SlideShare una empresa de Scribd logo
1 de 13
BAB IV

                               PEMBAHASAN



4.1.   Peristiwa Kerusuhan Suporter

       Banyak sekali kerusuhan-kerusuhan suporter yang terjadi di Indonesia
contoh-contohnya adalah sebagai berikut:

4.1.1. Kerusuhan Lebak Bulus

       Pertandingan lanjutan Liga Indonesia 2007 antara Persib Bandung
dan Persija Jakarta di Stadion Lebak Bulus pada hari Kamis (16/8) 2007
diwarnai dengan aksi teror.Laga yang akhirnya dimenangi Persija dengan
skor 1-0 diawali dengan perilaku tidak menyenangkan dari suporter
Persija.Perilaku tak menyenangkan ini dimulai saat Persib menuju stadion,
bus yang mengangkut mereka ditimpuki batu. Kaca bus hampir di semua sisi
hancur. Beberapa ofisial dan pemain terluka akibat pecahan kaca. Saat
hendak menuju ruang ganti stadion, Zaenal Arif dan Eka Ramdani terkena
pukulan dari oknum suporter yang memakai atribut Jakmania. Kiper Persib,
Tema Musadat, juga sempat tergeletak terkena lemparan benda keras pada
pertengahan babak pertama. Kondisi sama dialami Lorenzo Cabanas saat
hendak mengambil tendangan bebas pada babak kedua. Official Persib yang
berada di bench tak luput dari lemparan botol mineral dari oknum suporter di
atas tribun. "Dalam kondisi begini pemain kelas dunia mana pun tak akan
konsentrasi bertanding," kata Yossi Irianto, manajer Persib. Pengurus The
Jakmania menyayangkan sikap tak simpatik anggota dan simpatisannya.
Menurut Ketua suporter Persija, Danang Ismartani, aksi brutal dipicu dendam
teror yang diterima Bambang Pamungkas dkk. di Bandung pada putaran
pertama. Karena kejadian ini Komisi disiplin BLI bersikap adil dan
menghukum     suporter   Persija   dengan   hukuman    dilarang   menonton
pertandingan yang dilakukan Persija.



                                       10
11



4.1.2. Kerusuhan Persija

         Pertandingan semifinal Liga Djarum 2007 di Gelora Utama Bung
Karno,     Rabu    (06/02/2008)   antara    PSMS     Medan   dengan    Persipura
Jayapura,diakhiri dengan kerusuhan. Pertandingan yang dimenangi PSMS
Medan lewat drama adu pinalti, membuat para suporter Persija yang ada di
sana mengolok-olok suporter Persipura. Tidak senang atas perlakuan
suporter Persija, suporter Persipura pun rusuh dengan suporter Persija.
Kerusuhan ini mengakibatkan tewasnya salah satu suporter Persija.
Berdasrkan kerusuhan ini Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga
(Menegpora)       Adiyaksa    Dault,    melarang     semua   klub   lokal   untuk
menggunakan Stadion GBK dalam event apapun, Menegpora sudah tidak
bisa mentolerir lagi aksi anarkis yang sering dilakukan pendukung klub, dan
tewasnya         seorang     Jakmania      semakin    menguatkan      keputusan
tersebut.Menurut Menegpora, kerusuhan demi kerusuhan yang sering terjadi
dalam sepak bola Nasional, sudah harus dihentikan, jika tidak Menegpora tak
segan-segan menghentikan Liga Indonesia, bahkan untuk partai final musim
ini yang hanya tinggal menunggu hari sekalipun. Jika GBK tertutup untuk klub
lokal, maka partai final musim ini yang mempertemukan All Sumatera final
antara Sriwijaya FC vs PSMS Medan dipastikan tidak akan di gelar di GBK,
Menegpora menyarankan Stadion Gelora Jaka Baring Palembang menjadi
alternatifnya.

4.2.     Penyebab Kerusuhan Suporter

         Mengingat akhir-akhir ini banyak terjadi kerusuhan suporter di daerah-
daerah sekitar Indonesia, apakah penyebab kerusuhan suporter ini.
Penyebab kerusuhan itu antara lain adalah:

4.2.1. Kurang dewasanya para suporter dalam mengendalikan emosi
         Kedewasaan dalam berfikir memang dibutuhkan semua orang, dalam
         hal ini para supoter. Kita bisa lihat, orang yang masuk menjadi
12



        kelompok suporter memiliki berbagai profesi mulai dari pelajar,
        mahasiswa, karyawan, dan lain-lain. Bagi karyawan dan orang yang
        sudah dewasa seharusnya mampu mengendalikan diri sehingga dapat
        menjadi suporter yang baik, jangan hanya dapat membuat kerusuhan.
        Selain itu mereka juga harus memberitahu pada yang lebih muda
        sehingga yang lebih muda pun tahu dan tidak membuat kerusuhan.
        Jika hal ini masih dipertahankan kerusuhan-kerusuhan lainnya
        mungkin akn terjadi.




4.2.2. Fanatisme yang berlebihan dari suporter

        Fanatisme satu kata yang menandakan kesukaan, kecintaan,
kegemaran kepada sesuatu. Baik itu benda, warna, dan lain-lain. Kelompok
suporter pasti memiliki fanatisme pada tim daerahnya. Namun seringkali
fanatisme suporter itu terlalu berlebihan sehingga mereka tidak bisa melihat
tim mereka kalah. Dalam hal itu mereka mencari cara lain salah satunya
membuat kerusuhan.

4.2.3. Kurangnya pengamanan

        Pengamanan dalam suatu pertandingan penting sekali peranannya
dalam     berlangsungnya       jalan   pertandingan.   Pengamanan   di   suatu
pertandingan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusuhan suporter.
Tapi pengamanan yang dikerahkan nampaknya kurang maksimal dapat
dilihat masih banyak terjadi kerusuhan. Hal ini merupakan sektor yang harus
diperbaiki agar dapat mengurangi tragedi-tragedi kerusuhan di Indonesia.

4.2.4. keadaan stadion yang kurang baik

        Keadaan stadion mungkin sebab terkecil terjadi kerusuhan. Namun hal
ini pun masih harus diperhatikan. Masih banyak stadion-stadion yang masih
13



tidak mampu menghalau suporter, seperti pagar yang kurang tinggi dan
kokoh. Jika hal ini dapat diperbaharui di stadion-stadion di Indonesia
suporterpun dapat terhalau karena baiknya keadaan stadion.

4.3.   Dampak Kerusuhan Suporter

       Kerusuhan suporter yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan dampak-
dampak negatif seperti:

4.3.1. Jatuhnya banyak korban.

       Suatu kerusuhan suporter tentu akan berakibat fatal. Tidak jarang bagi
setiap kerusuhan yang memakan korban jiwa. Tidak hanya satu atau dua
korban jiwa bahkan puluhan orang pun dapat menjadi korban jiwa. Dan baru
akhir-akhir   ini   kerusuhan    antara   suporter   Persija-Persipura   yang
mengakibatkan tewasnya satu suporter Persija.

