang mencari jalan tengah di Jakarta pada 1912 didorong oleh untuk berkiprah di tengah dunia yang Boedi Oetomo. Demikian juga surat Ari jadi awewe kudu segala bisa, sedang berubah, antara mendorong kabar perempuan pertama, Poetri ambeh bisa hirup! perempuan keluar dari kungkungan Hindia, yang diterbitkan jurnalis R.M. adat dan menghadapi tentangan dari Tirto Adhisoerjo di Bandung pada Menjadi perempuan harus pihak-pihak yang belum bisa menerima 1909, masih dipimpin dan diawaki perubahan zaman, apakah itu kaum laki-laki. Tiga tahun kemudian Roehana mempunyai banyak kecakapan feodal yang menginginkan perempuan Koeddoes menerbitkan Soenting agar mampu hidup! tetap dalam posisi tradisional, ataupun Melajoe (Bukittinggi) yang sepenuhnya penguasa Belanda yang terus berjaga- dikelola perempuan. Dalam waktu jaga agar pergerakan kaum bumiputra kurang lebih 15 tahun organisasi- Dewi Sartika tidak berkembang ke arah yang organisasi lain pun berdiri di berbagai berlawanan dengan kepentingan kota. Kegiatan mereka kurang lebih penguasaan tanah jajahan. Mereka sama: menyelenggarakan pendidikan sedang mencari pembenaran moral dan layanan kesejahteraan sosial bagi dan politis bagi pekerjaan-pekerjaan perempuan, memberi beasiswa kepada mereka di ranah publik agar mereka anak-anak perempuan yang berbakat, tidak dianggap berniat mengingkari menyebarkan informasi tentang kodrat mereka sebagai perempuan dan pendidikan, dan menerbitkan mingguan pekerjaan mereka diakui sumbangsihnya untuk menyebarluaskan gagasan tentang bagi kemajuan bangsa. kemajuan dan keadaban perempuan. Dukungan dari para lelaki yang aktif Organisasi-organisasi perempuan di dalam pergerakan nasional menjadi masa ini masih didominasi perempuan Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 25
  • 40. dari kalangan elit pribumi. Seruan dan ajakan yang mereka lontarkan melalui penerbitan mereka juga lebih ditujukan kepada perempuan dari kelas atas yang mampu berlangganan secara teratur dan memiliki lebih banyak waktu luang untuk membaca dan berpikir. Gagasan tentang “kebangsawanan itoe berkewadjiban” yang tampak jelas dalam tulisan-tulisan Kartini, begitu juga dalam upaya Dewi Sartika untuk menyemai tradisi ‘bangsawan budi pekerti,’ terus mewarnai wacana perempuan sampai akhir 1930an. Sementara, perempuan elit di Minangkabau dan Minahasa, seperti Roehana Koeddoes dan Maria Walanda-Maramis, mengacu pada upaya pembaharuan sosial berdasarkan penafsiran ulang terhadap sejarah lokal dan ajaran-ajaran agama. Ini tidak berarti bahwa mereka tidak memiliki kepedulian terhadap perempuan kelas bawah. Sebaliknya mereka justru menempatkan diri sebagai pendidik dan penyuara kebutuhan perempuan dari kalangan rakyat jelata agar “kaoem perempoean bangsa kita” tidak terpuruk dalam kemiskinan dan kemerosotan moral. Keinginan menjangkau perempuan dari kelas yang berbeda tidak mudah terlaksana. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan layanan sosial lainnya membutuhkan biaya dan tenaga pendidik yang tidak sedikit sementara 26
