In Doha*&QATAR^*[☎️+2773-7758-557]]@ @# Abortion pills for sale in Doha Qatar...
Balanced Scorecard
1. BALANCED SCORECARD
DISUSUN OLEH:
EVA CHRISTINA S MAHA
(01101003039)
DOSEN PENGASUH:
HASNI YUSRIANTI SE, M. Acc, Ak.
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2012
2. BALANCED SCORECARD
Balanced Scorecard (BSC) adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang
dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun
1990.
Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasinya.
Balanced scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced).
Kartu score adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor ini
dapat juga digunakan untuk merencanakan skor yang hendak dicapai atau yang diwujudkan personel
di masa depan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur
secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang,
intern dan ekstern.
Pada awalnya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja
eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek keuangan,
akibatnya fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja
keuangan dan kecendrungan mengabaikan kinerja nonkeuangan.
Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG,
mensponsori study tentang “Mengukur Kinerja Organisasi Masa Depan”(Kaplan and Norton ,1996:
vii). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa depan,
diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup empat perspektif: keuangan, customer,
proses bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini disebut dengan balanced
scorecard. Berdasarkan pendekatan balanced scorecard, kinerja keuangan yang dihasilkan oleh
eksekutif harus merupakan akibat diwujudkannya kinerja dalam pemuasan kebutuhan customers,
pelaksanaan proses bisnis/intern yang produktif dan cost effective, dan/atau pembangunan personel
yang produktif dan berkomitmen. Kinerja eksekutif di perspektif keuangan diukur dengan
menggunakan ukuran: (1) return on investment (ROI), (2) bauran pendapatan (revenue mix), (3)
pemanfaatan aktiva (diukur dengan asset turn over), dan (4) berkurangnya biaya secara signifikan.
Kinerja eksekutif di perspektif customer diukur dengan menggunakan tiga ukuran: (1)
jumlah customer baru, (2) jumlah customer yang menjadi non customer, dan (3) ketepatan waktu
layanan customer. Di perspektif proses bisnis/intern, kinerja eksekutif diukur dengan menggunakan
tiga ukuran (1) cycle time, (2) on time delivery, (3) dan cycle effectiveness. Dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan, kinerja eksekutif diukur dengan dua ukuran: (1) skill coverage dan
(2) quality work life. Pesan yang disampaikan pada eksekutif dengan penggunaan balanced
scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif adalah “kinerja keuangan yang berjangka panjang
tidak dapat dihasilkan melalui usaha-usaha yang semu (artificial).
Kinerja keuangan dalam jangka panjang, hanya dapat diwujudkan melalui usaha-usaha
dengan menghasilkan value bagi customer, meningkatkan produktivitas dan cost effectiveness
proses bisnis/intern, meningkatkan kapabilitas dan komitmen personel.
3. Keunggulan Balanced Scorecard
BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional.
Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih
menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis
menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan
organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer,
yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis
(Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik
sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur.
Melalui pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan balanced scorecard, perusahaan
didorong untuk tidak hanya memberikan perhatian pada proses yang ada, tetapi berusaha mencari
metode proses baru yang memberikan value lebih baik bagi pelanggan dan pemegang saham untuk
strategi yang telah direncanakan. Berikut ini akan dibahas masing-masing perspektif pengukuran
kinerja berdasarkan balanced scorecard.
Perspektif Keuangan
Pendekatan perspektif keuangan dalam balanced scorecard merupakan hal yang sangat
penting, hal ini disebabkan ukuran keuangan merupakan suatu konsekuensi dari suatu keputusan
ekonomi yang diambil dari suatu tindakan ekonomi. Ukuran keuangan ini menunjukkan adanya
perencanaan, implementasi. serta evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan.
Evaluasi ini akan tercermin dari sasaran yang secara khusus dapat diukur melalui keuntungan yang
diperoleh, seperti contohnya Return on investment, Economic value added.
Selanjutnya Kaplan ( 1996) menjelaskan bahwa ada 3 tahapan siklus bisnis yang harus dilalui
oleh suatu perusahaan yaitu pertumbuhan (growth), bertahan (sustain) dan panen ( harvest).