4.3.2. Makin buruknya citra persepakbolaan Indonesia terutama nama PSSI.
       Citra olahraga sepakbola di suatu negara menjadi kebanggaan bagi
       negara tersebut. Bagi rakyat Indonesia citra inilah yang diharapkan
       agar membaik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan.
       Kita bisa lihat Timnas Indonesia tidak dapat menunjukan prestasi yang
       baik, ditambah dengan kerusuhan-kerusuhan suporter. Untuk itulah
       nama PSSI yang dituntut agar dapat memperbaiki citra sepakbola
       Indonesia. Jika tidak nama PSSI lah yang menjadi semakin buruk.
4.3.3. Rusaknya keadaan stadion akibat kerusuhan.

       Kerusuhan suporter memang akan mengakibatkan kerugian-kerugian
diantaranya adalah rusaknya fasilitas-fasilitas stadion. Akibatnya terasa
sekali pada pembina stadion yang harus memperbaiki keadaan stadion
seperti semula agar layak untuk digunakan kembali.

4.3.4. Keselamatan pemain di masing-masing tim terancam.
14



      Tidak jarang bagi para suporter untuk rusuh di dalam lapangan bukan
hanya di luar stadion. Kerusuhan yang berlangsung di dalam lapangan inilah
yang lebih berbahaya. Selain menunda jalannya pertandingan, hal ini juga
membahayakan pemain. Tidak jarang para suporter rusuh karna ada salah
satu pemain yng mungkin membuat suporter jengkel degan kelakuannya
sehingga suporter masuk ke dalam lapangan untuk menyerang pemain. Jika
suda begini pemain pun akan rugi karna tidak dapatmengikuti pertandingan
timnya.

4.3.5. Pertandingan yang berlangsung menjadi tertunda.

      Kerusuhan suporter yang berdampak besar sering sekali membuat
panitia pelaksana kerepotan baik dengan keadaan stadion yang rusak
ataupun wasit & pemain yang terkena sasaran kerusuhan. Untuk itu panitia
pelaksana mengambil keputusan untuk menunda pertandingan.

4.3.6. Klub yang didukung suporter bermasalah akan mendapat sanksi.

      Setiap kerusuhan suporter pasti akan menimbulkan kerugian bagi
suporter tersebut. Kerugian itu adalah sebuah hukuman. Bagi PSSI hukuman
berupa sanksi yang sering diberikan bagi suporter bermasalah. Sanksi yang
diberikan biasanya adalah dilarang menonton pertandingan timnya.



4.3.7. pemindahan pertandingan

      Jika dalam event sepakbola pertandingan final adalah hal yang
diutamakan. Mulai dari penetapan lapangan sampai wasit. Namun jika
lapangan yang ditetapkan bermasalah seperti baru saja terjadi kerusuhan di
lapangan tersebut. Lapangan tersebut harus disterilkan terlebih dahulu dan
panitia pelaksana harus memindahkan pertandingan ke lapangan yang
lainnya. Permasalahan ini sma seperti final LDI 2007 lalu. Pertandingan final
yang harusnya dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Karno ini harus
15



mengalami pemindahan pertandingan. Pertandingan antara PSMS Medan
dan Sriwijaya FC ini akhirnya dilaksanakan di Stadion Jalak Harupat,
Bandung dan mengalami pemunduran waktu pertandingan.

4.4.   Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
       Pendekatan (STM) Sains           Teknologi        Masyarakat merupakan
terjemahan dari science technology and society approach (STS) yang
merupakan pendekatan pembelajaran, dikembangkan berdasarkan pada
filosofis kontruktivisme. Pendekatan pembelajaran tersebut telah berkembang
pesat di Amerika dan Inggris sejak awal tahun 1970-an. Pendekatan STM (
Sains Teknologi Masyarakat ) didasarkan pada perkembangan ilmu
pengetahuan       dan     teknologi,   dan   Sains     Teknologi    Masyarakat.
(http://pelangi.dit-pp.go.id).

       Sedangkan menurut para tokoh lain bahwa pendekatan Sains
Teknologi     Masyarakat         (STM)merupakan      salah   satu   pendekatan
pembelajaran kontekstual yang dapat membantu orang untuk membuat
pelajaran menjadi lebih berarti. Karena di dalam Sains Teknologi Masyarakat
(STM) ini berkatain dengan kehidupan yang nyata, dalam pembelajaran yang
bersumber dari pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) disini
masyarakat memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang
mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman
sebayanya berpengaruh kepada kemampuan menyerap dan perilaku belajar.

       Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang
memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan
pembelajaran dapat dikatakan terjadi belaajr, apabila terjadi prsoes
perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman.
16



4.4.1. Peneraparapan Pendekatan Teknologi melalui “National Suporter ID
        Card (NASIC)”

        Dalam pendekatan teknologi adalah pendekatan yang digunakan
dalam memberikan terobosan terbaru yang meminimalisir atau mengurangi
terjadinya konflik di antara pendukung(Suporter) club sepak bola di
Indonesia. Salah satu solusi yang diberikan adalah pembuatan “National
Suporter ID Card (NASIC)”

NASIC adalah sebuah kartu anggota berupa ID card yang berlaku secara
nasional. ID card ini harus dimiliki oleh seluruh suporter klub sepakbola di
Indonesia, yang menunjukan bahwa terjalin dalam ikatan suporter sepakbola
Indonesia.

        Untuk mendapatkan NASIC tidak semudah mendapatkan kartu
anggota biasa yang dapat diperoleh di sekretariatan perkumpulan suporter
sepak bola yang bersangkutan. NASIC akan dibuat dan diberikan langsung
dari pemerintah. Dan untuk mendapatkan NASIC maka perlu mengikuti
sebuah pelatihan dan seminar tentang suporter klub sepakbola Indonesia. Di
dalam seminar itu akan diberikan materi-materi serta penyuluhan-penyuluhan
tentang peraturan-peraturan suporter yang berlaku secara nasional dan
dilegalkan oleh pemerintah.

        Dengan adanya NASIC maka akan tersaring suporter-suporter yang
baik dan berkulitas. Setelah mengikuti seminar NASIC maka akan diadakan
sebuah test yang digunakan untuk mengambil NASIC tersebut. Dengan
begitu, maka suporter di indonesia akan semakin berkualitas dan tersertifikasi
secara nasional juga memberikan ide-ide kreatif yang mereka tuangkan
dalam    mendukung      klub   kebanggan   mereka   saat   bertanding.   Tidak
menyangkut kemungkinan, akan diadakan lomba-lomba antar suporter untuk
menjalin hubungan baik antar suporter sepakbola di Indonesia. NASIC akan
17



digunakan sebagai salah satu syarat untuk menonton pertandingan klub
sepakbola.