  • 41. KITA BERSIKAP sumber keuangan dan personil umum yang membahas tentang organisasi-organisasi ini terbatas. keindonesiaan dan keperempuanan. Pemerintah Hindia Belanda sendiri Pertemuan-pertemuan berupa kongres tidak pernah mengusahakan dukungan ini kebanyakan diselenggarakan dan yang lebih mendasar bagi institusi dihadiri kaum terpelajar dan diawasi pendidikan swasta dan tidak pula dengan ketat oleh pemerintah kolonial. menyempurnakan perluasan pendidikan Masalah perempuan dibicarakan secara bagi kaum perempuan di kalangan buruh khusus oleh pergerakan nasionalis dalam dan petani. Misi pengadaban kolonial Kongres Pemuda I di Jakarta pada berhadapan dengan kepentingan 1926. Kongres yang dihadiri perwakilan ekonomi para pengusaha Eropa. Di kelompok-kelompok pemuda berbagai wilayah perkebunan gula, teh dan suku bangsa ini mencoba mengaitkan kopi, misalnya, antara 25%-45% dari perjuangan emansipasi perempuan jumlah total buruh adalah perempuan, dengan “kebangunan nasional” secara sedangkan di wilayah pertanian di Jawa umum. Seorang mahasiswa kedokteran 30% buruhnya adalah perempuan. dari Minangkabau, Bahder Djohan, Kaum progresif di lingkungan penguasa menyerukan agar perempuan diberi kolonial mengusulkan agar ada larangan keleluasaan untuk “mengolah sifat yang bekerja malam bagi buruh perempuan paling mulia, paling manusiawi, dan agar mereka memperoleh kesempatan itulah ibu”. Ia menolak poligami yang leluasa untuk mengurus rumah dianggap mengganggu ketenangan tangga dan anak-anak mereka. Kaum perempuan dalam menjalankan tugasnya konservatif yang lebih mengutamakan bagi pembangunan negeri dan bangsa. kepentingan ekonomi beranggapan usulan ini memaksakan pandangan Eropa Boleh dikatakan tidak ada tentangan tentang peran perempuan dalam rumah yang berarti terhadap pendapat bahwa tangga dan dunia kerja pribumi yang wilayah utama perjuangan perempuan berbeda hakekatnya. adalah rumah tangga dan keluarga sehat sejahtera merupakan salah satu Gagasan-gagasan perempuan tentang pilar pokok dalam membangun bangsa kemajuan dan keadaban – apakah itu yang kuat. Dalam Kongres Perempuan berasal dari pemaknaan baru terhadap Indonesia I di Jakarta (1928) dan II Perempuan Hindia Belanda adalah adat-istiadat ataupun agama – menemui di Yogyakarta (1935) para pembicara buruh murah bagi perkebunan dan pengakuan dan tentangan yang lebih berulang kali menekankan hal ini dan pabrik milik kaum kolonial terbuka dalam pertemuan-pertemuan mengaitkan antara kekukuhan rumah (1915; Prentenkabinet Leiden/KITLV) Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 27
  • 42. tangga dengan perkawinan yang dalam kedua kongres tersebut di atas. bahagia. Persoalan-persoalan sosial, Inilah yang menjadi sumber perdebatan seperti perdagangan perempuan, sepanjang sejarah gerakan perempuan: prostitusi, pergundikan, atau kawin Apakah poligami sesungguhnya sumber paksa diperbincangkan dalam kerangka masalah atau bagian dari penyelesaian pentingnya membangun institusi masalah bagi perempuan? Dalam perkawinan dan kerumahtanggaan yang perdebatan ini bukan hanya perempuan sehat dan kuat demi kemajuan dan yang terlibat, tetapi juga lelaki dalam keadaban bangsa. Salah satu pembicara gerakan nasionalis. Menarik untuk dalam Kongres Perempuan Indonesia menimbang bahwa mulanya tentangan I yang dengan padat dan runtut terhadap poligami tumbuh dari gerakan membangun pandangan ini adalah Sitti antifeodalisme dan pembaharuan sosial Soendari, jurnalis Wanito Sworo: yang diilhami semangat serupa dari Eropa. Para penentang awal poligami, Kalau bangsa Indonesia hendak seperti Kartini dan Roehana Koeddoes, mendjadi