Pertumbuhan merupakan tahap pertama yang harus dilalui oleh perusahaan dari siklus kehidupan
bisnis, dimana pada saat ini perusahaan memiliki produk yang berpotensi memiliki tingkat
pertumbuhan yang baik sekali. Dalam tahap ini perusahaan beroperasi dalam cashflow yang negatif
dan tingkat pengembalian yang rendah. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan pada tahap ini
relatif besar dengan biaya yang besar. Hal ini disebabkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan mempunyai pasar yang masih sangat terbatas. Pada tahap ini lebih ditekankan pada
pertumbuhan penjualan dengan mencari pasar dan konsumen baru. Selanjutnya Blocher (2000, 188)
menjelaskan bahwa siklus kehidupan penjualan (sales life cycle) dari suatu produk terdiri dari 4 fase
yaitu: (1) Pengenalan Produk, (2) Pertumbuhan, (3) kematangan, (4) Penurunan.
Tahap siklus kedua yaitu bertahan (sustain), dimana pada tahap ini perusahaan masih
melakukan investasi dan reinvestasi untuk mempertahankan pangsa pasar yang telah ada. Investasi
umumnya dilakukan untuk memperlancar kemacetan operasi dan memperbesar kapasitas produksi
serta meningkatkan operasionalisasi. Sasaran keuangan lebih banyak diarahkan pada tingkat
kembalian investasi yang telah dilakukan, dengan demikian sasaran tidak lagi diarahkan pada
strategi–strategi jangka panjang. Pengukuran pada tahap ini bisa diukur dengan return on
invesment, economic value added.
4. Tahap ketiga yaitu tahap kematangan (mature). Pada tahap ini perusahaan sudah mulai
memanen apa yang telah dilakukan selama ini. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi kecuali
untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas yang telah dimiliki, sedangkan tujuan utama tahap ini
adalah memaksimalkan arus kas ke dalam perusahaan.
Perspektif Pelanggan
Prespektif kedua adalah pelanggan. Penilaian kinerja pelanggan ini sangat penting, karena
maju atau mundurnya kinerja perusahaan sangat ditentukan oleh pelanggan ini, apalagi
masuknya era globalisasi sehingga persaingan antar perusahaan menjadi sangat ketat. Jadi
perusahaan harus bersaing dengan usaha mencari pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan
lama. Kaplan (1996) menjelaskan untuk memasarkan produknya perusahaan terlebih dahulu harus
menentukan segmen calon pelanggan mana yang harus dimasuki oleh perusahaan, dengan demikian
akan lebih jelas dan lebih terfokus tolok ukurnya.
Dewasa ini fokus strategi perusahaan lebih diarahkan pada pelanggan (Customer drive
strategy), dengan kata lain apa yang dibutuhkan pelanggan harus dipenuhi oleh perusahaan.
Kinerja produk yang dihasilkan perusahaan minimal harus sama dengan apa yang dipersepsikan oleh
pelanggan. Kualitas produk yang kurang, menyebabkan konsumen akan pindah ke produk lain,
kualitas produk yang tinggi akan menyebabkan perusahaan akan rugi karena kehilangan potensi laba
yang tinggi dan sebaliknya konsumen merasa beruntung karena mendapatkan produk kualitas
tinggi dengan harga standar. Untuk mendapatkan laba maksimum perusahaan harus mampu
mempersepsikan kualitas produk yang diinginkan pelanggan yang sesuai dengan harga jualnya.
Kaplan (1996) mejelaskan bahwa dari sisi perusahaan kinerja pelanggan terdiri dari pangsa
pasar, tingkat perolehan konsumen, kemampuan mempertahankan pelanggan, tingkat kepuasan
pelanggan, dan tingkat profitabilitas pelanggan, selanjutnya dijelaskan bahwa kinerja pelanggan ini
akan saling berintreraksi antara satu dengan yang lainnya.