      NASIC akan menjadi solusi tepat dalam mengatasi konflik yang terjadi
di antara suporter klub sepakbola Indonesia.



4.4.2. Peneraparapan Pendekatan sosial Masyarakat

      Kenapa     keributan    antarsuporter    begitu   marak,     perkelahian
antarpemain jadi trendi, bahkan menimpuki pemain yang kita dukung pun
merupakan merebak? Jangan bilang karena kita dasarnya tak tahu aturan.
Penjelasan itu tak benar sama sekali.

      Budaya adalah titik tolak banyak hal. Secara lebih spesifik, kita di sini
bicara soal norma dan nilai, dua hal yang menjadi dasar pembentukan kode
moral sebuah budaya, sistem-sistem simbol di mana perilaku diberi label "
baik", "buruk", "benar", atau "salah". Dengan begitu, satu perilaku hanya
disebut sebagai penyimpangan (deviance) atau normal jika kita mengetahui
siapa pelakunya dan dalam konteks sosial atau budaya apakah dia bertindak.

      Secara    sosiologis,   perilaku    normal    adalah    perilaku    yang
mengonformasi aturan dan norma kelompok di mana satu perilaku terjadi. Di
sisi lain, penyimpangan (deviant behavior) adalah perilaku yang gagal
melakukan konformasi terhadap aturan dan norma kelompok (Durkheim,
1960). Karena kode moral sangat beraneka di antara satu kelompok dengan
kelompok lain, kita mesti memahami kode moral kelompok asal pelaku satu
perilaku. Pun begitu jika kita ingin mencari solusi tepat yang dapat
menghentikan perilaku tersebut tidak terjadi lagi. Tanpa memahami kode
moral yang menjadi konteks sosial dan budaya pelaku satu tindakan
penyimpangan, upaya mencari sosial dapat dianggap tidak mungkin berhasil.
18



       Ada    beberapa     upaya     yang      dapat   dilakukan   dalam   rangka
menghentikan perilaku menyimpang atau deviant behavior ini. Satu yang
paling populer adalah mekanisme kontrol sosial, yang terdiri atas bagian: alat
kontrol internal dan alat kontrol eksternal.

       Dalam kontrol internal, hal pertama yang mesti ada adalah proses
sosialisasi terhadap norma dan nilai, yang selanjutnya merupakan sosialisasi
terhadap kode moral. Selanjutnya, sebagai akibat dari proses sosialisasi itu,
kode moral satu kelompok mesti terinternalisasi, menjadi satu bagian dari
kehidupan emosional dan kognitif individu sehingga jika ia melakukan satu
deviance, ia akan mengalami berbagai konflik emosi seperti rasa bersalah,
perasaan tidak nyaman, ketegangan, kegelisahan, hingga satu gejala yang
disebut sebagai self-depreciation.

       Dalam kontrol eksternal, satu elemen yang penting adalah sanctions.
Sanctions bisa positif dan negatif. Dalam pengejawantahannya, sanctions ini
kerap disebut punishment (hukuman) jika negatif dan reward (imbalan) jika
positif—ini kerap diaplikasikan dalam perilaku organisasi atau manajemen
sumber daya manusia. Artinya, pemegang otoritas (dalam konsep Max
Weber) memang kerap memegang peran sentral dalam eksternal kontrol
terhadap deviant behavior, yang di dalamnya termasuk tindakan kriminal.

       Masalah muncul di sini. Dalam menganalisis aksi-aksi kerusuhan
suporter dalam dunia sepakbola Indonesia, suara yang kerap keluar selalu
bernada pesimistis dan penuh rasa putus asa: "Ah, susah. Orang Indonesia
norak." Psikologi orang kalah (psychology of losers), satu hal yang
dideskripsikan Azyumardi Azra dalam artikel opininya di Kompas hari ini (4/9),
pun mendekam dalam diri kita. Seolah-olah masalah yang menjangkiti
sepakbola Indonesia bukan sesuatu yang dapat diatasi. Selain itu, sikap lain
yang muncul adalah mentalitas deterministik. Artinya kacau atau tidaknya
suporter kita bergantung pada kesadaran tiap individu dalam kerumunan
suporter itu sendiri! Ini jelas satu proposisi yang absurd karena kesadaran
19



individu dalam kerumunan jelas tidak akan bisa berfungsi. Dalam satu
kerumunan (crowd) individualitas bisa larut. Yang tertinggal hanyalah
psikologi, logika, kode moral, dan perilaku kerumunan. Jadi jelas bahwa
gagasan menunggu kesadaran bisa mulai disimpan rapi di tong sampah.

      Satu hal penting yang mesti dicermati dari masyarakat yang menjadi
konteks terjadinya satu kerusuhan adalah logika sosial dan budaya yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. Nilai dan norma apa yang berlaku di
dalamnya? Kode moral apa yang berlaku di dalamnya? Berbuat rusuh dan
kacau dalam pertandingan sepakbola merupakan satu kesalahan jangan-
jangan hanya merupakan kode moral kita, bukan mereka. Untuk tahu
bagaimana kode moral mereka, akan sangat membantu jika kita mengetahui
apa kode moral opinion leader atau patron-patron mereka. Ya, dalam konteks
kerusuhan sepakbola Indonesia, kita mesti mengetahui bagaimana kode
moral para gubernur, bupati, manajer tim, pemodal, hingga pentolan suporter
mereka.
Para suporter, dalam logika strukturasi ala Anthony Giddens, adalah agensi-
agensi yang hidup dalam struktur. Dalam mind set Micehele Foucault, kita
bisa menganggap mereka sebagai agensi yang hidup dalam habitus. Untuk
memahami motives dan drives mereka, jelas kita mesti memahami habitus
mereka.