bangsa jang bertempat demikian juga pejuang-pejuang moelia diatas doenia ini patoetlah kita perempuan pada masa berikutnya, tidak mendirikan roemah oleh pertjinta’an secara khusus mempersoalkan ajaran masing-masing, dan djangan bersendi Islam yang mengizinkan poligami, kepada kedengkian (jalouzie), tetapi lebih menggugat kebiasaan kebodohan, atau jang lain-lain. kaum aristokrat dan kelas atas untuk Polygamie, kawin anak2, kawin memelihara banyak perempuan sebagai paksa, atau talak dan pisah jang tiada istri sah atau selir. Praktik-praktik ini berdjangka, soekar benar waktoe kemudian membuat perempuan terjebak sekarang mempertahankannja, kalau dalam ketidakpastian, terutama bila perkawinan hendak kita gambarkan mereka tidak mandiri secara ekonomi. dengan setinggi-tingginja. Pendeknja Pembela poligami pun mempersoalkan makin tegoeh roemah tangga kita makin praktik poligami dan perseliran di koeat bangsa Indonesia, makin senang- kalangan aristokrat. Hanya saja mereka sentosa bangsa Indonesia. menganggap bahwa hukum-hukum Islam sudah memadai untuk mengatasi Patut diperhatikan bahwa Bahder kebobrokan institusi perkawinan yang Djohan dan Sitti Soendari menyebutkan merugikan perempuan, termasuk poligami sebagai masalah perempuan poligami tidak terbatas. dalam lembaga perkawinan dan keluarga 28
  • 43. KITA BERSIKAP Posisi antipoligami baru dikaitkan Perdebatan tentang poligami meluas dengan serangan terhadap ajaran Islam keluar kongres-kongres, menajam, oleh organisasi-organisasi berasaskan dan beralih ke soal pengaruh Barat Islam yang menolak kuatnya pendapat dalam gerakan nasionalis pada saat di kalangan nasionalis sekuler dan tuntutan pembaharuan hukum non-Islam bahwa institusi perkawinan perkawinan yang memuat penghapusan monogami adalah prasyarat utama poligami mendapat sambutan dari kesejahteraan keluarga dan bangsa. pemerintah kolonial pada 1937. Seperti dijelaskan panjang lebar oleh Pemerintah merumuskan rancangan Ratna Sari, pengurus Persatoean peraturan yang lazim dikenal sebagai Moeslim Indonesia (Permi) dalam Ordonansi Perkawinan Tercatat Kongres Perempuan II, poligami dapat dan menyebarkannya ke berbagai berfungsi menjaga kemaslahatan organisasi sebelum disampaikan ke hubungan suami-istri dan masyarakat parlemen Hindia Belanda. Isi ordonansi apabila dipraktikkan sesuai dengan itu antara lain mengimbau penduduk hukum-hukum Islam. Pembatasan mencatatkan perkawinan mereka, jumlah istri, syarat mendapat izin dari yang berarti menerima monogami istri, dan ketentuan untuk bersikap adil dan perempuan yang perkawinannya terhadap semua istri merupakan jaminan tercatat boleh mengajukan permohonan bahwa institusi perkawinan poligami cerai seandainya sang suami berniat tidak selalu merugikan perempuan. mengambil istri lagi. Pemerintah kolonial Ratna Sari menggambarkan beberapa berkepentingan mengeluarkan undang- kondisi buruk yang justru ditimbulkan undang ini antara lain untuk melindungi oleh perkawinan monogami, seperti perempuan Belanda, yang menikah terjadinya perkawinan-perkawinan tidak dengan lelaki bumiputra dari poligami, sah yang sama dengan perzinahan, dan menjawab desakan dari organisasi- berkembangnya prostitusi, kemunafikan organisasi perempuan sekuler untuk suami-istri dalam pemaksaan hubungan menghapuskan praktik poligami. tunggal, atau terlantarnya para janda korban perang. Yang perlu dilawan Organisasi-organisasi Islam segera bukanlah poligami itu sendiri, tetapi menolak proyek ini dan menganggapnya praktik poligami yang semata-mata sebagai upaya pemerintah mengubah untuk memenuhi kesenangan seksual Islam. Di kalangan perempuan dan tidak mengindahkan prinsip keadilan tentangan terkuat datang dari Rasuna bagi perempuan. Said, pengurus Permi, yang melihat Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 29