Perspektif Bisnis Internal
Penilaian kinerja yang ketiga dengan prespektif bisnis internal. Untuk bisa menggunakan
tolok ukur kinerja ini, maka perusahaan harus mengidentifikasi proses bisnis internal yang terjadi
pada perusahaan. Secara umum proses tersebut terdiri dari inovasi, operasi dan layanan purna
jual (after sales service).
Tahap pertama yaitu inovasi. Dalam tahap ini perusahaan mencoba untuk mengidentifikasi
apa yang dibutuhkan oleh pelanggan atau calon pelanggan baik sekarang maupun dimasa yang akan
datang. Untuk mengidentifikasi ini perusahaan mencoba untuk merumuskan apa yang sebenarnya
dibutuhkan dan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Pengidentifikasian
serta perumusan apa yang akan diproduksi tersebut sebenarnya terletak pada tahap penelitian dan
pengembangan produk ( litbang ), dengan demikian terlihat proses inovasi ini terletak pada fungsi
“litbang” ini.
Tolok ukur yang dipakai dalam menentukan kinerja proses inovasi diantaranya adalah :
a. Banyaknya produk yang dihasilkan dan dikembangkan secara relatif dengan
membandingkannya dengan produk pesaing dan barang subsitusi yang sesuai dengan
prencanaan strategik perusahaan.
5. b. Besarnya jumlah penjualan produk baru dan lama waktu pengembangan produk secara
relatif dibandingkan dengan para pesaing dan perencanaan strategik perusahaan.
c. Lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam mencapai penjualan
produk baru tersebut.
d. Besarnya biaya pengembangan produk baru yang diperlukan dibandingkan dengan
perusahaan pesaing dan rencana strategik perusahaan.
e. Frekuensi modifikasi atas produk- produk yang dikembangkan secara relatif dibandingkan
dengan pesaing dan rencana strategik perusahaan.
Berkenaan dengan proses operasi, dalam pembuatan produk proses pengukuran pembuatan
produk dapat dibagi atas 3 bagian yaitu :
a) Pengukuran kualitas diarahkan untuk mengetahui apakah program yang sedang dijalankan
oleh perusahaan sudah dijalankan dengan baik. Kalau menggunakan tolok ukur keuangan.
Kualitas produk bisa menggunakan biaya mutu yang mencakup biaya pencegahan, biaya
penilaian , biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.
b) Pengukuran biaya diarahkan pada pengukuran rangkaian aktivitas. Aktivitas yang
dilakukan diarahkan pada aktivitas yang bernilai tambah (value added) , sehingga aktivitas
yang bersifat non-value added terus diminimalisasi dengan melakukan perbaikan yang terus-
menerus (continuos improvement) sehingga akhirnya biaya yang non-value added akhirnya
sangat minimal sehingga diharapkan cost of production hanyalah biaya yang bersifat value
added saja. Untuk menerapkan konsep ini perusahaan dapat menggunakan konsep activity
based of management (ABM).
c) Pengukuran waktu.
Dewasa ini cendrung perusahaan menggangap komponen waktu adalah hal yang sangat
penting. Penyelesaian dan penyerahan barang yang tepat waktu dianggap sesuatu hal yang
dapat memuaskan konsumen. Dalam hal proses produksi Kaplan (1996,117) menjelaskan
bahwa Manufacturing Cycle Effectiveness ( MCE ) yang terbaik adalah satu, dengan kata
lain waktu yang digunakan oleh perusahaan sama dengan waktu proses.
Pengukuran terhadap efisiensi waktu yang dibutuhkan (time measurements)
Processing Time
Manufacturing Cycle Efectiveness = ----------------------
Throughput Time
Apabila MCE ini lebih rendah itu berarti perusahaan menggunakan sebagian dari waktunya
dengan sia-sia.
Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari tiga prinsip yaitu people, system dan
organizational procedure. Berkaitan dengan ketiga prinsip tersebut Kaplan (1996 ) menjelaskan
perspektif ini sebagai berikut:
1. Kemampuan Pekerja. Dewasa ini pekerjaan rutin dalam proses produksi sudah
digantikan oleh mesin-mesin yang serba otomatis. Dengan demikian tenaga kerja buruh kasar yang
diperlukan relatif sedikit, sehingga tenaga kerja yang tinggal hanyalah tenaga kerja yang spesialis
saja. Semakin sedikitnya tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan menyebabkan perusahaan lebih
6. dapat memberikan akses informasi yang lebih layak kepada pekerjanya untuk lebih meningkatkan
effesiensi untuk mencapai tujuan perusahaan. Tolok ukur yang dapat digunakan untuk ini adalah
a) tingkat kepuasan pekerja pegawai b) tingkat perputaran tenaga kerja dan c) besarnya pendapatan
perusahaan perkaryawan dan yang terakhir adalah nilai tambah dari tiap karyawan.
2. Kemampuan sistem informasi. Dalam kondisi yang sangat kompetitif, sistem informasi
yang handal sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan. Kemampuan sistem informasi ini
sangat ditentukan oleh tingkat ketersediaan informasi, tingkat keakuratan informasi dan jangka
waktu yang diperlukan untuk memperoleh informasi tersebut. Hal ini disebabkan betapapun
akuratnya suatu informasi yang diterima oleh perusahaan tapi apabila jangka waktunya telah
berlalu maka informasi tersebut tidak berguna lagi.
3. Motivasi, Pemberdayaan dan Pensejajaran. Untuk dapat menciptakan motivasi
pegawai diperlukan iklim organisasi yang mampu menciptakan motivasi itu sendiri dan mendorong
inisiatif karyawan. Keberhasilan aspek ini bisa dilihat dari jumlah saran yang diajukan karyawan,
jumlah saran yang diimplementasikan dan tingkat kemampuan karyawan untuk mengetahui visi dan
misi yang diemban oleh perusahaan.
Kaplan dan Norton (1996:30) menjelaskan hubungan sebab akibat peningkatan kinerja
perusahaan yang dijelaskan dalam 4 perspektif yang ada dalam balanced scorecard. Kinerja keuangan
(financial) sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses yang berlanjut yang dimulai dengan adanya
peningkatan kemampuan sumberdaya, selanjutnya berimplikasi pada kualitas proses yang lebih baik.
Kualitas proses yang lebih baik akan berakibat penyerahan produk dan jasa yang berkualitas
dan tepat waktu sehingga akan menyebabkan pelanggan loyal dan mereka bersedia membayar
lebih besar dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan menaikkan laba perusahaan.
Cause-and-Effect Relationships
Financial ROCE
Customer Loyalty
Customer
On Time Delivery
Process Quality Process Cycle Time
Internal Bussiness
Learning & Growth Employee Skills
7. Key Performance Indicators (KPI)
Key Performance Indicators merupakan matrik baik finansial maupun non finansial yang digunakan
oleh perusahaan untuk mengukur performa kinerjanya. Key Performance Indicator biasanya
digunakan untuk menilai kondisi suatu bisnis serta tindakan apa yang diperlukan untuk menyikapi
kondisi tersebut.
Selama ini Key Performance Indicators digunakan untuk mengukur parameter kualitatif yang
cenderung sulit pengukurannya. Misalnya kualitas kepemimpinan dan kepuasan pelanggan. Satu hal
yang perlu Anda perhatikan, tidak semua matrik adalah Key Performance Indicators.
Perbedaannya terletak pada isi matriknya. Matrik Key Performance Indicators menjelaskan performa
kinerja yang hendak dicapai oleh sebuah perusahaan serta langkah-langkah apa saja yang harus
dilakukan untuk merealisasikan obyek strategi dari perusahaan tersebut.
Sebuah matrik dikatakan sebagai Key Performance Indicators ketika memenuhi kriteria berikut ini:
(1) Memiliki target. Yakni target apa yang hendak dicapai serta waktu yang diperkukan untuk meraih
target tersebut.
(2) Berorientasi pada outcome. Jadi tidak sekedar output (hasil dari proses) sebab outcome
berpengaruh secara signifikan.
(3) Memiliki nilai threshold (ambang batas). Yakni untuk membedakan antara nilai target dengan nilai
aktual.