      Ambivalensi nilai bukan hal aneh bagi masyarakat Indonesia , yang
tingkat pendidikannya masih terbilang amat rendah secara kuantitas dan
terbelakang secara kualitas. Apa yang dianggap baik di sekolah, bisa
dianggap menggelikan di masyarakat. Apa yang dianggap satu keharusan
dalam undang-undang lalu lintas bisa dianggap sebagai kekonyolan di jalan
raya. Lihat saja berapa banyak pengendara motor yang berhenti di garis putih
atau tetap bertahan di jalurnya yang macet dan tidak pindah ke jalur yang
berlawanan arah. Satu contoh lain adalah logika berpikir "budaya asik" yang
muncul di Indonesia--sebagai implementasi dan dampak relativisme moral
20



yang amat dikhawatirkan Paus Benediktus--sejak 1970-an. Jika diamati
secara serius, sosok-sosok yang proses sosialisasi amat maksimal--sehingga
bisa disebut gaul--amat permisif dan terbuka pada deviasi-deviasi perilaku.
Mereka    kerap     menjadi        agen-agen--dalam   logika    Giddens--yang
mempengaruhi struktur untuk menerima deviant behavior. Kenapa? Karena
habitus mereka mensyaratkan demikian. Radikalisme bukanlah satu hal yang
sangat "gaul" dan dapat mengganggu penerimaan kelompok terhadap diri
mereka. Bahkan prinsip dan identias nyata dapat mereka anggap tidak perlu.
Dalam budaya "gaul", satu hal yang sangat penting adalah karakter "dapat
diterima semua kelompok yang memiliki kode moral berbeda-beda". Untuk
dapat diterima di mana-mana seperti itu, identitas kode moral dan prinsip
menjadi sesuatu yang bisa ditabukan. Agensi-agensi seperti ini masuk ke
dalam kelompok dan larut dalam dalam kode moral kelompok tersebut. Jika
kemudian mereka pindah kelompok, kode moral mereka pun akan berubah.
Itu yang terjadi pada banyak individu dalam kelompok suporter Indonesia.
Situasi akan semakin parah jika satu kelompok suporter dihuni oleh mayoritas
individu yang nilai dan norma koralitasnya belum terbentuk secara baku,
misalnya teenager (13-19 tahun). Namun, itu pun tidak berarti bahwa yang
gaek tidak dapat terpengaruh. Yang berusia 30-an atau 40-an pun masih
banyak yang tidak (atau belum) memiliki kode moral yang baku sehingga
permisif terhadap fenomena apa pun.

       Ini adalah buah kegagalan pendidikan sebagai proses sosialisasi
terhadap nilai. Orientasi pendidikan yang bergeser menjadi "institusi
pemenuhan kebutuhan tenaga kerja" telah menciptakan individu-individu
kosong tanpa nilai. Dalam logika sistem pendidikan seperti ini, pragmatisme
John   Dewey     sangat   kental    membayangi.   Abstraksi    kehidupan   dan
internalisasi fenomena menjadi sesuatu yang dianggap merepotkan. Individu
dipacu untuk mengejar kemampuan praktis, betapa pun sederhananya
kemampuan itu.
21



      Solusi dari semua masalah di atas adalah proses resosialisasi, satu
konsep yang mendasari pembentukan institusi-institusi sosial yang penting di
masyarakat    dalam    menanggulangi      deviant   behavior:   penjara!   Ya,
resosialisasi adalah elemen terpenting dalam institusi yang disebut penjara—
meskipun ini dikritik habis-habisan oleh Foucault. Namun, resosialisasi tidak
hanya bisa dilakukan di penjara. Media dan ruang publik (konsep public
sphere Jurgen Habermas) dapat menjadi sarana resosialisasi yang ampuh.
Berbagai strategi komunikasi publik dapat didayagunakan untuk melakukan
proses resosialisasi ini, yang diharapkan dapat menggerus nilai-nila i negatif,
lalu menggantinya dengan nilai dan norma positif. Ini yang dilakukan di
Inggris pada era Maggie Thatcher.

      Saat upaya di atas dilakukan, langkah eksternal kontrol juga mesti
tetap berjalan. Peran polisi sebagai alat hukum dan PSSI sebagai regulator
mesti berjalan secara poten, tanpa terpengaruh sedikit pun oleh budaya
"asik" khas generasi 70-an, 80-an, hingga 90-an dan saat ini. Itu penting
dilakukan sebagai shock therapy sekaligus seleksi natural terhadap perilaku.
Tanpa punishment dan reward yang strict dan stringent--dua karakter yang
perlu dimiliki pemegang otoritas--, deviant behavior akan tetap ada. Apalagi
kalau pemegang otoritasnya justru yang melakukan deviance. Kalau sudah
begitu, pilihannya hanya dua: jadi masyarakat "asik" yang superpermisif atau
masyarakat deterministik yang ultraputus-asa.
22

Más contenido relacionado

Destacado

Messaging Support for People with Diabetes (Florence Simple Telehealth)
Messaging Support for People with Diabetes (Florence Simple Telehealth)Messaging Support for People with Diabetes (Florence Simple Telehealth)
Messaging Support for People with Diabetes (Florence Simple Telehealth)Pete Davies
 
Introduccion curso reflexiones pedagogicas
Introduccion curso reflexiones pedagogicasIntroduccion curso reflexiones pedagogicas
Introduccion curso reflexiones pedagogicasFrancisco Valencia
 
Actualités dans la FA
Actualités dans la FAActualités dans la FA
Actualités dans la FAHervé Faltot
 
C 17 normativa_838_allegato
C 17 normativa_838_allegatoC 17 normativa_838_allegato
C 17 normativa_838_allegatoDario
 
Call sheet
Call sheetCall sheet
Call sheet14150892
 
Proyecto de investigación
Proyecto de investigaciónProyecto de investigación
Proyecto de investigaciónOct2011
 
Medio pan y un libro. Lorca.
Medio pan y un libro. Lorca. Medio pan y un libro. Lorca.
Medio pan y un libro. Lorca. cinqueb25
 
Per un nuovo professionalismo medico fondato sull’alleanza terapeutica
Per un nuovo professionalismo medico fondato sull’alleanza terapeuticaPer un nuovo professionalismo medico fondato sull’alleanza terapeutica
Per un nuovo professionalismo medico fondato sull’alleanza terapeuticamartino massimiliano trapani
 
Documento (4)
Documento (4)Documento (4)
Documento (4)Ju Fe
 
Media and Public Health Law
Media and Public Health LawMedia and Public Health Law
Media and Public Health Lawguest66dc5f
 

Destacado (20)

Aleja and yenny blog
Aleja and yenny blogAleja and yenny blog
Aleja and yenny blog
 
La Isla - Français
La Isla - FrançaisLa Isla - Français
La Isla - Français
 
Tipos de clavados
Tipos de clavadosTipos de clavados
Tipos de clavados
 
Messaging Support for People with Diabetes (Florence Simple Telehealth)
Messaging Support for People with Diabetes (Florence Simple Telehealth)Messaging Support for People with Diabetes (Florence Simple Telehealth)
Messaging Support for People with Diabetes (Florence Simple Telehealth)
 
Campobasso
CampobassoCampobasso
Campobasso
 
Introduccion curso reflexiones pedagogicas
Introduccion curso reflexiones pedagogicasIntroduccion curso reflexiones pedagogicas
Introduccion curso reflexiones pedagogicas
 
Actualités dans la FA
Actualités dans la FAActualités dans la FA
Actualités dans la FA
 
sms
smssms
sms
 
C 17 normativa_838_allegato
C 17 normativa_838_allegatoC 17 normativa_838_allegato
C 17 normativa_838_allegato
 
Jpiter
JpiterJpiter
Jpiter
 
1800 syntax lm
1800 syntax lm1800 syntax lm
1800 syntax lm
 
Call sheet
Call sheetCall sheet
Call sheet
 
Proyecto de investigación
Proyecto de investigaciónProyecto de investigación
Proyecto de investigación
 
Medio pan y un libro. Lorca.
Medio pan y un libro. Lorca. Medio pan y un libro. Lorca.
Medio pan y un libro. Lorca.
 