  • 44. Perkawinan anak, disamping kawin paksa, merupakan praktik yang ditentang gerakan perempuan sejak Kongres Perempuan Indonesia I. Foto Patih Pemalang, Raden Toemenggoeng Reksa Negara, bersama istrinya (Banyumas, 1863; KITLV). 30
  • 45. KITA BERSIKAP proyek ini sebagai intervensi Belanda bahwa poligami harus dihapuskan. terhadap tradisi Islam. Dua partai Baginya beberapa pendapat yang nasionalis, Parindra dan Pasundan, juga menyatakan bahwa poligami baik menolak dengan alasan pemerintah untuk mengatasi kelebihan perempuan sengaja menciptakan kekacauan untuk menghinakan perempuan, “Kita tidak memecah-belah gerakan nasionalis. ingin kawin karena belas kasihan … Dalam perdebatan ini masalah pernyaian Lebih baik bekerja keras daripada kawin mencuat dan menjadi alasan untuk karena belas kasihan.” Penyelidikan ini mempertanyakan mengapa pemerintah menjadi acuan penting perbincangan kolonial tidak membuat undang- tentang perkawinan di masa-masa undang yang melindungi perempuan sesudahnya dan dasar bagi keputusan bumiputra dalam status perkawinan Ketua Kongres untuk membentuk Badan yang tidak sah dengan lelaki Belanda. Perlindungan Perempuan Indonesia Rasuna Said menuntut agar pemerintah dalam Perkawinan (BPPIP). Badan ini membuat aturan yang jelas tentang pola bertugas mengkaji posisi perempuan perhubungan antarrasial ini atau sama dalam hukum Islam, hukum adat, dan sekali menghapuskan praktik pernyaian. hukum Eropa, dan membuka biro- Menghadapi tentangan yang demikian biro konsultasi perkawinan di berbagai keras akhirnya pemerintah membatalkan tempat. proyek ini. Dari perdebatan tentang poligami dapat Pada saat yang hampir bersamaan dipelajari bahwa soal pelembagaan untuk mengatasi perbedaan pendapat perkawinan dan posisi perempuan antarorganisasi anggota tentang di dalamnya menjadi masalah politik poligami, Kongres Perempuan Indonesia kebangsaan. Masing-masing pihak II sudah membentuk Komisi Penyelidik yang berdebat memiliki pandangan Hukum Perkawinan di bawah pimpinan sendiri tentang acuan terbaik bagi ahli hukum Maria Ulfah Santoso. salah satu institusi masyarakat yang Hasil penyelidikan, yang didukung pokok demi tegaknya negara-bangsa dengan fakta lengkap dan kuat tentang Indonesia: keluarga. Organisasi- persoalan-persoalan perempuan dalam organisasi perempuan bukannya tidak perkawinan ini, disampaikan Maria Ulfah menyadari sisi politis dari perjuangan sendiri pada Kongres Perempuan III. Ia mereka. Namun kepelikan yang mereka menyimpulkan bahwa pada akhirnya alami saat berhadapan dengan adat masyarakat Indonesia akan sepakat dan agama membuat mereka memilih Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 31