Key Performance Indicators memiliki peran penting bagi kemajuan sebuah perusahaan. Sebab,
perusahaan akhirnya dintuntut memiliki visi dan misi yang jelas serta langkah praktis untuk
merealisasikan tujuannya. Dan tidak sekedar itu saja, dengan Key Performance Indicators perusahaan
bisa mengukur pencapaian performa kinerjanya. Apakah sudah sesuai ataukah belum sama sekali.
Karena Key Performance Indicators merupakan alat ukur performa kinerja sebuah perusahaan, maka
Key Performance Indicators juga harus mencerminkan tujuan yang ingin diraih oleh perusahaan
tersebut. Artinya, Key Performance Indicators setiap perusahaan bisa jadi berbeda sesuai dengan
kebutuhannya.
Oleh karena itu sebelum menetapkan Key Performance Indicators, perusahaan harus melakukan
beberapa persiapan berikut ini:
(1) Menetapkan tujuan yang hendak dicapai.
(2) Memiliki bisnis proses yang telah terdefinisi dengan jelas.
(3) Menetapkan ukuran kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
(4) Memonitor setiap kondisi yang terjadi serta melakukan perubahan yang diperlukan guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka
panjang.
8. Key Performance Indicators membutuhkan perencanaan yang matang. Selain itu juga harus didukung
oleh ketersediaan data dan informasi yang akurat serta konsisten. Di sinilah peran penting sistim
informasi bagi sebuah perusahaan.
Jika perusahaan mampu menyediakan sistim informasi yang akurat, konsiten, dan mudah diakses
bagi siapa saja yang berkepentingan, niscaya data yang diperoleh bisa dipertanggungjawabkan
keakuratan dan konsistensinya. Walhasil, perusahaan juga harus menyediakan perangkat teknologi
informasi yang fungsional dan tepat sasaran.
Agar Key Performance Indicators bisa berfungsi dengan optimal, maka Key Performance Indicators
harus memenuhi kaidah SMART. Yakni scietific (spesifik), measureable (terukur), achievable (bisa
dicapai/realistis), reliable (bisa dipercaya), time bound (target waktu).
9. Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )
A. Pengertian AHP ( Analitycal Hierarchy Process )
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty.
Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang
kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu
representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level
pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah
hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke
dalam kelompok kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP sering digunakan sebagai metode
pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria
yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan
alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
B. Kelebihan dan Kelemahan AHP
Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam system
analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah :
Kesatuan (Unity)
AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel
dan mudah dipahami.
Kompleksitas (Complexity)
AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian
secara deduktif.
Saling ketergantungan (Inter Dependence)
AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan
hubungan linier.
Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)
AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level
yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.
Pengukuran (Measurement)
AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
Konsistensi (Consistency)
AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan
prioritas.
Sintesis (Synthesis)
AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing
alternatif.
10. Trade Off
AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu
memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)
AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yang
berbeda.
Pengulangan Proses (Process Repetition)
AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan
penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan. Sedangkan kelemahan metode
AHP adalah sebagai berikut:
Ketergantungan model AHP pada input utamanya.
Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang
ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang
keliru.
Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik
sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
C. Tahapan AHP
Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani,
1998) :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail
dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi
masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya
kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama
sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria
yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan
alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan
dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan).
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau
pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya.
Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi,
mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang
mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan
pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu
mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil
keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk
memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki
misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan
misalnya E1,E2,E3,E4,E5.
11. 4. Melakukan Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian
seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang
dibandingkan.
Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang
menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam
matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah
terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan
tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala
perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty bisa
dilihat di bawah.
Intensitas Kepentingan
1 = Kedua elemen sama pentingnya, elemen mempunyai pengaruh yang sama besar
3 = Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya, Pengalaman dan
penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya
5 = Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya, Pengalaman dan penilaian sangat
kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya
7 = Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, Satu elemen yang kuat
disokong dan dominan terlihat dalam praktek.
9 = Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang mendukung
elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan.
2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan,
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan
Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j , maka j
mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya.
Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan yang merupakan bobot
setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari
matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk
memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya
dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata.