Per un nuovo professionalismo medico fondato sull’alleanza terapeutica
Per un nuovo professionalismo medico fondato sull’alleanza terapeuticaPer un nuovo professionalismo medico fondato sull’alleanza terapeutica
Per un nuovo professionalismo medico fondato sull’alleanza terapeutica
 
3d mis juegos y juguetes favoritos
3d mis juegos y juguetes favoritos3d mis juegos y juguetes favoritos
3d mis juegos y juguetes favoritos
 
Documento (4)
Documento (4)Documento (4)
Documento (4)
 
Green ideas # 10 mangiare i frutti della stagione
Green ideas # 10 mangiare i frutti della stagioneGreen ideas # 10 mangiare i frutti della stagione
Green ideas # 10 mangiare i frutti della stagione
 
Media and Public Health Law
Media and Public Health LawMedia and Public Health Law
Media and Public Health Law
 
Fiaccolata s.l.
Fiaccolata s.l.Fiaccolata s.l.
Fiaccolata s.l.
 

Más de Pramudito Hutomo

RPP daring SMP materi Covid 19
RPP daring SMP materi Covid 19RPP daring SMP materi Covid 19
RPP daring SMP materi Covid 19Pramudito Hutomo
 
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan OlahragaPengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan OlahragaPramudito Hutomo
 
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringanPembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringanPramudito Hutomo
 
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bolaAplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bolaPramudito Hutomo
 
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klenderTugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klenderPramudito Hutomo
 
Senam xii ips ma al falah klender
Senam xii ips ma al falah klenderSenam xii ips ma al falah klender
Senam xii ips ma al falah klenderPramudito Hutomo
 
Pencak silat xii ips ma al falah klender
Pencak silat xii ips ma al falah klenderPencak silat xii ips ma al falah klender
Pencak silat xii ips ma al falah klenderPramudito Hutomo
 
Renang xii ips ma al falah klender
Renang xii ips ma al falah klenderRenang xii ips ma al falah klender
Renang xii ips ma al falah klenderPramudito Hutomo
 
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)Pramudito Hutomo
 
Kesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalKesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalPramudito Hutomo
 
Kesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalKesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalPramudito Hutomo
 

Más de Pramudito Hutomo (20)

RPP Penjas daring SMP
RPP Penjas daring SMP RPP Penjas daring SMP
RPP Penjas daring SMP
 
RPP daring SMP materi Covid 19
RPP daring SMP materi Covid 19RPP daring SMP materi Covid 19
RPP daring SMP materi Covid 19
 
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan OlahragaPengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
 
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringanPembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringan
 
Biomekanika
BiomekanikaBiomekanika
Biomekanika
 
Cognitive neuroscinece
Cognitive neuroscineceCognitive neuroscinece
Cognitive neuroscinece
 
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bolaAplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
 
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klenderTugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
 
Senam xii ips ma al falah klender
Senam xii ips ma al falah klenderSenam xii ips ma al falah klender
Senam xii ips ma al falah klender
 
Pencak silat xii ips ma al falah klender
Pencak silat xii ips ma al falah klenderPencak silat xii ips ma al falah klender
Pencak silat xii ips ma al falah klender
 
Renang xii ips ma al falah klender
Renang xii ips ma al falah klenderRenang xii ips ma al falah klender
Renang xii ips ma al falah klender
 
Kepramukaan
KepramukaanKepramukaan
Kepramukaan
 
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
 
Kesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalKesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awal
 
Kesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalKesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awal
 
BACK EXERCISE
BACK EXERCISEBACK EXERCISE
BACK EXERCISE
 
Back excercise new
Back excercise newBack excercise new
Back excercise new
 
Tugas presentasi rpp
Tugas presentasi rppTugas presentasi rpp
Tugas presentasi rpp
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
 