  • 46. jalur-jalur aman dalam memperjuangkan mempersoalkan penindasan terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan. perempuan di luar lembaga perkawinan. Ketika Kongres Perempuan Indonesia Padahal, pertemuan antara pejuang- I bersepakat membentuk federasi pejuang perempuan dalam gerakan Persatoean Perempoean Indonesia (PPI) perempuan dan gerakan sosial akan pada 1928 yang kemudian berubah memperdalam dan mempertajam menjadi Perikatan Perhimpoenan Istri rumusan umum tentang posisi dan Indonesia (PPII), federasi ini memutuskan peran perempuan dalam pergerakan tidak mengambil sikap tegas terhadap kebangsaan. Apakah memang poligami. Tuduhan dari kalangan perempuan sebaiknya mendahulukan isu Islam bahwa kaum nasionalis sudah di wilayah publik dibandingkan rumah berniat “menghina-hinakan Islam” dan tangga? “mentjerai-beraikan ra’jat Indonesia dengan membitjarakan polygamie,” Mungkin satu-satunya organisasi tampaknya berpengaruh dalam perempuan yang berani menerobos keputusan kongres-kongres perempuan batasan gerak politik perempuan di masa sebelum kemerdekaan untuk adalah Istri Sedar yang didirikan pada tidak berbicara tentang agama dan 1930 di bawah pimpinan Soewarni politik. Pringgodigdo. Secara terbuka Istri Sedar menolak poligami dan memilih Di satu sisi, pilihan ini dapat dilihat tidak bergabung dengan federasi PPII sebagai upaya para pimpinan organisasi karena posisinya terhadap poligami. untuk mendahulukan kebersatuan Soewarni menyatakan, “Perempuan perempuan dalam mendukung Indonesia berhak atas keadilan pergerakan kebangsaan di atas dan kemerdekaan, dan poligami kepentingan perempuan yang lebih ada penolakan sesungguhnya dari khusus. Di lain sisi, jalur-jalur aman yang keadilan dan kemerdekaan.” Ketika dipilih gerakan perempuan membuka Soekarno menyatakan bahwa gerakan ruang bagi gerakan nasionalis yang perempuan pertama-tama harus didominasi laki-laki untuk menentukan mendukung kemerdekaan nasional arah perjuangan perempuan di sebelum menuntut hak-haknya, masa-masa selanjutnya. Lebih jauh Soewarni berpendapat sebaliknya: lagi, gerakan perempuan seakan kesetaraan perempuan menjadi prasyarat terpisah dari perjuangan perempuan- memenangkan kemerdekaan nasional. perempuan dalam gerakan sosial yang Dalam pidatonya “Soal Kaoem Boeroeh 32
  • 47. KITA BERSIKAP Perempoean Indonesia” di Kongres Surakarta dan Woro Sumarisah, yang Perempuan Indonesia II, Soewarni memimpin cabang perempuan Sarekat juga mempersoalkan pendapat yang Rakyat Surakarta. Ada pula jurnalis- membatasi pekerjaan perempuan pada jurnalis perempuan yang terlibat bidang kerumahtanggaan belaka. dalam gerakan kiri, seperti Siti Larang Dengan mengajukan angka-angka Sosrokardono, wartawan surat kabar statistik, ia menunjukkan bahwa jumlah milik Sarekat Islam, Oetoesan Hindia, pekerja perempuan di bidang pertanian, di Surabaya, sekaligus pimpinan Serikat perkebunan, dan perdagangan jauh lebih Buruh Kendaraan Bermotor dan Serikat besar dari mereka yang bekerja di rumah Buruh Hotel dan Restoran, dan Sitti tangga. Selanjutnya, ia mengusulkan Soendari, wartawan dan juru propaganda agar kerja rumah tangga diperlakukan andal untuk Serikat Buruh Kereta Api sebagai kerja produktif yang harus dan Tram (VSTP). Ketika percobaan diberi upah selayaknya. Peserta kongres pemberontakan gerakan nasionalis mengembalikan persoalan pada kodrat radikal, termasuk Partai Komunis perempuan. Perempuan tidak seharusnya Indonesia, pada akhir 1926 dipukul melakukan pekerjaan-pekerjaan berat mundur oleh