8. Memeriksa konsistensi hirarki.
Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang
diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid.
Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama
dengan 10 %.
12. D. Prinsip Dasar dan Aksioma AHP
AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu:
1. Dekomposisi
Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian-bagian secara hierarki.
Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus. Dalam bentuk yang paling sederhana
struktur akan dibandingkan tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternative
mungkin akan dibagi lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail, mencakup lebih banyak
kriteria yang lain. Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang terdiri atas satu elemen.
Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, di mana elemen-elemen tersebut bisa
dibandingkan, memiliki kepentingan yang hampir sama dan tidak memiliki perbedaan yang terlalu
mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level yang baru.
2. Perbandingan penilaian/pertimbangan (comparative judgments).
Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada
dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen. Penilaian menghasilkan skala
penilaian yang berupa angka. Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika
dikombinasikan akan menghasilkan prioritas.
3. Sintesa Prioritas
Sintesa prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas dari kriteria
bersangkutan di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang
dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau dikenal dengan prioritas global yang
kemudian digunakan untuk memboboti prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai
dengan kriterianya.
AHP didasarkan atas 3 aksioma utama yaitu :
1. Aksioma Resiprokal
Aksioma ini menyatakan jika PC (EA,EB) adalah sebuah perbandingan berpasangan antara
elemen A dan elemen B, dengan memperhitungkan C sebagai elemen parent, menunjukkan
berapa kali lebih banyak properti yang dimiliki elemen A terhadap B, maka PC (EB,EA)= 1/ PC
(EA,EB). Misalnya jika A 5 kali lebih besar daripada B, maka B=1/5 A.
2. Aksioma Homogenitas
Aksioma ini menyatakan bahwa elemen yang dibandingkan tidak berbeda terlalu jauh. Jika
perbedaan terlalu besar, hasil yang didapatkan mengandung nilai kesalahan yang tinggi. Ketika
hirarki dibangun, kita harus berusaha mengatur elemen-elemen agar elemen tersebut tidak
menghasilkan hasil dengan akurasi rendah dan inkonsistensi tinggi.
3. Aksioma Ketergantungan
Aksioma ini menyatakan bahwa prioritas elemen dalam hirarki tidak bergantung pada elemen
level di bawahnya. Aksioma ini membuat kita bisa menerapkan prinsip komposisi hirarki.
13. ANALISIS BALANCE SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKUR KINERJA PERUSAHAAN
(Studi Kasus pada PT Astra Honda Motor)
PENDAHULUAN
Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan perubahan besar dalam
hal persaingan, produksi, pemasaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan penanganan transaksi
antara perusahaan dengan konsumen dan perusahaan dengan perusahaan lain. Persaingan yang
bersifat global dan tajam menyebabkan terjadinya penciutan laba yang diperoleh perusahaan-
perusahaan yang memasuki persaingan tingkat dunia. Hanya perusahaan yang mempunyai
keunggulan yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan
produk yang bermutu, dan cost effective (Srimindarti, 2004).
Dengan adanya persaingan global, perusahaan dihadapkan pada penentuan strategi dalam
pengelolaan usahanya. Penentuan strategi akan dijadikan sebagai landasan dan kerangka kerja untuk
mewujudkan sasaran – sasaran kerja yang telah ditentukan oleh manajemen. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu alat untuk mengukur kinerja sehingga dapat diketahui sejauh mana strategi dan
sasaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Penilaian kinerja memegang peranan penting dalam
dunia usaha, dikarenakan dengan dilakukanya penilaian kinerja dapat diketahui efektivitas dari
penetapan suatu strategi dan penerapannya dalam kurun waktu tertentu. Penilaian kinerja dapat
mendeteksi kelemahan atau kekurangan yang masih terdapat dalam perusahaan, untuk selanjutnya
dilakukan perbaikan dimasa mendatang.
Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor penting dalam perusahaan.
Selain digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya untuk menentukan
tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga dapat menggunakan
pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi periode yang lalu.