Cover tegak
Cover tegakCover tegak
Cover tegak
 

Kerusuhan Sepak Bola

  • 1. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Peristiwa Kerusuhan Suporter Banyak sekali kerusuhan-kerusuhan suporter yang terjadi di Indonesia contoh-contohnya adalah sebagai berikut: 4.1.1. Kerusuhan Lebak Bulus Pertandingan lanjutan Liga Indonesia 2007 antara Persib Bandung dan Persija Jakarta di Stadion Lebak Bulus pada hari Kamis (16/8) 2007 diwarnai dengan aksi teror.Laga yang akhirnya dimenangi Persija dengan skor 1-0 diawali dengan perilaku tidak menyenangkan dari suporter Persija.Perilaku tak menyenangkan ini dimulai saat Persib menuju stadion, bus yang mengangkut mereka ditimpuki batu. Kaca bus hampir di semua sisi hancur. Beberapa ofisial dan pemain terluka akibat pecahan kaca. Saat hendak menuju ruang ganti stadion, Zaenal Arif dan Eka Ramdani terkena pukulan dari oknum suporter yang memakai atribut Jakmania. Kiper Persib, Tema Musadat, juga sempat tergeletak terkena lemparan benda keras pada pertengahan babak pertama. Kondisi sama dialami Lorenzo Cabanas saat hendak mengambil tendangan bebas pada babak kedua. Official Persib yang berada di bench tak luput dari lemparan botol mineral dari oknum suporter di atas tribun. "Dalam kondisi begini pemain kelas dunia mana pun tak akan konsentrasi bertanding," kata Yossi Irianto, manajer Persib. Pengurus The Jakmania menyayangkan sikap tak simpatik anggota dan simpatisannya. Menurut Ketua suporter Persija, Danang Ismartani, aksi brutal dipicu dendam teror yang diterima Bambang Pamungkas dkk. di Bandung pada putaran pertama. Karena kejadian ini Komisi disiplin BLI bersikap adil dan menghukum suporter Persija dengan hukuman dilarang menonton pertandingan yang dilakukan Persija. 10
  • 2. 11 4.1.2. Kerusuhan Persija Pertandingan semifinal Liga Djarum 2007 di Gelora Utama Bung Karno, Rabu (06/02/2008) antara PSMS Medan dengan Persipura Jayapura,diakhiri dengan kerusuhan. Pertandingan yang dimenangi PSMS Medan lewat drama adu pinalti, membuat para suporter Persija yang ada di sana mengolok-olok suporter Persipura. Tidak senang atas perlakuan suporter Persija, suporter Persipura pun rusuh dengan suporter Persija. Kerusuhan ini mengakibatkan tewasnya salah satu suporter Persija. Berdasrkan kerusuhan ini Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menegpora) Adiyaksa Dault, melarang semua klub lokal untuk menggunakan Stadion GBK dalam event apapun, Menegpora sudah tidak bisa mentolerir lagi aksi anarkis yang sering dilakukan pendukung klub, dan tewasnya seorang Jakmania semakin menguatkan keputusan tersebut.Menurut Menegpora, kerusuhan demi kerusuhan yang sering terjadi dalam sepak bola Nasional, sudah harus dihentikan, jika tidak Menegpora tak segan-segan menghentikan Liga Indonesia, bahkan untuk partai final musim ini yang hanya tinggal menunggu hari sekalipun. Jika GBK tertutup untuk klub lokal, maka partai final musim ini yang mempertemukan All Sumatera final antara Sriwijaya FC vs PSMS Medan dipastikan tidak akan di gelar di GBK, Menegpora menyarankan Stadion Gelora Jaka Baring Palembang menjadi alternatifnya. 4.2. Penyebab Kerusuhan Suporter Mengingat akhir-akhir ini banyak terjadi kerusuhan suporter di daerah- daerah sekitar Indonesia, apakah penyebab kerusuhan suporter ini. Penyebab kerusuhan itu antara lain adalah: 4.2.1. Kurang dewasanya para suporter dalam mengendalikan emosi Kedewasaan dalam berfikir memang dibutuhkan semua orang, dalam hal ini para supoter. Kita bisa lihat, orang yang masuk menjadi
  • 3. 12 kelompok suporter memiliki berbagai profesi mulai dari pelajar, mahasiswa, karyawan, dan lain-lain. Bagi karyawan dan orang yang sudah dewasa seharusnya mampu mengendalikan diri sehingga dapat menjadi suporter yang baik, jangan hanya dapat membuat kerusuhan. Selain itu mereka juga harus memberitahu pada yang lebih muda sehingga yang lebih muda pun tahu dan tidak membuat kerusuhan. Jika hal ini masih dipertahankan kerusuhan-kerusuhan lainnya mungkin akn terjadi. 4.2.2. Fanatisme yang berlebihan dari suporter Fanatisme satu kata yang menandakan kesukaan, kecintaan, kegemaran kepada sesuatu. Baik itu benda, warna, dan lain-lain. Kelompok suporter pasti memiliki fanatisme pada tim daerahnya. Namun seringkali fanatisme suporter itu terlalu berlebihan sehingga mereka tidak bisa melihat tim mereka kalah. Dalam hal itu mereka mencari cara lain salah satunya membuat kerusuhan. 4.2.3. Kurangnya pengamanan Pengamanan dalam suatu pertandingan penting sekali peranannya dalam berlangsungnya jalan pertandingan. Pengamanan di suatu pertandingan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusuhan suporter. Tapi pengamanan yang dikerahkan nampaknya kurang maksimal dapat dilihat masih banyak terjadi kerusuhan. Hal ini merupakan sektor yang harus diperbaiki agar dapat mengurangi tragedi-tragedi kerusuhan di Indonesia. 4.2.4. keadaan stadion yang kurang baik Keadaan stadion mungkin sebab terkecil terjadi kerusuhan. Namun hal ini pun masih harus diperhatikan. Masih banyak stadion-stadion yang masih
  • 4. 13 tidak mampu menghalau suporter, seperti pagar yang kurang tinggi dan kokoh. Jika hal ini dapat diperbaharui di stadion-stadion di Indonesia suporterpun dapat terhalau karena baiknya keadaan stadion. 4.3. Dampak Kerusuhan Suporter Kerusuhan suporter yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan dampak- dampak negatif seperti: 4.3.1. Jatuhnya banyak korban. Suatu kerusuhan suporter tentu akan berakibat fatal. Tidak jarang bagi setiap kerusuhan yang memakan korban jiwa. Tidak hanya satu atau dua korban jiwa bahkan puluhan orang pun dapat menjadi korban jiwa. Dan baru akhir-akhir ini kerusuhan antara suporter Persija-Persipura yang mengakibatkan tewasnya satu suporter Persija. 4.3.2. Makin buruknya citra persepakbolaan Indonesia terutama nama PSSI. Citra olahraga sepakbola di suatu negara menjadi kebanggaan bagi negara tersebut. Bagi rakyat Indonesia citra inilah yang diharapkan agar membaik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Kita bisa lihat Timnas Indonesia tidak dapat menunjukan prestasi yang baik, ditambah dengan kerusuhan-kerusuhan suporter. Untuk itulah nama PSSI yang dituntut agar dapat memperbaiki citra sepakbola Indonesia. Jika tidak nama PSSI lah yang menjadi semakin buruk. 4.3.3. Rusaknya keadaan stadion akibat kerusuhan. Kerusuhan suporter memang akan mengakibatkan kerugian-kerugian diantaranya adalah rusaknya fasilitas-fasilitas stadion. Akibatnya terasa sekali pada pembina stadion yang harus memperbaiki keadaan stadion seperti semula agar layak untuk digunakan kembali. 4.3.4. Keselamatan pemain di masing-masing tim terancam.