penguasa kolonial, sejumlah dan merendahkan derajatnya, seperti aktivis perempuan ditangkap dan menjadi buruh perkebunan, tukang sapu dibuang ke kamp di Boven Digul, tanah jalan, atau kuli bangunan. Perdebatan berhutan lebat dan penuh rawa di Papua dihentikan oleh ketua kongres dengan bagian Selatan. Dari sekitar 1.300 orang alasan perbedaan prinsip. yang diasingkan, ratusan meninggal dunia karena kelaparan dan sakit. Salah Yang juga tidak terjangkau oleh kongres- satu perempuan yang selamat dari kongres perempuan maupun PPII adalah penghukuman ini, Raden Soekaesih, perempuan-perempuan yang aktif dan mendapat kesempatan ke Belanda untuk menjadi pimpinan di organisasi-organisasi menyampaikan kesaksiannya di hadapan yang dianggap berhaluan komunis. masyarakat Belanda tentang kekejaman Padahal jumlah perempuan yang terlibat pemerintah kolonial dalam menghadapi diperkirakan ribuan. Beberapa nama gerakan nasionalis. yang tersebut dalam catatan sejarah sosial tentang masa radikalisme gerakan Persoalan lain lagi yang tidak terjangkau nasionalis di awal abad ke-20 adalah kongres-kongres perempuan terkait para Ny. Vogel, seorang Indo-Belanda, yang pembantu rumah tangga yang dibawa mengetuai Sarekat Hindia cabang orang-orang Belanda ke negerinya Menelisik Perjalanan Perempuan dalam Pergerakan Kebangsaan 33
  • 48. tampak bahwa sumber inspirasi untuk merumuskan keperempuanan mereka bukan main kayanya. Tradisi kepemimpinan dan perlawanan yang dipimpin perempuan pada abad-abad sebelumnya, keberanian para nyai Baboe Laoet dan pekerja perempuan menembus adalah pengasuh anak yang khusus batas-batas kultural dan menghadapi dipekerjakan di dunia antah-berantah yang asing, kapal laut. Tidak kecerdasan perempuan terpelajar ada perlindungan memanfaatkan ruang-ruang privat bagi mereka dalam hal upah, sebagai basis perlawanan, sampai keselamatan keterlibatan perempuan dalam gerakan kerja, dan sosial yang menuntut perubahan jaminan kerja lainnya mendasar dalam tatanan masyarakat, (Batavia, 1880; semua itu merupakan tonggak-tonggak KITLV) penting yang seharusnya menjadi acuan dalam perumusan keperempuanan dan kebangsaan. Menariknya, ketika gerakan perempuan bersinggungan dengan gerakan nasionalis, gagasan yang menjadi dominan adalah perempuan sebagai “iboe bangsa” dengan hoofdkwartier (markas utama) perjuangannya rumah tangga, seperti sejak abad ke-18. Sebagian dari mereka Kaoem Iboe Indonesia di bawah ditetapkan dalam Kongres Perempuan mondar-mandir antara Hindia Belanda pimpinan Sandijem dan Mak Ginem. Indonesia II (1935): dan Belanda sebagai “baboe laoet” Mereka menyediakan rumah-rumah (zeebaboe): pengasuh anak yang mereka sebagai tempat persinggahan Apakah kewadjiban iboe sebagai ‘Iboe khusus dipekerjakan di kapal laut. dan pertemuan bagi masyarakat Bangsa’? Tidak lain dan tidak boekan Jumlah mereka mencapai ratusan dan di Indonesia yang ada di Belanda. hanjalah jang teroetama memelihara antara mereka banyak yang mengalami ketinggian boedi-pekerti bangsanja. ketidakadilan dari segi upah, keselamatan Jika kita menilik pemikiran dan . . . Kami sekali-kali tidak meminta kerja, dan jaminan kerja lainnya. Pada pengalaman perempuan yang terlibat kepada kaoem iboe Indonesia, soepaja 1939 mereka mendirikan organisasi dalam pergerakan kebangsaan, akan sebagai ‘Iboe Bangsa’ saban hari dan 34