Selama ini yang umum digunakan dalam perusahaan adalah pengukuran kinerja tradisional
yang hanya menitikberatkan pada sektor keuangan saja. Pengukuran kinerja dengan sistem ini
menyebabkan orientasi perusahaan hanya pada keuntungan jangka pendek dan cenderung
mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pengukuran kinerja yang
menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja harta-harta tak tampak
(intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan. Selain itu
pengukuran kinerja dengan cara ini juga kurang mampu bercerita banyak mengenai masa lalu
perusahaan, kurang memperhatikan sektor eksternal, serta tidak mampu sepenuhnya menuntun
perusahaan ke arah yang lebih baik (Kaplan dan Norton, 1996).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1990 yaitu tentang
”Pengukuran Kinerja Organisasi Masa Depan”. Penelitian tersebut berkaitan dengan kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Penelitian ini didorong oleh kesadaran pada saat itu dimana ukuran
kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak
lagi memadai. Hasil penelitian menyebutkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan
diperlukan ukuran komprehensif yang meliputi empat perspektif, yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, serta perspektif pertumbuhan dan pembelajaran,
yang disebut dengan Balance Scorecard. Balance Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha
14. dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan
kinerja jangka panjang.
Dari percobaan penggunaan Balance Scorecard pada tahun 1990-1992, perusahaan-
perusahaan yang ikut serta dalam penelitian tersebut menunjukkan perlipatgandaan kinerja
keuangan perusahaan. Keberhasilan ini disadari sebagai akibat dari penggunaan ukuran kinerja
Balance Scorecard yang komprehensif. Dengan menambahkan ukuran kinerja nonkeuangan, seperti
kepuasan pelanggan, produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis internal, dan pembelajaran
dan pertumbuhan, eksekutif dipacu untuk memperhatikan dan melaksanakan usaha-usaha yang
merupakan pemacu sesungguhnya untuk mewujudkan kinerja keuangan. (Mulyadi, 2001)
Balance Scorecard menggambarkan adanya keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang, antara ukuran keuangan dan nonkeuangan, antara indicator lagging dan
indicator leading. Balance Scorecard cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif dalam
mewujudkan kinerja dalam keempat perspektif tersebut, agar keberhasilan keuangan yang dihasilkan
bersifat berkesinambungan.
METODE PENELITIAN
Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi:
1. Perspektif Keuangan, pengukurannya menggunakan ROI, Profit Margin, Operating Ratio.
ROI (Return On Investment)
Tingkat pengembalian investasi dari pendapatan operasi atau yang biasa disebut dengan ROI
yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan
dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba bersih. ROI dapat dikatakan baik jika rata-
rata industrinya sebesar 9,8% (Keown, 2008).
ROI =
Profit Margin
Profit margin digunakan untuk melihat besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya
dengan penjualan untuk mengetahui efisiensi perusahaan. Profit margin dikatakan baik jika
rata-rata nilainya adalah sebesar 8,3% (Keown, 2008). Semakin tinggi nilai profit margin
berarti semakin baik, karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba
cukup tinggi.
ROI =
Operating Ratio
Merupakan biaya operasi dibagi dengan penjualan bersih, dan dinyatakan dalam persen.
Biaya operasi sendiri terdiri dari harga pokok penjualan (HPP) ditambah dengan beban usaha.
Semakin tinggi rasio operasi, berarti menunjukkan bahwa perusahaan dapat memanfaatkan
biaya yang dimiliki dalam menghasilkan penjualan bersih.
Operating Ratio =
15. 2. Perspektif Pelanggan
Pengukuran kinerja pada perspektif ini adalah tingkat kepuasan pelanggan (customer
satisfaction), dengan cara mengukur seberapa besar kepuasan pelanggan terhadap pelayanan
perusahaan. Data diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada pelanggan. Kepuasan pelanggan
dikatakan baik apabila skor rata-rata pada skala likert menunjukkan angka diatas 3.
3. Perspektif Bisnis Internal
Dalam perspektif ini komponen pengukuran yang digunakan yaitu inovasi, untuk mengetahui
jumlah produk/jasa baru yang ditawarkan perusahaan dibandingkan dengan produk/jasa yang
sudah ada. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan, maka semakin baik inovasi yang dilakukan oleh
perusahaan.