  • 5. 14 Tidak jarang bagi para suporter untuk rusuh di dalam lapangan bukan hanya di luar stadion. Kerusuhan yang berlangsung di dalam lapangan inilah yang lebih berbahaya. Selain menunda jalannya pertandingan, hal ini juga membahayakan pemain. Tidak jarang para suporter rusuh karna ada salah satu pemain yng mungkin membuat suporter jengkel degan kelakuannya sehingga suporter masuk ke dalam lapangan untuk menyerang pemain. Jika suda begini pemain pun akan rugi karna tidak dapatmengikuti pertandingan timnya. 4.3.5. Pertandingan yang berlangsung menjadi tertunda. Kerusuhan suporter yang berdampak besar sering sekali membuat panitia pelaksana kerepotan baik dengan keadaan stadion yang rusak ataupun wasit & pemain yang terkena sasaran kerusuhan. Untuk itu panitia pelaksana mengambil keputusan untuk menunda pertandingan. 4.3.6. Klub yang didukung suporter bermasalah akan mendapat sanksi. Setiap kerusuhan suporter pasti akan menimbulkan kerugian bagi suporter tersebut. Kerugian itu adalah sebuah hukuman. Bagi PSSI hukuman berupa sanksi yang sering diberikan bagi suporter bermasalah. Sanksi yang diberikan biasanya adalah dilarang menonton pertandingan timnya. 4.3.7. pemindahan pertandingan Jika dalam event sepakbola pertandingan final adalah hal yang diutamakan. Mulai dari penetapan lapangan sampai wasit. Namun jika lapangan yang ditetapkan bermasalah seperti baru saja terjadi kerusuhan di lapangan tersebut. Lapangan tersebut harus disterilkan terlebih dahulu dan panitia pelaksana harus memindahkan pertandingan ke lapangan yang lainnya. Permasalahan ini sma seperti final LDI 2007 lalu. Pertandingan final yang harusnya dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Karno ini harus
  • 6. 15 mengalami pemindahan pertandingan. Pertandingan antara PSMS Medan dan Sriwijaya FC ini akhirnya dilaksanakan di Stadion Jalak Harupat, Bandung dan mengalami pemunduran waktu pertandingan. 4.4. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Pendekatan (STM) Sains Teknologi Masyarakat merupakan terjemahan dari science technology and society approach (STS) yang merupakan pendekatan pembelajaran, dikembangkan berdasarkan pada filosofis kontruktivisme. Pendekatan pembelajaran tersebut telah berkembang pesat di Amerika dan Inggris sejak awal tahun 1970-an. Pendekatan STM ( Sains Teknologi Masyarakat ) didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan Sains Teknologi Masyarakat. (http://pelangi.dit-pp.go.id). Sedangkan menurut para tokoh lain bahwa pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM)merupakan salah satu pendekatan pembelajaran kontekstual yang dapat membantu orang untuk membuat pelajaran menjadi lebih berarti. Karena di dalam Sains Teknologi Masyarakat (STM) ini berkatain dengan kehidupan yang nyata, dalam pembelajaran yang bersumber dari pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) disini masyarakat memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh kepada kemampuan menyerap dan perilaku belajar. Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan terjadi belaajr, apabila terjadi prsoes perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman.
  • 7. 16 4.4.1. Peneraparapan Pendekatan Teknologi melalui “National Suporter ID Card (NASIC)” Dalam pendekatan teknologi adalah pendekatan yang digunakan dalam memberikan terobosan terbaru yang meminimalisir atau mengurangi terjadinya konflik di antara pendukung(Suporter) club sepak bola di Indonesia. Salah satu solusi yang diberikan adalah pembuatan “National Suporter ID Card (NASIC)” NASIC adalah sebuah kartu anggota berupa ID card yang berlaku secara nasional. ID card ini harus dimiliki oleh seluruh suporter klub sepakbola di Indonesia, yang menunjukan bahwa terjalin dalam ikatan suporter sepakbola Indonesia. Untuk mendapatkan NASIC tidak semudah mendapatkan kartu anggota biasa yang dapat diperoleh di sekretariatan perkumpulan suporter sepak bola yang bersangkutan. NASIC akan dibuat dan diberikan langsung dari pemerintah. Dan untuk mendapatkan NASIC maka perlu mengikuti sebuah pelatihan dan seminar tentang suporter klub sepakbola Indonesia. Di dalam seminar itu akan diberikan materi-materi serta penyuluhan-penyuluhan tentang peraturan-peraturan suporter yang berlaku secara nasional dan dilegalkan oleh pemerintah. Dengan adanya NASIC maka akan tersaring suporter-suporter yang baik dan berkulitas. Setelah mengikuti seminar NASIC maka akan diadakan sebuah test yang digunakan untuk mengambil NASIC tersebut. Dengan begitu, maka suporter di indonesia akan semakin berkualitas dan tersertifikasi secara nasional juga memberikan ide-ide kreatif yang mereka tuangkan dalam mendukung klub kebanggan mereka saat bertanding. Tidak menyangkut kemungkinan, akan diadakan lomba-lomba antar suporter untuk menjalin hubungan baik antar suporter sepakbola di Indonesia. NASIC akan
  • 8. 17 digunakan sebagai salah satu syarat untuk menonton pertandingan klub sepakbola. NASIC akan menjadi solusi tepat dalam mengatasi konflik yang terjadi di antara suporter klub sepakbola Indonesia. 4.4.2. Peneraparapan Pendekatan sosial Masyarakat Kenapa keributan antarsuporter begitu marak, perkelahian antarpemain jadi trendi, bahkan menimpuki pemain yang kita dukung pun merupakan merebak? Jangan bilang karena kita dasarnya tak tahu aturan. Penjelasan itu tak benar sama sekali. Budaya adalah titik tolak banyak hal. Secara lebih spesifik, kita di sini bicara soal norma dan nilai, dua hal yang menjadi dasar pembentukan kode moral sebuah budaya, sistem-sistem simbol di mana perilaku diberi label " baik", "buruk", "benar", atau "salah". Dengan begitu, satu perilaku hanya disebut sebagai penyimpangan (deviance) atau normal jika kita mengetahui siapa pelakunya dan dalam konteks sosial atau budaya apakah dia bertindak. Secara sosiologis, perilaku normal adalah perilaku yang mengonformasi aturan dan norma kelompok di mana satu perilaku terjadi. Di sisi lain, penyimpangan (deviant behavior) adalah perilaku yang gagal melakukan konformasi terhadap aturan dan norma kelompok (Durkheim, 1960). Karena kode moral sangat beraneka di antara satu kelompok dengan kelompok lain, kita mesti memahami kode moral kelompok asal pelaku satu perilaku. Pun begitu jika kita ingin mencari solusi tepat yang dapat menghentikan perilaku tersebut tidak terjadi lagi. Tanpa memahami kode moral yang menjadi konteks sosial dan budaya pelaku satu tindakan penyimpangan, upaya mencari sosial dapat dianggap tidak mungkin berhasil.