Inovasi =
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Pengukuran kinerja pada perspektif ini adalah tingkat kepuasan karyawan dengan cara
mengukur seberapa besar kepuasan karyawan terhadap perusahaan. Data diperoleh dari
penyebaran kuesioner kepada karyawan. Kepuasan karyawan dapat dikatakan baik apabila skor
rata-rata pada skala likert menunjukkan angka diatas 3.
HASIL DAN ANALISIS
Tahun
Perspektif Rata-rata Kriteria Skor
2005 2006
Perspektif Keuangan
ROI 10,55% 5,13% 7,84% Cukup 0
Profit Margin 4,70% 2,83% 3,76% Kurang -1
Operating Ratio 90,75% 90,70% 90,72% Baik 1
Perspektif Pelanggan
Kepuasan Pelanggan (*) - - 3,71 Baik 1
Persepektif Bisnis Internal
Inovasi 28,57% 33,33% 30,95% Baik 1
Perspektif Pertumbuhan dan
Pembelajaran - - 3,63 Baik 1
Kepuasan Karyawan (*)
Total 3
Sumber: Data primer yang diolah
*) Data tahun berjalan
Hasil penilaian kinerja dalam perspektif keuangan menunjukkan bahwa ROI mempunyai rata-
rata yang cukup, sehingga diberi skor 0. Karena rata-rata ROI sudah hampir mendekati standar
yang telah ditetapkan. Sedangkan profit margin diberi skor -1. Karena nilai profit margin
16. masih jauh dibawah standar yang telah ada. Dan untuk operating ratio diberi skor 1 karena dinilai
sudah baik. Untuk perspektif pelanggan diberi skor 1. Karena skor rata-rata kepuasan pelanggan
sebesar 3,71. Kepuasan pelanggan dikatakan baik apabila skor rata-rata pada skala likert
menunjukkan angka diatas 3. Pada perspektif bisnis internal, inovasi diberi skor 1. Karena serta .Dan
untuk perspektif pertumbuhan dan pembelajaran diberi skor 1. Karena skor kepuasan karyawan
menunjukkan angka rata-rata sebesar 3,63. Dimana angka tersebut pada skala likert sudah
menunjukkan angka diatas 3. Total bobot skor dapat diketahui, yaitu 3 skor dari total bobot standar.
Sehingga rata-rata skor adalah 3/6=0,5
Langkah selanjutnya adalah membuat skala untuk menilai total skor tersebut, sehingga
kinerja perusahaan dapat dikatakan “kurang”, “cukup”, dan “baik”. Dengan menggunakan skala,
maka dapat diketahui kinerja suatu perusahaan. Berikut adalah gambar skala kinerja perusahaan:
Skala Kinerja
Kurang Cukup Baik
-1 0 0,5 1
Setelah membuat skala, selanjutnya adalah menentukan batas area ”kurang”, ”cukup”, dan
”baik” adalah kurang dari 50% (skor 0). Kinerja dikatakan ”baik” apabila lebih dari 80% dan
diasumsikan bahwa 80% adalah sama dengan 0,6. Sisanya adalah daerah ”cukup”, yaitu antara 0-0,6.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja PT Astra Honda Motor jika menggunakan Balance
Scorecard terdapat pada daerah “cukup”. Karena rata-rata skor yang diperoleh sebesar 0,5 yang
terletak diantara 0-0,6.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengukuran pada perspektif keuangan yang meliputi ROI, profit margin, dan operating ratio
diperoleh hasil bahwa kinerja perusahaan dapat dikatakan cukup baik, meskipun terjadi
penurunan dari tahun sebelumnya.
2. Pengukuran pada perspektif pelanggan yaitu kepuasan pelanggan, menunjukkan bahwa
perusahaan mempunyai kinerja yang baik.
3. Pengukuran pada perspektif bisnis internal yang meliputi inovasi juga menunjukkan kinerja
perusahaan yang baik.
4. Pengukuran pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yaitu kepuasan karyawan
menunjukkan bahwa kepuasan karyawan sudah dapat dikatakan baik