  • 9. 18 Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menghentikan perilaku menyimpang atau deviant behavior ini. Satu yang paling populer adalah mekanisme kontrol sosial, yang terdiri atas bagian: alat kontrol internal dan alat kontrol eksternal. Dalam kontrol internal, hal pertama yang mesti ada adalah proses sosialisasi terhadap norma dan nilai, yang selanjutnya merupakan sosialisasi terhadap kode moral. Selanjutnya, sebagai akibat dari proses sosialisasi itu, kode moral satu kelompok mesti terinternalisasi, menjadi satu bagian dari kehidupan emosional dan kognitif individu sehingga jika ia melakukan satu deviance, ia akan mengalami berbagai konflik emosi seperti rasa bersalah, perasaan tidak nyaman, ketegangan, kegelisahan, hingga satu gejala yang disebut sebagai self-depreciation. Dalam kontrol eksternal, satu elemen yang penting adalah sanctions. Sanctions bisa positif dan negatif. Dalam pengejawantahannya, sanctions ini kerap disebut punishment (hukuman) jika negatif dan reward (imbalan) jika positif—ini kerap diaplikasikan dalam perilaku organisasi atau manajemen sumber daya manusia. Artinya, pemegang otoritas (dalam konsep Max Weber) memang kerap memegang peran sentral dalam eksternal kontrol terhadap deviant behavior, yang di dalamnya termasuk tindakan kriminal. Masalah muncul di sini. Dalam menganalisis aksi-aksi kerusuhan suporter dalam dunia sepakbola Indonesia, suara yang kerap keluar selalu bernada pesimistis dan penuh rasa putus asa: "Ah, susah. Orang Indonesia norak." Psikologi orang kalah (psychology of losers), satu hal yang dideskripsikan Azyumardi Azra dalam artikel opininya di Kompas hari ini (4/9), pun mendekam dalam diri kita. Seolah-olah masalah yang menjangkiti sepakbola Indonesia bukan sesuatu yang dapat diatasi. Selain itu, sikap lain yang muncul adalah mentalitas deterministik. Artinya kacau atau tidaknya suporter kita bergantung pada kesadaran tiap individu dalam kerumunan suporter itu sendiri! Ini jelas satu proposisi yang absurd karena kesadaran
  • 10. 19 individu dalam kerumunan jelas tidak akan bisa berfungsi. Dalam satu kerumunan (crowd) individualitas bisa larut. Yang tertinggal hanyalah psikologi, logika, kode moral, dan perilaku kerumunan. Jadi jelas bahwa gagasan menunggu kesadaran bisa mulai disimpan rapi di tong sampah. Satu hal penting yang mesti dicermati dari masyarakat yang menjadi konteks terjadinya satu kerusuhan adalah logika sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Nilai dan norma apa yang berlaku di dalamnya? Kode moral apa yang berlaku di dalamnya? Berbuat rusuh dan kacau dalam pertandingan sepakbola merupakan satu kesalahan jangan- jangan hanya merupakan kode moral kita, bukan mereka. Untuk tahu bagaimana kode moral mereka, akan sangat membantu jika kita mengetahui apa kode moral opinion leader atau patron-patron mereka. Ya, dalam konteks kerusuhan sepakbola Indonesia, kita mesti mengetahui bagaimana kode moral para gubernur, bupati, manajer tim, pemodal, hingga pentolan suporter mereka. Para suporter, dalam logika strukturasi ala Anthony Giddens, adalah agensi- agensi yang hidup dalam struktur. Dalam mind set Micehele Foucault, kita bisa menganggap mereka sebagai agensi yang hidup dalam habitus. Untuk memahami motives dan drives mereka, jelas kita mesti memahami habitus mereka. Ambivalensi nilai bukan hal aneh bagi masyarakat Indonesia , yang tingkat pendidikannya masih terbilang amat rendah secara kuantitas dan terbelakang secara kualitas. Apa yang dianggap baik di sekolah, bisa dianggap menggelikan di masyarakat. Apa yang dianggap satu keharusan dalam undang-undang lalu lintas bisa dianggap sebagai kekonyolan di jalan raya. Lihat saja berapa banyak pengendara motor yang berhenti di garis putih atau tetap bertahan di jalurnya yang macet dan tidak pindah ke jalur yang berlawanan arah. Satu contoh lain adalah logika berpikir "budaya asik" yang muncul di Indonesia--sebagai implementasi dan dampak relativisme moral
  • 11. 20 yang amat dikhawatirkan Paus Benediktus--sejak 1970-an. Jika diamati secara serius, sosok-sosok yang proses sosialisasi amat maksimal--sehingga bisa disebut gaul--amat permisif dan terbuka pada deviasi-deviasi perilaku. Mereka kerap menjadi agen-agen--dalam logika Giddens--yang mempengaruhi struktur untuk menerima deviant behavior. Kenapa? Karena habitus mereka mensyaratkan demikian. Radikalisme bukanlah satu hal yang sangat "gaul" dan dapat mengganggu penerimaan kelompok terhadap diri mereka. Bahkan prinsip dan identias nyata dapat mereka anggap tidak perlu. Dalam budaya "gaul", satu hal yang sangat penting adalah karakter "dapat diterima semua kelompok yang memiliki kode moral berbeda-beda". Untuk dapat diterima di mana-mana seperti itu, identitas kode moral dan prinsip menjadi sesuatu yang bisa ditabukan. Agensi-agensi seperti ini masuk ke dalam kelompok dan larut dalam dalam kode moral kelompok tersebut. Jika kemudian mereka pindah kelompok, kode moral mereka pun akan berubah. Itu yang terjadi pada banyak individu dalam kelompok suporter Indonesia. Situasi akan semakin parah jika satu kelompok suporter dihuni oleh mayoritas individu yang nilai dan norma koralitasnya belum terbentuk secara baku, misalnya teenager (13-19 tahun). Namun, itu pun tidak berarti bahwa yang gaek tidak dapat terpengaruh. Yang berusia 30-an atau 40-an pun masih banyak yang tidak (atau belum) memiliki kode moral yang baku sehingga permisif terhadap fenomena apa pun. Ini adalah buah kegagalan pendidikan sebagai proses sosialisasi terhadap nilai. Orientasi pendidikan yang bergeser menjadi "institusi pemenuhan kebutuhan tenaga kerja" telah menciptakan individu-individu kosong tanpa nilai. Dalam logika sistem pendidikan seperti ini, pragmatisme John Dewey sangat kental membayangi. Abstraksi kehidupan dan internalisasi fenomena menjadi sesuatu yang dianggap merepotkan. Individu dipacu untuk mengejar kemampuan praktis, betapa pun sederhananya kemampuan itu.
  • 12. 21 Solusi dari semua masalah di atas adalah proses resosialisasi, satu konsep yang mendasari pembentukan institusi-institusi sosial yang penting di masyarakat dalam menanggulangi deviant behavior: penjara! Ya, resosialisasi adalah elemen terpenting dalam institusi yang disebut penjara— meskipun ini dikritik habis-habisan oleh Foucault. Namun, resosialisasi tidak hanya bisa dilakukan di penjara. Media dan ruang publik (konsep public sphere Jurgen Habermas) dapat menjadi sarana resosialisasi yang ampuh. Berbagai strategi komunikasi publik dapat didayagunakan untuk melakukan proses resosialisasi ini, yang diharapkan dapat menggerus nilai-nila i negatif, lalu menggantinya dengan nilai dan norma positif. Ini yang dilakukan di Inggris pada era Maggie Thatcher. Saat upaya di atas dilakukan, langkah eksternal kontrol juga mesti tetap berjalan. Peran polisi sebagai alat hukum dan PSSI sebagai regulator mesti berjalan secara poten, tanpa terpengaruh sedikit pun oleh budaya "asik" khas generasi 70-an, 80-an, hingga 90-an dan saat ini. Itu penting dilakukan sebagai shock therapy sekaligus seleksi natural terhadap perilaku. Tanpa punishment dan reward yang strict dan stringent--dua karakter yang perlu dimiliki pemegang otoritas--, deviant behavior akan tetap ada. Apalagi kalau pemegang otoritasnya justru yang melakukan deviance. Kalau sudah begitu, pilihannya hanya dua: jadi masyarakat "asik" yang superpermisif atau masyarakat deterministik yang ultraputus-asa.
  • 13. 22